Pada umumnya, kiai-kiai tradisional di nusantara biasanya diidentifikasi dengan kontribusinya dalam mengelola yayasan pendidikan dan pondok pesantren, dilengkapi dengan langgar, asrama santri, serta gedung madrasah di bawah naungan pesantren mereka. Dalam titik itu, Kiai Sahal Mahfudh merupakan sosok kiai yang unik. Beliau tidak hanya tercatat menjadi pengasuh pesantren dan menjadi direktur dari perguruan Islam yang bersejarah di Kajen, Pati. Namun, beliau juga dikena sebagai sosok kiai yang juga menginisiasi lembaga-lembaga sosial dalam berbagai bidang.
Beliau menginisiasi Rumah Sakit Islam Pati yang bergerak di bidang kesehatan, menginisiasi BPPM (Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat)-Pesantren Maslakul Huda dalam bidang pemberdayaan masyarakat, Panti Asuhan Darul Hadhonah untuk anak yatim dalam bidang sosial, serta BPR (Bank Pengkreditan Rakyat) Artha Hudha Abadi dalam bidang ekonomi. Kiprah Kiai Sahal dalam memberdayakan ekonomi mikro di daerah sekitar pesantrenya sejak tahun 1980-an, dirasakan manfaatnya oleh berbagai pihak.
Karena itu, mengkaji kiprah pemberdayaan masyarakat oleh Kiai Sahal menjadi sangat relevan untuk diangkat kembali. Bayangkan, apabila santri-santri di segenap nusantara memiliki paradigma dan bayangan perjuangan yang sama dengan apa yang dilakukan Kiai Sahal. Maka yang mungkin terjadi adalah, pesantren bukan hanya akan tercatat sebagai lembaga yang memberantas kebodohan umat, tetapi juga menjadi solusi bagi berbagai problematika umat, mulai dari ekonomi, sosial, kesehatan, dan sebagainya. Pesantren pun pada akhirnya mengukuhkan dirinya sebagai agen transformasi sosial di tengah-tengah masyarakat.
Pada hari Sabtu (29/01) lalu, segenap santri Kiai Sahal di Yogyakarta yang terhimpun dalam Keluarga Mathali’ul Falah (KMF) Yogyakarta, bekersama dengan PCNU Sleman, mengadakan seminar nasional bertajuk “Belajar dari Kiai Sahal” dalam rangka haul ke-7 KH. MA. Sahal Mahfudh dan Harlah ke-20 KMF Yogyakarta. Seminar nasional tersebut mengangkat tema besar belajar dari Kiai Sahal dalam berbagai perspektif, yakni perspektif fikih, perspektif sosial, dan perspektif politik. Seminar ini diisi oleh banyak tokoh nasional yang merupakan santri langsung maupun santri yang terinspirasi dari Kiai Sahal, seperti Gus Ulil Abshar Abdalla, Gus Ahmad Ishomuddin, Kiai Imam Aziz, Pak Marwan Ja’far, dan sebagainya.
Dalam sesi belajar dari Kiai Sahal perspektif sosial, KMF Yogyakarta mengangkat tema “Kontribusi Pemikiran Kiai Sahal dalam Pemberdayaan Masyarakat”. Tema ini dipilih, sebagai bentuk kesadaran dari para santri beliau, untuk muroja’ah/mengingat dan belajar kembali kiprah beliau dalam memberdayakan masyarakat, yang spiritnya dirasa masih relevan sampai sekarang. Dalam sesi ini, belajar dari Kiai Sahal dipandu oleh tiga santri terbaik Kiai Sahal dalam bidang pemberdayaan masyarakat, yakni Drs. KH. Imam Aziz (Staf Khusus Wakil Presiden RI), Lutfan Muntaqo, S.H. M.SI. (Wakil Direktur Program Pasca Sarjana UNSIQ Wonosobo), dan Ani Rufaida, S. Sos (Program Magister Sosiologi UGM Yogyakarta). Pada sesi ini, penulis berkesempatan menjadi moderator untuk memandu diskusi tersebut. Izinkan dalam kesempatan ini, penulis memberikan sedikit catatan hasil rangkuman diskusi tersebut.
Pemberdayaan Sosial & Ekonomi
Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (BPPM)-Pesantren Maslakul Huda berdiri sejak tahun 1979, hasil kerjasama antara Pesantren Maslakul Huda asuhan Kiai Sahal dengan Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3S). Biro ini diharapkan dapat mendorong terciptanya kehidupan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, baik di bidang sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan dan agama.
Di bawah lembaga ini, terbentuk ratusan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang bergerak di bidang perdagangan, peternakan, perikanan, dan lainya. Pada perkembangan selanjutnya, lembaga ini juga menginisiasi BPR Artha Huda Abadi, BPRS Artamas Abadi, Masda Digital Printing, Masda Grafika, dan Masda Catering (Wikisantri.id, 2021).
Program-program yang dilakukan lembaga tersebut berdampak pada masyarakat sekitar pesantren. Dampak yang bersifat abstrak yaitu terbangunya motivasi masyarakat untuk merubah nasib mereka. Sementara dampak kongkretnya adalah peningkatan pendapatan, peningkatan kualitas lingkungan, dan peningkatan kualitas ketrampilan (Ika Nurfaar RJ, 2008).
Menurut Ani Rufaida, kiprah pemberdayaan ekonomi yang dilakukan Kiai Sahal pada masyarakat sekitarnya, berangkat dari kepekaan dan sikap kritis beliau terhadap problem-problem sosial yang dialami masyarakat. Setelahnya, Kiai Sahal kemudian mengorganisir usaha untuk menyelesaikan problem-problem tersebut lewat lembaga sosial-ekonomi di bawah pesantrenya. Pengorganisiran tersebut dalam rangka mewujudkan kesadaran bersama pada masyarakat untuk menjadi lebih baik, serta memfasilitasi upaya transformasi ekonomi masyarakat tersebut. Ani Rufaida juga menambahkan, hal yang tidak kalah penting dari kiprah Kiai Sahal dalam pemberdayaan masyarakat adalah upaya beliau dalam pemberdayaan ekonomi perempuan, serta inisiasi beliau pada pendidikan kesadaran pemberdayaan perempuan, yang terwujud dalam program-program organisasi siswi Perguruan Islam Mathali’ul Falah seperti Taman Gizi.
Dalam proses upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat, Kiai Sahal berangkat dari dua teori yang sebenarnya sudah umum dalam ekonomi, namun sudah dengan luar biasa dipraktikkan beliau pada waktu itu. Dijelaskan oleh Kiai Imam Aziz, kedua teori tersebut adalah teori pengembangan kapasitas individu-individu masyarakat atau teori ‘memberi alat pancing ikan’, serta teori berbasis hak, dengan memperhatikan regulasi dan advokasi, atau teori ‘mengatur regulasi para pemancing ikan’.
Dalam teori pertama, ada lima komponen yang dilakukan Kiai Sahal untuk mengembangkan ketrampilan masyarakat sehingga menggairahkan ekonomi mereka, yaitu penanaman rasa untuk maju, pengembangan skill, penguasaan teknologi tepat guna, akses terhadap permodalan, dan membangun jaringan. Sedangkan teori kedua, adalah upaya untuk memastikan jalanya perekonomian sesuai dengan regulasi, agar tidak terjadi ketimpangan usaha antara usaha besar dan usaha kecil. Keduanya saling berkaitan, dan dilakukan Kiai Sahal sebagai upaya pengembangan ekonomi mikro masyarakat sekitar yang digagas pesantrenya.
Karakter Kiai Sahal
Luthfan Muntaqo menambahkan, kiprah pemberdayaan masyarakat Kiai Sahal tidak bisa dilepaskan dari karakter-karakter beliau sebagai kiai. Pernah menjadi Presidium Pesantren Maslakul Huda dan berkesempatan menjadi abdi ndalem Kiai Sahal, Luthfan menceritakan pengalamanya melihat kehidupan Kiai Sahal dari dekat. Menurutnya, Kiai Sahal merupakan sosok yang disiplin terhadap penataan waktu. Setiap hari, Kiai Sahal bangun jam 3 pagi untuk muthola’ah kitab sampai shubuh. Pada pagi hari, Kiai Sahal mengajar santri-santri, kemudian istirahat pada siang hari dan hanya bersedia menerima tamu pada sore hari.
Kiai Sahal juga merupakan sosok yang berprinsip dan berjiwa organisatoris. Beliau sangat detail memperhatikan surat-surat organisasi dari para santri. Kesalahan kecil dalam surat resmi pun akan dikritisi oleh beliau, hal ini sangat melekat pada ingatan santri-santri beliau. Kiai Sahal juga merupakan sosok yang sederhana. Sudah masyhur bagaimana kisah seorang Banser yang malah mempersilahkan beliau duduk di belakang pada suatu acara seminar, karena berpakaian yang ‘kurang meyakinkan’ sebagai Kiai Besar dengan kemeja dan sarung batik, padahal beliau adalah pembicara utama yang ditunggu-tunggu pada acara tersebut.
Dan yang terpenting, adalah karakter beliau sebagai sosok kiai yang secara konsisten dan komprehensif dalam mengamalkan ilmu agama yang beliau kuasai. Kiai dan para santri barang tentu sudah tidak diragukan lagi hafal kaidah-kaidah dalam ilmu agama untuk memberi kemanfaatan pada sesama. Namun, tidak banyak yang bisa mengaktualisasi pengetahuan itu ke dalam usaha-usaha pemberdayaan masyarakat selayaknya Kiai Sahal. Sehingga, berangkat dari sanalah kita mendapat jawaban kenapa kiprah Kiai Sahal dalam bidang pemberdayaan masyarakat bisa dibilang unik dibanding dengan kiai-kiai lainya.
Dalam peringatan haul tersebut, tentu diharapkan, peringatan haul yang diisi dengan kegiatan intelektual ini, bisa menginspirasi santri-santri Kiai Sahal, dan para seluruh santri NU secara umum, untuk meneladani kiprah beliau sebagai sosok kiai yang memberdayakan masyarakat sekitarnya. Sehingga, santri-santri yang nantinya akan menyebar ke dalam berbagai bidang perjuanganya masing-masing, nantinya bukan hanya mengajari umat bisa membaca Al-Qur’an, namun juga membuat ajaran Islam berkontribusi langsung dalam menyelesaikan problem umat. Serta tidak hanya mengajarkan umat membaca kitab kuning lewat utawi-iki iku, tetapi juga membuatnya dinamis dan teraktualisasi dalam kerja-kerja sosial. Menjadi santri yang bukan hanya mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, namun juga mendirikan lembaga-lembaga sosial, sebagaimana yang sudah diteladankan Kiai Sahal. Wallahu a’lam bish showab.