Sedang Membaca
Ulama Banjar (114): Prof. Dr. H. Alfani Daud
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ulama Banjar (114): Prof. Dr. H. Alfani Daud

Prof. Dr. H. Alfani Daud

(L. 28 Nopember 1933)

Prof. Dr. H. Alfani Daud dilahirkan di Kandangan pada tanggal 28 Nopember 1933. Ayahnya bernama Daud dan ibunya Asiah. Beliau memiliki tiga saudara, yaitu Noorsasi Efendi, Nurhayani, dan Ir. Adrias Mashuri, SU. Sementara istrinya bernama Nurhasny Muluk (asal Sumatera Barat).

Alfani Daud menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar (Sekolah Rakyat) di Banjarmasin (tamat tahun 1947) dan di SMIP di Banjarmasin (tamat tahun 1952). Kemudian ia berangkat ke Yogyakarta untuk melanjutkan studinya. Di kota ini ia memasuki Sekolah Guru dan Hakim Agama (SGHA) Jurusan Hakim Agama (tamat tahun 1956) dan IAIN Sunan Kalijagapada dan Selama kuliah di Yogyakarta ia bekerja sebagai pegawai staf Kantor Urusan Agama (1956-1960) dan pegawai IAIN Sunan Kalijaga (1960-1965).

Setelah menyelesaikan studi dan bekerja di Yogyakarta, Alfani Daud berangkat ke Jakarta. Di kota ini ia bekerja sebagai pegawai Direktorat Urusan Agama di Departemen Agama (1965-1972). Di samping itu, ia juga menjadi dosen luar biasa mata kuliah Agama Islam di IKIP Negeri Jakarta (1968-1972) dan pada Fakultas Teknik Universitas Krisnadwipayana Jakarta (1970-1972).

Pada tahun 1972 ia kembali ke Banjarmasin dan bekerja di IAIN Antasari. Dia diangkat sebagai Wakil Rektor di bidang Akademis dan Kemahasiswaan IAIN Antasari (1972-1976) dan juga menjadi dosen luar biasa di Fakultas Dakwah dan Fakultas Syariah di IAIN Antasari sejak tahun 1972. Pada tahun 70-an ini juga ia mendapat pendidikan dan pelatihan tambahan, di antaranya ikut Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi (SESPA) tahun 1975/1976, Program Pelatihan Penelitian Agama (1976/1977), Kursus Bahasa Belanda selama 4 bulan di Jakarta (1977/1978) dan mempelajari Islam di Indonesia di Leiden Belanda selama 1 tahun (1978/1979). Dengan selama empat tahun berturut-turut ia mendapat pendidikan tambahan secara berkesinambungan.

Pada tahun 80-an, Alfani Daud menjabat sebagai Ketua Lembaga Riset dan Survey (1980-1982). Pada tahun 1985 ia mengajar di Fakultas Ushuluddin dengan mata kuliah Sosiologi Agama. Pada tahun 80-an ini ia juga menempuh pendidikan S3 di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan baru lulus pada tahun 1991. Setelah menyelesaikan S3, Alfani Daud diangkat menjadi Rektor IAIN Antasari (1992-1996). Pada tahun 2000, setelah tidak lagi menjadi pejabat, Alfani Daud berhasil meraih gelar Guru Besar Ilmu Sosiologi Agama pada Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari. Pidato pengukuhan Guru Besarnnya berjudul “Beberapa Ciri Etos Budaya Masyarakat Banjar”. Prof. Dr. H. Alfani Daud, begitulah namanya ditulis setelah menjadi guru besar. Beliau merupakan sosok guru besar yang terbentuk dari kolaborasi seorang Sosiolog dan Antropolog.

Ada gebrakan Alfani Daud sewaktu menjabat Rektor yang dampak positifnya masih terus berlangsung hingga kini, baik bagi pimpinan maupun staf. Dan dalam hal ini apakah di tingkat biro administrasi umum akademik dan kemahasiswaan, ataukah di tingkat fakultas maupun unit kerja dan pusat-pusat yang ada di lingkungan IAIN Antasari. Gebrakan itu tak lain adalah komputerisasi, yang kala itu masih boleh dibilang langka, dan diterapkan di tahun-tahun pertama beliau sebagai Rektor. Pegawai yang bisa mengoperasikan komputer saat itu hanya dapat dihitung dengan jari. beliau membuat kebijakan untuk mengikuti tuntutan komputerisasi administrasi, semua pimpinan dan staf tertentu dikursuskan komputer. Kebijakan ini ditindaklanjuti pula dengan pengadaan beberapa unit komputer sesuai kebutuhan. Puluhan unit komputer didistribusikan ke semua unit dan bagian. Apalagi salah satu kebutuhan komputer tersebut untuk menjalankan aplikasi pengelolaan perpustakaan yang mempergunakan sistem INSIS. Kebijakan pengadaan komputer sudah ini saat itu mampu mengungguli Universitas Lambung Mangkurat.

Baca juga:  Pemikiran Kiai Ma’ruf Khozin: Fikih Milenial Perspektif Aswaja an-Nahdliyyah

Ada sementara mahasiswa yang menyatakan, sulit mencerna kuliah beliau. Memang dalam berbagai hal beliau memberi penjelasan yang menjelimat dan malah terkadang filosofis, namun ini sebenarnya lantaran kepakaran beliau memberi penjelasan berkenaan dengan mata kuliah yang bersangkutan. Beliau sangat menguasai, sehingga contoh yang diberikan selalu merujuk pada fenomena di masyarakat, dan sangat variatif.

Sayangnya mahasiswa tidak banyak yang bisa memanfaatkan kepakarannya tersebut, misalnya dengan bertanya, atau berdiskusi langsung dengan beliau. Padahal menjelang waktu kuliah berakhir, beliau selalu mengalokasikan waktu guna memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berdialog langsung. Dalam hal ini apakah dalam bentuk pertanyaan, tanggapan, masukan, penjelasan tambahan atau koreksi sekalipun.

Sosok kepemipinan Prof. Alfani Daud dapat dibilang sebagai figur yang low profile dalam arti dekat dengan bawahan, termasuk barangkali mereka yang disebut kalangan akar rumput (grassroot). Sebagai Rektor, beliau mudah diajak bicara, mulai dari yang formal, dinas, resmi hingga yang santai. Ketelatenan beliau yang lain lagi tampak dalam hal berpakaian, beliau selalu berbusana rapi, perlente, alias necis.

Sebagai ilmuan, Prof. Alfani Daud memang sudah dikenal publik, lebih-lebih dalam spesifikasi masyarakat Banjar dan budayanya. Beliau acap kali diminta hadir dalam berbagai temu ilmiah, entah sebagai pemakalah, pembanding, ataukah sebagai peserta biasa. Dari segi pembinaan intelektual, beliau memiliki semangat otodidak yang tinggi. Berbagai koran lokal maupun nasional jadi ‘santapan’ khusus beliau tiap hari. Begitu juga dengan buku, sepanjang beliau tahu ada buku atau literatur baru yang menjadi fokus kajian keilmuannya, nyaris tak pernah dibiarkan berlalu atau dilewatkan begitu saja.

Memberikan predikat ilmuan bagi seseorang memang bisa datang dari mana saja sesuai dengan penginderaan yang bersangkutan. Boleh jadi beranjak dari kekaguman lantaran kelebihan dan atau keluarbiasaan yang dimiliki oleh ilmuan tersebut. Atau bisa pula dari kreativitas dan hasil karyanya, entah dalam mengajar, mentransformasikan ilmu pengetahuan, berbagai informasi, penelitian ataukah karya tulis yang dihasilkan. Penilaian semacam ini boleh jadi ada yang relatif, namun tak mustahil pula ada yang positif dan objektif. Bagi beliau, agaknya kedua bentuk penilaian ini dikantongi beliau. Jika yang pertama dari para murid, kolega, sejawat atau rekan sprofesi; maka yang kedua ini datang dari negeri seberang alias manca negara yakni Martin van Bruinessen.

Baca juga:  Habib Muhammad Ba’abud Semarang: Makam Keramat dan Kisah Bom Belanda yang Gagal Meledak

Ilmuan yang concern pada tasawuf – tarekat dengan pendekatan symbolic anthropology dari negeri Kincir Angin ini pernah secara khusus menyurati beliau supaya bisa mencetak peneliti muda dengan semangat meneliti seperti dirinya. Dalam surat itu Martin banyak menggarisbawahi dan menerima usulan, gagasan maupun teori Prof. Alfani Daud sekitar paham tasawuf maupun tarekat di tanah Banjar khususnya.

Tatkala didemo ‘puluhan’ mahasiswa, sebagai Rektor Prof. Alfani Daud mampu menghadapinya dengan jiwa ksatria. Beliau tidak mau menggunakan ‘tangan besi’, tapi justru berusaha mengembangkan melalui naluri ilmuannya. Meski dengan pendekatan ini kasusnya jadi melebar, namun beliau puas sebab berhasil mendeteksi pemicu utamanya. Ternyata demo yang sesungguhnya tidak semata-mata ditujukan kepada beliau, tapi justru kepada petinggi lain yang dinilai mahasiswa memang diskriminatif, hipokrit dan tidak loyal pada tanggungjawab. Malah tertuju pula kepada karyawan dan dosen yang memang tidak jujur, atau minimal, tidak becus dalam melaksanakan amanah kepegawaian.

Kurang lengkap rasanya jika membicarakan Pak Alfani tanpa menyinggung keterlibatan beliau secara khusus di bidang keilmuan yang menjadi spesifikasi kajian beliau. Corak penelitiannya ketika menyusun disertasi untuk meraih gelar Doktor (S-3) di Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, bisa dibilang unik, sebab yang beliau teliti menunjukkan fenomena antropologi masyarakat Banjar, namun pendekatan yang dipilih adalah sosiologi. Karena itu jika boleh diberi predikat, tentu Sosiolog-lah yang paling dekat, akrab dan tepat untuk beliau. Tepatnya, sosiolog urang Banjar.

Ada banyak argumentasi yang bisa diketengahkan untuk mendukung kebenaran di atas. Pertama—ini yang paling dominan—setelah merampungkan penelitiannya, beliau berhasil melahirkan beberapa teori tentang fenomena antropologi-sosiologi masyarakat Banjar. Menariknya, teori itu masih bertahan dan bertengger dalam sejumlah perlakuan orang Banjar, baik dalam konteks sosial, ekonomi; dan lebih-lebih lagi dalam konteks tertentu yang bermuatan politis, alias kekuasaan. Inilah yang dinamakan oleh beliau dengan teori bubuhan. Teori bubuhan dalam paradigma beliau sangat khas dan nyaris tidak akan ditemukan pada masyarakat suku lainnya.

Dalam teori bubuhan, Prof. Alfani Daud membawa kita ke bidang religius. Dalam lapangan keagamaan ini Pak Alfani mengembangkan teori bubuhan dengan menurunkannya pada middle dan level rank theory. Inilah yang dinamakan beliau dengan teori “individualistik kompetitif”, yang dalam bahasa sederhananya bisa dimaknai dengan berpacu secara pribadi dalam rangka menimbun amal yang sebanyak-banyaknya. Dalam menjelaskan konsep ini beliau merumuskannya dalam bahasa bersahaja orang Banjar sendiri, yaitu memborong pahala. Ada sejumlah bubuhan masyarakat Banjar yang masih menerapkan teori ini, kendati secara kuantitas jumlahnya makin menyusut.

Baca juga:  Dakwah Lembut Habib Nusantara (4): Habib Husein Dan Konsep Islam Cinta

Ada banyak hal yang unik dan menarik dari sifat, sikap dan perilaku masyarakat Banjar yang berhasil diungkap Prof. Alfani Daud, terutama dilihat dari sudut pandang sosiologi-antropologi. Tak sia-sia beliau menghabiskan waktu berbulan-bulan, “turun gunung” keluar masuk kampung dalam rangka menghimpun data, menggali berbagai informasi, berbaur dan berintegrasi dengan berbagai strata sosial di masyarakat, demi menemukan apa yang diinginkan. Kini jerih payah Prof. Alfani Daud tersebut tentu saja menimbulkan kesan mendalam, atau malah melahirkan nostalgia tersendiri yang tak mudah dilupakan. Kita masih bisa mengikuti laporan dari “petualangan” yang mengasyikkan itu melalui buku beliau, Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar.

Buku yang terbit pertama kali dalam tahun 1997 tersebut diformat dalam bentuk hardcover dan edisi lux oleh PT Raja Grafindo Persada, kelompok penerbit terkenal dari grup Rajawali Pers, Jakarta. Buku setebal 605 ditambah xiv halaman ini, ketika pertama kali beredar langsung mendapat perhatian publik, terutama mereka yang memang concern dengan budaya masyarakat Banjar. Bagaimanapun juga harus diakui, buku seperti karya Prof. Alfani Daud ini sebelumnya tidak pernah ada, bahkan sekarang pun masih belum ada. Itulah sebabnya tidak heran, bila harian terbesar dan terkemuka di Kalimantan Selatan, Banjarmasin Post bekerjasama dengan Gramedia mensponsori bedah buku ini, Selasa 21 Oktober 1997.

Kesan pertama membaca buku Pak Alfani di atas, pembaca akan berkesimpulan bahwa budaya masyarakat Banjar itu dipoles oleh ajaran Islam. Paling tidak dalam khazanah budaya orang Banjar telah terjadi proses Islamisasi budaya. Jadi, bukan Islam yang menjadi agama mayoritas masyarakat Banjar telah terkontaminasi oleh budaya masyarakat yang bersangkutan. Fenomena seperti ini memang menarik didiskusikan, akan tetapi apa yang diketengahkan oleh beliau tersebut berhasil mendapat respon positif dari berbagai ilmuan, sarjana atau pemerhati budaya di daerah ini.

Nama Prof. Alfani Daud sebagai seorang doktor dan guru besar makin dikenal luas oleh masyarakat, termasuk masyarakat kampus, melalui buku beliau tersebut. Hal itu terbukti, setelah purna tugas, beliau masih diminta untuk menyampaikan makalah atau pokok-pokok pikiran berkenaan dengan budaya dan masyarakat Banjar. Karena itu, Prof. Alfani belakangan meski tidak lagi aktif sebagai dosen di Perguruan Tinggi yang pernah dipimpinnya, sekali-sekali tampil di forum ilmiah bergengsi seperti seminar, lokakarya atau simposium. Demikianlah aktivitasnya hingga beliau meninggal dunia pada tanggal 12 Januari 2006.

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top