Di antara berkah yang diberikan Tuhan kepada manusia ialah ‘akal’. Berkah yang benar-benar luar biasa. Dengan akal, bahkan hanya dengan mendengarkan, seorang manusia dapat meninjau, mengamati, membedakan, dan memberikan kesimpulan terhadap apa yang terjadi, meskipun tidak melihatnya.
Dalam kitabnya al-Musiqa al-Kabir Imam Al-Farabi (870-950 M) menjelaskan potensi kombinasi “akal” dan “pendengaran” tersebut.
Ulama yang dalam dunia barat dikenal dengan nama latin Alpharabius tersebut membahas mengenai seni musik sebagai ‘buah’ kombinasi yang ditangkap lewat keduanya.
Musik memiliki banyak definisi, Aristoteles seorang filsuf Yunani (322-385 SM) mendefinisikan musik dengan curahan kemampuan tenaga, yang penggambarannya berasal dari gerakan rasa dalam satu rentetan nada, melodi, yang memiliki irama.
David Ewen (1907-1985 M) mendefinisikan musik dengan ilmu pengetahuan serta seni mengenai ritmik dan beberapa nada, baik vokal maupun instrumental yang mencakup melodi serta harmoni sebagai ekspresi dari segala hal yang menginginkan untuk diungkapkan, terlebih dalam segi emosional.
Dan masih banyak definisi lain mengenai musik, tapi dari semua definisi itu, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa inti dari musik itu suara yang menghasilkan nada, melodi, serta harmoni. Dalam artian maksudnya ialah “lagu”.
Dalam bahasa Arab, istilah kata “lagu” memiliki banyak varian lafadz, Al-Sima’ (السماع), Al-Ghina (الغناء), Al-Lahw (اللهو), Al-Lahn (اللحن), Al-Qaynah (Al-Qaynah), dan lainnya.
Syekh Thahir At-Thabari (348-450 H) dalam kitabnya Al-Radh ala Man Yuhibbu al-Sima’ mengatakan kata al-Ghina oleh bangsa Arab diucapkan untuk setiap lagu yang dinamakan oleh bangsa Arab dengan nama an-Nusb (النصب), Al-Huda’ (الحداء), juga pada setiap syiir yang diiringi irama musik.
Definisi Musik Al-Farabi
Dalam kitabnya, Al-Farabi mengartikan lafadz ‘Musik’ dengan makna ‘al-Alhan’ (Jamak al-lahn), Salah satu dari sekian istilah bahasa Arab untuk lagu. yang kalau diartikan secara leterlijk, harfiah memilki arti kumpulan beberapa suara yang menghasilkan lagu yang memiliiki melodi/irama yang khos.
Al-Lahn’sebenarnya memiliki beberapa definisi, diantaranya: Pertama, definisi Al-Farabi, ia menjelaskan kata tersebut terkadang digunakan untuk mendefinisikan kumpulan dari rangkaian suara yang berbeda-beda, yang kemudian disusun dengan rangkaian tertentu sehingga menghasilkan susunan irama. Kita bisa anggap maksudnya adalah suara alat musik.
Kedua, kata tersebut memiliki definisi kumpulan suara yang disusun dengan rangkaian tertentu yang kemudian disertakan dengan rangkaian huruf-huruf yang tersusun sehingga menghasilkan rangkaian lafadz yang bermakna.
Ketiga, al-Lahn juga bisa memiliki makna lain. Setidaknya ada enam makna: al-Khata’ fi al-I’rab (kesalahan dalam i’rab), al-Lughat (bahasa), al-Ghina (lagu), al-Fathanah (cerdas), at-Ta’ridh (singgungan), dan yang terakhir al-Ma’na (yang dikehendaki), dengan diantara nama lain musik ini, musik sering mendapat citra buruk oleh kalangan ulama, terutama ulama fikih, lihat kitab Al-Radh ala Man Yuhibbu Al-Sima’ karangan Syekh Thahir At-Thabari (348-450 H).
Definisi yang pertama adakalanya bisa dikatakan lebih umum, juga bisa dikatakan memiliki keserupaan secara materi dengan definisi kedua.
Definisi yang pertama dapat diartikan merupakan suara yang didengar dengan bentuk apapun. Sedang yang kedua dapat diartikan dengan rangkaian suara manusia yang memiliki irama, yang menunjukan makna tertentu, juga digunakan untuk berdialog.
Dalam hal ini musik, sebenarnya tersusun dari kedua komponen tersebut. Definisi pertama bisa kita contoh ‘alat musik’ yang digunakan, sedang yang kedua ialah suara, vocal, dari ‘vokalis’ yang bernyayi.
Al-Farabi menjelaskan bahwa, suara (lagu) yang dihasilkan mestilah termasuk dari hal-hal yang dapat dirasakan oleh panca indra, dikhayalkan, dan ditangkap oleh akal, karena kalau keluar dari ketiga hal tersebut, tidaklah mungkin suatu suara dapat dikatakan musik.
Bagaimana membuat lagu, menjadi komposer lagu? Seperti pekerjaan lainnya, bermusik merupakan kegiatan yang tidak akan lepas dari tiga hal, tandas Al-Farabi. Ketiga hal tersebut ialah: keadaan, malakah/bakat, dan yang terakhir adalah kesiapan sang komposer. Dan itu semua mesti berhubungan dengan akal.
Keadaan yang mendukung seseorang untuk membuat musik, bakat yang memungkinkan baginya untuk membuat musik/lagu, serta didukung dengan kesiapan sang komposer untuk membuat lagu. Oleh karena itu, seorang pemusik handal akan menggunakan akalnya untuk mendeskripsikan, mengekspresikan dengan benar apa yang ada dalam hatinya. Artinya, membuat lagu dan bermusik ria itu biasanya datang dan langsung dari ungkapan serta curahan apa yang dirasakan oleh si pembuat lagu, sama seperti para pujangga puisi.
Menurut Al-Farabi dalam menyampaikan lagu, seorang pemusik haruslah memenuhi dua syarat. Pertama, apa yang akan ia ungkapkan lewat lagu sudah terbayang dalam hatinya, dalam artian hafal lagu yang akan ia dendangkan, artinya seorang pemusik sama dengan penyair keumuman. Kedua, kesiapan anggota badan yang akan ia gunakan sebagai pengetuk lagu, tangan bagi pengiring lagu dan atur pernafasan bagi sang penyanyi.
Dengan semua komposisi yang membentuk sebuah lagu, setiap manusia mesti memiliki kemampuan baik sacara fitrah ataupun adat untuk membedakan antara lagu yang baik dan buruk, yang memiliki keselarasan bunyi dan tidak.
Lantas bagaimanakah seorang pemusik menyelaraskan dan membuat keserasian sehingga menghasilkan lagu yang baik?.
Jawabannya sederhana. Ia harus memiliki kepekaan terhadap apa yang ia dengar, dimana kepekaan tersebut haruslah dapat menjadikannya bisa merasakan lagu yang berpotensi dianggap baik dan enak didengar oleh manusia, sehingga ia tidak akan menganggap baik atau merasakan nikmat pada lagu-lagu yang secara potensi tidak layak bagi keumuman manusia.