Sedang Membaca
Ayat Suci “Fali Nafsih”: Menebar Benih, Ia kan Menuai
Halimi Zuhdy
Penulis Kolom

Pengasuh Pondok Pesantren Darun Nun dan Guru BSA di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Ayat Suci “Fali Nafsih”: Menebar Benih, Ia kan Menuai

“Siapa yang menabur benih, Dia yang akan menuai hasilnya.” kata peribahasa. Kata-kata cantik ini memberikan pelajaran, apa yang dilakukan seseorang, hasilnya akan dinikmatinya. Bila perbuatan itu baik, kebaikan akan kembali kepada pelakunya. Demikian juga dengan perbuatan jelek.

Allah Sang Pengatur (Rabb) jagat raya ini, Sang desain yang Maha Sempurna, tiada sedikit pun gerak dan diam di jagat ini tanpa menejemen-Nya (Yudabbirul amro min as-sama’ wa al-Ardh).

Perintah dan larangan-Nya untuk kebaikan manusia. Segala aturan dari-Nya untuk keindahan dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhiratnya (Fiddunya hasanah qa fil akhirah hasanah). Karena tiada aturan yang dibuat, yang dibebankan, yang didesain untuk keburukan manusia. Bukankah Allah Maha Rahman dan Rahim?

Gerak alam raya bergerak dengan sepengetahuan-Nya. Sunnah Allah yang berlaku pada umat terdahulu dan yang akan datang tetap berlaku. “Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah”. QS. Fatir [35] : 43

Lanjutan Ayat di atas adalah “Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri….”

Menarik, apa yang dilakukan seseorang akan menuai sendiri. Perhatikan Ayat ini dengan menggunakan redaksi “Falinafsih” (kepada dirinya). Tanggung jawab pribadi menggunakan ibarat lebih kuat. Setiap diri membawa dirinya, dan akan mempertanggungjawabkannya prilaku dirinya.

Baca juga:  Sebuah Keyakinan

…فمن أبصر فلنفسه …(الأنعام آية ١٠٤)
“…Barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri…” (Al-An’am 104)

…من عمل صالحًا فلنفسه…(فصلت آية ٤٦)
“…Barangsiapa mengerjakan kebajikan maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri….”. (Fusshilat , 46)

…ومن شكر فإنما يشكر لنفسه…(النمل آية ٤٠)
“Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri..” (An-Naml, 40)

…ومن تزكى فإنما يتزكى لنفسه…(فاطر آية ١٨)
“…Dan barangsiapa menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri…” (Fathir, 18)

…ومن جاهد فإنما يجاهد لنفسه…(العنكبوت آية ٦)
“…Dan barangsiapa berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya sendiri…(Al-‘Ankabut, 6)

…فمن اهتدى فإنما يهتدي لنفسه…(الإسراء آية ١٥)
“…Sebab itu barang siapa mendapat petunjuk, maka sebenarnya (petunjuk itu) untuk (kebaikan) dirinya sendiri…”
(Al-Isra’, 15)

…ومن يبخل فإنما يبخل عن نفسه…(محمد آية ٣٨)
“…dan barangsiapa kikir maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri…”
(Muhammad, 38)

…فمن نكث فإنما ينكث على نفسه…(الفتح آية ١٠)
“…maka barangsiapa melanggar janji, maka sesungguhnya dia melanggar atas (janji) sendiri…”
(Al-Fath, 10)

…ومن يكسب إثما فإنما يكسبه على نفسه…(النساء آية ١١)

“…Dan barangsiapa berbuat dosa, maka sesungguhnya dia mengerjakannya untuk (kesulitan) dirinya sendiri…”
(An-Nisa’, 11)

…قد جاءكم بصائر من ربكم فمن أبصر فلنفسه و من عمي فعليها و ما أنا عليكم بحفيظ…(الأنعام آية ١٠٤)
“…Sungguh, bukti-bukti yang nyata telah datang dari Tuhanmu. Barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka dialah yang rugi. Dan aku (Muhammad) bukanlah penjaga-(mu)…
(Al-An’am, 104)

Baca juga:  Nasehat Ibnu Qodamah Terhadap Orang yang Suka Dipuji

Pada akhirnya beban apa pun itu akan ditanggung setiap jiwa. Bila ia kikir, ia sebenarnya kikir pada dirinya, dan akan mencelakakan dirinya. Bila ia bersyukur, juga pada hakekatnya bersykur untuk dirinya. Tiada setiap perbuatan yang diperbuat oleh seseorang terlepas dari pengawasan-Nya. Dan akan kembali kepada dirinya.

Bagaimana dengan takalif (beban) yang Allah berikan kepada hambanya, seperti salat, puasa, zakat, haji dan lainnya…sama adalah untuk kebaikan diri seorang hamba. Bila tidak dikerjakan, bukan hanya kerugian besar di dunia tapi juga diakhirnya.

Tanggung jawab setiap diri, seperti melihat cermin dirinya. Bila seseorang tersenyum, wajahnya di cermin juga akan membalasnya dengan senyuman manis. Tetapi, bila ia mencibir, cibiran di cermin itu juga akan tampak demikian.

Bila setiap individu dengan kediriannya (an-nafs) berlaku baik, tidak hanya akan dirinya yang akan menerima dampaknya tetapi kebaikan akan meronakan orang sekelilingnya dan orang banyak. Namun sebaliknya, bila duri ia tebar, tidak akan hanya mengenai dirinya ia akan berdampak kepada orang lain.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top