Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Imam Bukhari dan Perawi Hadis Yang Membohongi Kuda

Imam Bukhari bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al-Bukhari. Lebih dikenal dengan nama Bukhari.

Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M) di Bukhara, Uzbekistan Asia Tengah. Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy.

Imam Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara’, maksudnya beliau sangat berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat syubhat (ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya haram.

Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-hadits sahih dalam satu kitab, di mana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7.275 hadits.

Dalam rangka riset untuk hadis-hadis Rasulullah, Imam Bukhari menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan biaya. Sebab beliau keliling dari satu negara ke negara lain. Perjalanan ke negara lain tersebut dilakukan dalam rangka mencari ulama yang masih ingat dan hafal hadis yang pernah disampaikan kepadanya.

Bisa dibayangkan betapa sulitnya proses riset tersebut sebab jarak penulisan hadis oleh Imam Bukhari dengan wafatnya Kanjeng Nabi Muhammad kurang lebih selama 200 tahun. Di sisi lain dulu Kanjeng Nabi Muhammad pernah melarang sahabat menulis sesuatu yang keluar dari Kanjeng Nabi selain Alquran. Sehingga hadis yang ada pada masa Imam Bukhari bukan yang tertulis melainkan yang dihafal.

Maka dari itu, Imam Bukhari sangat teliti dalam memilih hadis dan memilih perawi hadis. Beliau tidak mau menerima riwayat hadis dari orang yang pernah berbohong. walaupun kebohongan itu ditujukan kepada binatang.

Pernah suatu ketika Imam Bukhari bertemu dengan salah satu ulama perwawi hadis di suatu kota. Ulama tersebut memiliki seekor kuda. Pada salah satu kesempatan, pemilik kuda tersebut membawa ember sambil menggiring kudanya.

Baca juga:  Kota Islam yang Terlupakan (9): Bukhara, Kota Perawi Hadis hingga Saintis

Dia mengatakan, “Ngger… Berdiri, nggeeer…. ”

Kuda itu pun lantas berdiri mengikuti arahan empunya.

Imam Bukhari bertanya, “Ya Syekh, ngapunten. Apa di dalam ember itu ada makanan kuda sehingga kuda itu menurut padamu?”

“Oh, tidak ada. Aku cuma membodohi kudaku. Ember ini kosong.”

Mendengar ucapa perawi hadis tersebut, Imam Bukhari pergi pamit. Beliau tidak mau meriwayatkan hadis dari beliau lagi. Alasannya karena ulama tersebut membohongi kudanya. Bagi Imam Bukhari kebohongan tersebut tidak layak sehingga Imam Bukhari tak mau menerima hadis darinya. Walaupun yang diriwayatkan benar.

Dalam hal ini, Imam Bukhari menunjukkan untuk berhati-hati dalam menerima ilmu. Seorang guru haruslah orang yang jujur.

Beliau mencontohkan untuk tidak sembarangan mencari guru. Bahkan seorang yang membohongi kuda pun tak diterima riwayatnya. Apalagi membohongi orang. Sebab bagaimanapun, orang kecerdasan intelektual tidak cukup dijadikan sumber pengetahuan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top