Di antara kita, tentu naik pesawat adalah hal biasa. Bahkan untuk para pejabat sudah tidak bisa menghitung lagi berapa kali naik pesawat, bahkan orang kaya punya pesawat sendiri. Akan tetapi apakah kita semua pernah merenungkan eksistensi pesawat?
Apakah kita mendapatkan pelajaran yang berharga dengan kita berkali-kali naik pesawat? Bukankah ini juga merupakan salah satu makna yang berarti buat kehidupan kita semua?
Berikut ini beberapa pelajaran yang menarik yang berkaitan dengan pesawat dan pelbagai peristiwa maupun dengan komponen-komponen yang ada kaitannya.
Komponen yang terbesar dari fisik pesawat adalah besi. Ada pembelajaran yang menarik dari hal ini yang pernah diutarakan oleh BJ Habibie, Presiden RI ke-3 sekaligus sosok yang diakui dunia sebagai ahli pesawat.
Pada kesempatan pertemuan dengan para kiai yang diselenggarakan oleh Rabithah Ma’ahid al-Islamiyah (RMI) sekitar Tahun 1990, di Pondok Pesantren Assidiqiyah Kebun Jeruk Jakarta, beliau memberikan kiasan antara mobil kijang, mercy, dan pesawat.
Beliau menjelaskan, mobil kijang itu jika ditimbang beratnya dan dibandingkan harganya kira-kira 300 ribu rupiah per kilogramnya. Mobil Mercy atau Camry jika ditimbang beratnya dan dibandingkan harganya kira-kira 3 juta rupiah. Sedangkan pesawat terbang harganya mencapai 30 juta per-kilogramnya jika dibandingkan antara berat dan harganya.
Padahal kita mengtahui, ketika semua rusak dan kembali ke material awalnya yang sama-sama besi mungkin harganya tidak lebih dari 3000 rupiah (saja) per kilogramnya.
Kenapa mobil kijang hanya berharga 300 ribu per kilogram, Mercy atau Camry bisa 3 juta dan pesawat bisa 30 juta per kilogramnya?
Beliau menjelaskan bahwa mobil kijang bisa dikerjakan seseorang dengan kualifikasi keahlian anak STM/SMK, mobil Mercy atau Camry dikerjakan oleh para insinyur dan pesawat dikerjakan oleh para master atau doktor. Ternyata kualifikasi sumber daya manusia akan berpengaruh terhadap nilai tambah produk yang dihasilkannya. Padahal kalau dilihat unsur-unsur fisik manusia dan asal usulnya adalah juga sama yaitu dari tanah liat. Kenapa masing-masing orang berbeda? Ini salah satunya dipengaruhi tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimilikinnya.
Oleh karena itu ada tuntutan yang seharusnya dipenuhi, makin tinggi pendidikan dan pengetahuannya, harus makin tinggi pula penghasilannya, atau makin tinggi pengaruhnya, atau makin tinggi manfaatnya, dan atau makin dekat dengan Tuhannya. Kalau tidak bisa salah satunya, buat apa lama-lama belajar, menghabiskan banyak waktu dan mengeluarkan banyak energi serta biaya untuk menempuh pendidikan?
Dalam rangkaian aktivitas ketika naik pesawat, kalau kita cermat mengamati dan merenungkan, banyak sekali pembelajaran kehidupan yang bisa kita petik hikmahnya.
Di ruang tunggu, kita bisa amati dan tanyakan kepada penjaga toilet, seberapa besarkah pegghasilannya? Ternyata dari pertanyaan sederhana tersebut, kita bisa mendapatkan pembelajaran yang berharga. Ada perbedaan signifikan penghasilan antara penjaga toillet yang berada di ruang keberangkatan dan ruang kedatangan.
Di ruang keberangkatan banyak penumpang yang bersedekah karena minta dido’akan agar memperoleh keselamatan selama penerbangan. Sementara di ruang kedatangan penumpang sudah merasa aman dan tenang sehingga tidak perlu sedekah untuk minta didoakan. Begitulah manusia, kebanyakan lupa dan menjauh ketika merasa sudah berada pada situasi yang aman dan ada pada zona nyaman.
Ketika menuju ke pesawat kita melihat ada mobil kecil yang bersiap mendorong untuk siap take off. Ternyata pesawat sehebat apapun tidak bisa maju mundur sendiri untuk bisa take off. Butuh mobil kecil untuk memposisikan bisa siap take off.
Kita semua dan orang-orang besar juga sama tidak mungkin bisa eksis dan enak tanpa bantuan orang-orang kecil. Tidak ada yang bisa hebat sendirian. Sayangnya mobil-mobil kecil itu sering dilupakan oleh pilot-pilot pesawat ketika sudah terbang atau meninggalkan landasan pacu.
Masuk dalam pesawat kita disambut oleh para pramugari 3C yaitu ceria, cantik, dan cekatan. Meski bisa jadi mereka capek dan mungkin lelah, namun mereka tetap tersenyum melayani penumpang. Begitulah kita, seharusnya juga selalu tampak menyenangkan dan memberikan layanan terbaik kepada mitra-mitra kerja kita.
Di atas tempat duduk para penumpang pasti tersedia lampu baca. Dalam kondisi apapun lampu baca ini boleh dihidupkan. Betapa pembelajaran agung kita dapatkan. Ternyata perancang pesawat memberikan penghargaan yang luar biasa terhadap ayat Iqra‘. Dalam kondisi apapun diberikan fasilitas bagi orang yang mau membaca. Sayangnya pengalaman yang banyak kita dapatkan, lampu baca itu banyak yang tidak dihidupkan karena sebagian besar kita memang malas membaca.
Dan secara umum perjalanan pesawat juga mirip dengan jabatan. Yang perlu disiapkan adalah mental ketika naik jabatan dan mengakhirinya sebagaimana yang selalu diingatkan oleh pilot yaitu ketika mau take off dan landing.
Sering kali ketika mau terbang terkadang terjadi delay. Dan ketika mulai terbang harus menembus gumpalan-gumpalan awan. Namun di saat sudah terbang kita bisa membaca, menikmati musik, film, makanan yang dilayani oleh para pramugari yang cantik-cantik. Meskipun di atas kita juga suka mendapatkan guncangan- guncangan, turbulensi dan beberapa gangguan cuaca. Ketika hendak landing juga kadang-kadang berputar-putar dulu, menembus awan dan mendarat dengan hentakan yang keras di landasan pacu.
Begitu pula dalam kita mengemban jabatan, ketika mau promosi kadang-kadang juga di-delay, gagal dan lain sebagainya. Ketika sudah menjabat juga kadang-kadang mendapat guncangan-guncangan kecil, protes-protes dan sejenisnya. Ketika akan mengakhiri jabatan juga terkadang juga terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak biasa.
Tetapi dengan keyakinan yang kuat dan ilmu yang memadai apapun tantangannya pesawat bisa mendarat dengan selamat. Demikian juga dengan keyakinan kita yang telah menjalankan amanah dengan sungguh-sungguh serta terus minta pertolongan dari Allah Swt, kita semua yakin akan bisa mengakhiri dan mempersembahkan seluruh dedikasi dengan bahagia.