Mushofa
Penulis Kolom

Pengasuh PP. Daarul Ishlah As-Syafi’iyyah, Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.

Ilmu Hikmah Bukan Ilmu Sihir

Kitab Syamsul Maarif

Adalah salah jika ada orang yang mengatakan ilmu hikmah adalah sihir. Lebih-lebih orang itu menjustifikasi kitab-kitab hikmah seperti Syamsul Ma’ârif, Manba’ Usûli al-Hikmah, Khazînah al-Asrâr, Mujarrabat Ad-Dairabi, Al-Aufaq dan lain sebagainya dianggap kitab sihir.

Bagi saya ini adalah penghinaan besar kepada para ulama’ yang benar-benar kredibel keilmuannya di bidang ilmu hikmah ini. Kitab-kitab itu bukan dikarang oleh dukun, atau ahli sihir yang difungsikan untuk mencelakai orang lain. Kitab-kitab itu ditulis oleh ulama’ yang tidak diragukan lagi kedalaman ilmunya. Al-Aufaq misalnya ditulis oleh ulama’ yang dijuluki “Hujjah al-Islam” yaitu al-Ghazali. Apakah al-Ghazali penyebar ilmu sihir? Sungguh keterlaluan jika ada kesimpulan seperti ini.

Terlepas dari perdebatan sebutan terhadap Ilmu hikmah, yang jelas kitab-kitab tersebut sama sekali tidak mengajarkan ilmu sihir. Ambil contoh misalnya kitab Syamsul Ma’arif karya Syekh Ahmad bin Ali al-Buni, beliau banyak menuliskan tentang khawwash al-Qur’an yaitu rahasia khusus yang ada di dalam ayat-ayat al-Qur’an. Yang mana rahasia ini tidak dimiliki oleh orang awam.

Misalnya dalam Syamsul Ma’arif, Al-Buni menjelaskan tentang keistimewaan dan khasiat bacaan “Bismillhirrahmanirrahim, sebagai berikut: (1) menyelamatkan pembacanya dari siksa neraka; (2) mendapat kemuliaan dan kewibawaan di langit dan di bumi; (3) meluluskan berbagai hajat; (4) menundukkan hati orang zalim dan hakim yang tidak adil; (5) selamat dari kebakaran dan perampkan; (6) mendatangkan rizki yang tidak disangkat; (7) mencerdaskan otak yang bebal; (8) menyembuhkan sakit kritis atau yang diakibatkan karena sihir, dan masih banyak lagi khasiatnya. Apakah ajaran seperti ini adalah sihir? Tentu bukan. Apakah ada larangan membaca ayat al-Qur’an untuk tujuan kesembuhan, misalnya? Tidak ada, yang ada justru anjuran.

Baca juga:  Fenomena Hijrah, Materialisasi Taubat, dan Kerawanannya (2/2)

Dalam al-Itqân fi Ulûmi al-Qur’ân, Imam Suyuthi menyitir hadis yang ditakhrij oleh Ibnu Majah dari Ibn Mas’ud yang artinya “wajib bagi kalian menggunakan dua obat, yaitu madu dan al-Qur’an”. Dalam hadis lain, riwayat Ali r.a. juga disebutkan “Sebaik-baiknya obat adalah al-Qur’an”. Lebih spesifik lagi, hadits yang ditakhrij oleh Imam Baihaki dari Abdullah bin Jâbir yang menjelaskan “Di dalam surah al-Fatihah ada obat untuk segala macam penyakit”. (al-Suyuthi, al-Itqân fi Ulûmi al-Qur’ân, cet. Daru al-Kutub al-Ilmiyyah, 2015, hal. 551).

Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas al-Qur’an tidak hanya berfungsi sebuah kitab suci, melainkan menjadi washilah bagi manusia dalam segala hajatnya. Ketika membaca al-Qur’an dan menggunakan al-Qur’an sebagai washilah, tentu permohonan seseorang kepada Allah Swt. tidak mungkin kepada syetan. Inilah yang membedakan dengan ilmu sihir.

Contoh di atas adalah permohonan dalam bentuk bacaan, lalu apakah memohon kepada Allah itu hanya dibatasi dalam bentuk bacaan? Tentu juga tidak. Doa juga bisa diwujudkan dalam bentuk tulisan atau simbol-simbol. Itulah kemudian yang disebut wifq. Wifq sendiri merupakan ilmu asrar al-huruf yaitu ilmu rahasia huruf-huruf. Wifq sendiri disusun dalam bentuk rangkain huruf, kata, angka yang dikontruksikan memuat cara kemunikasi dan hubungan transaksional dengan Allah Swt. Jadi, pendek kata bahwa wifq adalah doa dalam bentuk tulisan. Apakah semacam ini juga sihir? Tentu juga bukan.

Baca juga:  Ramadan, Quraish Shihab, dan Jodoh

Lalu, sihir itu apa? Jika meminjam penjelasan Hurmain, dalam artikelnya yang berjudul “Sihir dalam Pandangan Al-Qur’an” bahwa secara kebahasaan berarti perbuatan ajaib yang dilakukan dengan pesona dan kekuatan gaib (guna-guna, mantra, atau jampi) yang digunakan untuk tujuan tertentu, seperti penangkal dan mencelakai orang. Karena itu sihir bisa menimbulkan dampak beraneka ragam, seperti sakit, kematian, gairah sahwat, pesona dan keindahan yang menyesatkan.

Kemudian dalam praktiknya tukang sihir itu membaca mantera dengan menyebut nama-nama setan dan raja-raja jin agar timbul kesan seolah-olah mantranya itu dikabulkan oleh Raja jin. Atas dasar inilah, timbul anggapan yang merata dalam masyarakat bahwa sihir itu dibantu oleh setan. Jelas beda dengan praktik di atas. Oleh karenanya ilmu hikmah bukan ilmu sihir.

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
7
Senang
0
Terhibur
3
Terinspirasi
2
Terkejut
3
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top