Kisah ini diceritakan oleh Ketua Umum PBNU Dr KH Idham Chalid pada tahun 1970-an pada instruktur kader NU di Cisarua Bogor Jawa Barat.
Pada tahun 1952 NU keluar dari Masyumi. Ketika itu KH Idham Chalid (30 tahun) sedang berada di Mekkah dan menerima telegram dari KH Wahid Hasyim, menyatakan bahwa perundingan buntu dan NU terpaksa keluar dari Masyumi.
KH Idham sempat dilematis, sebab di satu sisi beliau juga pimpinan top figur Masyumi di Kalimantan, dan disisi lain juga sebagai Sekjen NU. Namun beliau ingat pesan sang ayah, KH Muhammad Chalid, “Ham, ikutilah KH Abdul Wahab Chasbullah. Insya Allah kamu tidak sesat,” ini yang dipegangi KH Idham Chalid.
KH Idham bercerita, “Pada waktu di Mekkah saya bersama T Dalimunte bersama banyak dari kawan-kawan dari NU KH Dahlan, KH Masyhuri yang ada di Lasem sekarang ini, Kyai Husien Sumedang, mengumpulkam alim ulama NU dan beberapa jam’iyah sebanyak 41 orang, maka bersama-sama bertawaflah keliling Ka’bah, yaitu pada malam Jum’at. Seluruhnya berkumpul di rumah KH Dahlan di Mekkah itu, dan saya bacakan telegram ini, lalu bersama-sama ini nawaitu tawaf dan tabarruk minta petunjuk Allah mendoakan umat Islam Indonesia, dipimpin oleh almarhum Syekh Abdul Qadir Mandili min Akbari Ulama Indonesia guru dari semua jema’ah di Mekkah.”
Kyai Idham menambahkan, “Selesai tawaf berdoalah di Ka’bah itu, yang berdoa lebih dahulu beliau. Kemudian saya sebagai Sekjen Nahdlatul Ulama, dan saya berdoa: Ya Allah, Ya Tuhanku, Ya Rabbi, jikalau NU ini betul-betul akan membawa kebesaran kalimah Allah, dan jikalau jalan yang ditempuh oleh para pemimpin-pemimpin kami ini betul-betul sesuai dengan keridhaan-Mu dan akan menegakkan:
لترفع رعيته فأيد لنا يل رب واعط لنا قوة تستمر رضاك و تحت رعايتك بتوفيقك وهدايتك
Jikalau tidak, jikalau seandainya NU akan menjadi bencana bagi Umat Islam, Wahai Tuhanku, jikalau dia menyebabkan jatuhnya umat dan kebesaran dari pada kalimah Allah, minta dihancurkan sekarang juga, jangan sampai melangkah.”
Doa ini namanya ibtihal, itu doa terlalu berat sesungguhnya, sama dengan orang yang mendoakan anaknya: Hai Tuhanku, jikalau dia akan menjadi orang baik panjangkan umurnya, kalau tidak matikan sekarang juga. Demikianlah kisah seputar tawaf dan doa di Baitullah.
Lalu, sewaktu dalam perjalanan pulang dari Mekkah ke Indonesia, KH Idham Chalid istikharah di kapal haji, waktu itu yang jadi Menteri Agama Bapak KH Faqih Usman, orang-orang NU semuanya yang menjadi Pegawai KUA tidak ada yang berani tampil ke muka. Sedikit saja ada tanda-tanda akan memilih NU orang ini bisa dipindah, atau diturunkan pangkatnya.
Sewaktu mau turun dari kapal haji, masih di tengah laut, KH Idham Chalid berdoa di waktu subuh dalam istikharah, “Hai Tuhanku, berilah aku petunjuk sebelum aku turun dari kapal ini,” Maka seolah-olah ada satu petunjuk, “Siapa yang mula-mula naik ke kapal ini, itulah imammu.”
Rupanya Allah telah tentukan (takhsiskan) pada azal, mestinya memang begitu, rupanya memang begitu, rupanya KH Abdul Wahab Chasbullah ini menjemput Kyai Idham juga dan banyak lagi para tokoh di pelabuhan itu. Sesampainya beliau (Mbah Wahab) di pelabuhan ada bekas murid beliau bekerja, kapal Kyai Idham masih di tengah laut.
“Bapak Kyai mau menjemput siapa?” kata sang murid.
Mbah Wahab menjawab, “Mau menjemput Idham.”
“Mari Pak Kyai saya antar dengan motorboat.”
Diantarlah beliau ini ke kapal, dan berjumpalah Kyai Idham dengan Mbah Wahab.
Demikianlah, sedikit kisah yang pernah diceritakan KH Idham Chalid. Beliau menjadi Ketua Umum PBNU di usia 34 tahun tahun 1956, hingga tahun 1984. Berduet dengan KH Abdul Wahab Chasbullah Rais Aam Nahdlatul Ulama, hingga akhirnya mampu membawa NU selamat dalam menghadapi masa-masa pelik pada masa orde lama dan orde baru.