Sedang Membaca
Presiden Gus Dur, Pemakzulan, dan Munajat Nabi Nuh
Ahmad Hakim Jayli
Penulis Kolom

CEO TV9 Nusantara, Televisi Kaum Santri. Penikmat sastra, Pegiat media Nahdlatul Ulama dan Pesantren.

Presiden Gus Dur, Pemakzulan, dan Munajat Nabi Nuh

Whatsapp Image 2022 10 14 At 15.11.29

Tahun 2001, di malam jelang dilengserkan, Presiden KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menyampaikan pesan dari Istana Negara kepada para Kiai yang berkumpul di PP Assidiqiyah Batuceper, Tangerang. Bukan pesan agar dirinya dibela dan diselamatkan dari ancaman pemakzulan para politisi Senayan kala itu. Bukan pula, agitasi agar disiapkan massa tameng hidup, agar urung dijatuhkan!

Bukan, bukan itu semua. Gus Dur hanya mengirimkan pesan doa ini:
رَبِّ إِنِّي مَغْلُوْبٌ فاَنْتَصِر
(Rabbi Inni Maghlubun, fantashir). Ya Tuhan, aku sudah kalah, berilah pertolongan.

Saya, alfaqir, satu di antara sekian santri-khadam yang mengawal para Kiai NU dan pesantren berangkat dengan belasan bus dari Taman Bungkul Surabaya ke Pesantren Batuceper. Dalam peristiwa itu, saya masih dalam hitungan bulan, berkhidmah sebagai Sekretaris PCNU Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Masih terbayang di pelupuk mata, suasana pertemuan di Masjid Pesantren malam itu. Karena bukan peserta resmi, saya spill pesan Gus Dur yang disampaikan KH. Nur Muhammad Iskandar itu, dari jerambah Masjid.

Ya, walau posisi terjepit, Gus Dur tidak minta dibela membabi buta. Walau sangat mudah ia mendapatkannya, bila berkenan meminta. Karena baginya, tak ada jabatan yang harus dipertahankan dengan pertumpahan darah! Sebaliknya, ia minta didoakan dengan matan (redaksi) doa tertentu, yang malam itu sekaligus diijazahkan kepada kami semua yang hadir.

Baca juga:  Ulama Banjar (199): KH. Muhammad Ridwan Baseri

Belakangan saya sadar, doa di atas dinukil dari munajat nabi Nuh pada Allah SAW menghadapi perilaku kaumnya yang keras menentang dakwah Sang Nabi. Syekh Abdul Qodir Aljaylani (wafat 1166, dimakamkan di Baghdad, Irak), ulama besar simpul ajaran thariqah dunia, melengkapi doa Nabi Nuh ini menjadi Hizib atau wirid khusus yang punya kelebihan khusus pula. Hizib ini sering disebut Hizib Qodiriyah! Ketika melantunkannya, dan diresapi maknanya, serasa menjadi obat hati yang lagi perih.

Begini selengkapnya, bersama arti makna bebasnya. Saya membayangkan Gus Dur membaca doa ini, sementara para lawan politiknya sibuk menyusun strategi, lobby sana-sini, menggelar skandal Sidang Istimewa MPR RI 2001, yang masih menjadi misteri politik dan hukum tata negara hingga hari ini.

بسم الله الرحمن الرحيم
رَبِّ إِنِّي مَغْلُوْبٌ فاَنْتَصِرْ،
Wahai Allah aku sudah kalah (kalah oleh tubuh dan nafsuku hingga tak mampu terus menerus berdzikir dan mendekat pada Mu), maka berilah pertolongan.

وَجْبُرْ قَلْبِي الْمُنْكَسِرْ،
Maka hiburlah hatiku yang telah hancur ini

واَجْمَعْ شَمْلِي الْمُنْدَثِرْ،
Maka padukanlah kemuliaan dan kesempurnaan yang telah terselubung,

إِنَّكَ أَنْتَ الرَّحْمَنُ الْمُقْتَدِرْ،
Sungguh Engkau Yang Maha Pengasih dan Maha Menentukan,

إِكْفِنِي ياَ كاَفِي، وَأَناَ الْعَبْدُ الْمُفْتَقِرْ..
Cukupkanlah bagiku (cukupilah segala keperluanku) dan aku adalah hamba yang sangat memerlukan bantuan Mu.

Baca juga:  Ulama Banjar (44): Dr. KH. Idham Chalid

وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِأَعْدَائِكُمْ وَكَفَى بِاللَّهِ وَلِيًّا وَكَفَى بِاللَّهِ نَصِيرًا
Dan Allah lebih mengetahui (dari pada kamu) tentang musuh-musuhmu. dan cukuplah Allah menjadi pelindung (bagimu). dan cukuplah Allah menjadi penolong (bagimu). (QS. Annisa’:45)

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata pd anaknya memberi pelajaran: “Hai anakku, jangan persekutukan Allah, Sungguh Syirik adalah benar-benar kezaliman besar. (QS. Luqman:13)

وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْمًا لِلْعِبَادِ
(yakni) seperti Keadaan kaum Nuh, Kaum ‘Ad, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. dan Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba2-Nya. (QS. Ghafir:31)

فَقُطِعَ دَابِرُ الْقَوْمِ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al An’am:45)

أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ
Sesungguhnya aku ini dikalahkan (oleh kaumku yang ingkar), oleh itu menangkanlah daku (terhadap mereka). (QS. Al Qomar:10)

Sungguh, para Kaum shaleh terdahulu selalu menjadikan Tuhan sebagai tempat menumpahkan segala gulana, kesulitan, ketidakberdayaan. Tidak kesedihan dan ketakutan, karena bagi Mereka di setiap suasana selalu ada Tuhan.

Pun mereka akan menjadikan Tuhan sebagai tempat mengembalikan segala puji, ketika sedang merasakan anugerah gelimang-cemerlang kehidupan. Saat bahagia, mereka tak jumawa, sebagaimana Lantunan puja-puji Nabi Sulaiman AS, saat merasa dianugerahi kuasa, tahta dan kedigdayaan.
هذا من فضل ربي ليبلوني ااشكر او اكفر
Semua (kecemerlangan) ini hanyalah ujian dan pesan Tuhan, apakah aku bersyukur atau sebaliknya.

Baca juga:  Menguak Dimensi Tasawuf dalam Kehidupan Socrates

Semoga kita bisa meniru mereka para shaleh terdahulu dalam menyikapi situasi sulit dan memaknai anugerah. Sebagaimana juga Gus Dur di alam nyata modern ini memberikan rambu bagaimana menjadikan para shaleh sebagai teladan (uswah) bersikap dan model (qudwah) bertindak. Tentu tak mudah, tapi semuanya akan menjadi tak terasa, kalau sudah terbiasa, bukan?

Surabaya, 12 Desember 2023

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top