Syekh Mutawalli Sya’rawi di dalam kitab Tilka hiya al-Arzaq di halaman 42 menjelaskan perbedaan rezeki termasuk dalam perkara yang dikehendaki oleh Allah. Dengan demikian rezeki, dengan segala bentuknya, tersebar di antara hamba-hamba Allah. Jika seseorang memiliki kelebihan pada salah satu rezeki, dia harus mengembalikan sebagiannya kepada orang-orang (dalam bentuk zakat dan lain-lain). Maka rezeki adalah segala sesuatu yang bermanfaat, Allah berfirman:
وَاللّٰهُ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (Al-Baqarah: 212)
Marilah kita memahami makna . “بِغَيْرِ حِسَابِ ” “حساب” berarti hitungan “بغير حساب” artinya tanpa hitungan atau tanpa batas. Hisab atau hitungan berkonsekuensi pada penghitung dan yang dihitung. Allah adalah Dzat Maha Pemberi. Terkadang Allah memberi kepada manusia tidak berdasarkan kadar usahanya namun memberi lebih dari yang mereka bayangkan.
Ketika Allah memberikan rezeki kepada manusia, tidak ada kekuasaan yang lebih kuat menanyakan tindakan-Nya, “Ya Allah, kenapa Engkau memberi rezeki?” Allah memberi dengan kekuasaan-Nya. Maka, terkadang Allah memberi rezeki kepada seorang yang tidak beriman sehingga membuat seorang yang beriman terkagum-kagum. Namun, kenapa seorang mukmin tidak menganggap bahwa berbagai kebaikan yang berlipat ganda dan ketenteraman jiwa adalah pemberian Allah kepadanya. Hendaknya seorang mukmin memahami firman Allah,
وَاللّٰهُ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (Al-Baqarah: 212)
Manusia harus memahami bahwa perhitungan itu ada di tangan Allah, kenapa? Jawabannya kita dapatkan dalam firman-Nya,
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ بَاقٍۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِيْنَ صَبَرُوْٓا اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Apa yang ada di sisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Kami pasti akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.97. Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan. (An-Nahl: 96-97)
Sehebat kayanya seseorang, harta yang dimilikinya terbatas dan dapat dihitung. Sedangkan apa saja yang dimiliki Allah tidak terbatas dan tidak terkira banyaknya. Ketika seseorang sudah memahaminya, dia harus berpegang pada sebuah etika. Yaitu, mereka yang menyembah Allah dengan baik dia akan mendapatkan balasan yang lebih baik dari yang mereka usahakan. Perkara ini tidak terbatas pada urusan akhirat akan tetapi juga pada urusan dunia.
Kesimpulan
Perbedaan rezeki adalah bagian dari kehendak Allah dan merupakan ujian bagi hamba-hamba-Nya. Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki, tanpa batas dan tanpa perhitungan, sesuai dengan hikmah-Nya. Meskipun demikian, Allah tidak hanya memperhatikan upaya manusia dalam memperoleh rezeki, tetapi juga melihat takwa, amal saleh, dan keimanan mereka. Pemberian rezeki tidak selalu berdasarkan usaha fisik, namun juga disertai keberkahan bagi mereka yang menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam menghadapi tantangan perbedaan rezeki di masyarakat saat ini, penting bagi umat untuk mengembangkan kesadaran bahwa rezeki bukan hanya berupa materi, melainkan juga ketenteraman jiwa, keberkahan, dan kehidupan yang baik. Umat juga harus memahami bahwa rezeki duniawi bersifat sementara dan yang abadi adalah ganjaran di akhirat. Kesabaran, ketakwaan, serta amal saleh menjadi kunci untuk menghadapi ujian perbedaan rezeki ini, sambil tetap mengedepankan solidaritas sosial dengan berbagi (zakat, infak) agar kesenjangan rezeki tidak menjadi pemecah persatuan umat.