Sedang Membaca
Gaya Hidup Orang Kaya: Belajar dari Sadio Mane dan Gus Dur Tentang Arti Kesederhanaan
Khairul Anwar
Penulis Kolom

(Tim Media Ansor Kota Santri, Alumni Pascasarjana UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan)

Gaya Hidup Orang Kaya: Belajar dari Sadio Mane dan Gus Dur Tentang Arti Kesederhanaan

1 A Sadio Mane And Mo Salah 3 2

Manusia di muka bumi ini, saya haqqul yakin, mayoritas memiliki media sosial pribadi. Eksistensi manusia memang saat ini tercermin dalam seberapa aktif dia bermedia sosial. Singkatnya, keberadaan seseorang akan diakui apabila ia bermain media sosial. Jika seseorang tak “beraksi” di media sosial, maka ia “hilang” dari peradaban.

Media sosial, tak dapat dimungkiri sangat berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Melalui facebook, twitter, instagram hingga whatsApp, seseorang bisa melakukan banyak hal, salah satunya pamer kehidupan mewah. Sebab, naluri untuk pamer bisa dibilang ada pada setiap orang. Nah, kebetulan, media sosial memang diciptakan buat tempat pamer.

Seringkali, di laman media sosial, kita pasti melihat umat manusia yang memiliki gaya hidup hedonis. Mereka memperlihatkan segala apa-apa yang dipunyainya di jejaring sosial. Bulan lalu, misalnya, ada perempuan asal Makassar yang mengekspos perhiasan emas 180 gram usai pulang haji. Itu baru satu contoh. Masih banyak contoh lain di sekitar kita.

Kehidupan glamor, hedon, materialis, atau apa-apa yang jauh dari kata ‘sederhana’, memang melekat dalam diri seseorang. Meski tidak semuanya, sih. Biasanya, orang yang sering memperlihatkan gaya hidup glamor adalah para artis, selebgram, influencer, pejabat, hingga anaknya para pejabat. Sebut saja, misalnya, Mario Dandy, anak pejabat pajak yang korupsi.

Bahkan, mungkin teman-teman kita sendiri juga banyak yang gaya hidupnya tidak sederhana. Sebab, untuk menjadi sederhana itu tak sederhana yang kita bayangkan. Apalagi, gaya hidup sederhana itu mungkin dianggap kampungan, norak, dan kurang bergengsi.

Saya punya teman, dia seringkali pamer barang-barang pribadi mewah, entah sepatu baru, jam tangan baru, tas baru, hingga motor baru. Ia memposting itu semua di medsos WhatsApp, juga instagram, dan kadang di facebook. Pikirku, dia lagi jualan. Ternyata nggak.

Selain teman ku tadi, tentu di luaran sana masih banyak manusia-manusia yang hidupnya jauh dari kata ‘sederhana’. Kalau tak percaya, tengok saja perilaku para pejabat di negeri ini. Mereka berlomba-lomba pamer barang mewah di tengah kesulitan yang dialami rakyat kecil. Saya tak perlu mencontohkan satu per satu. Anda bisa cek di mesin pencari dengan kata kunci ‘pejabat pamer barang mewah’, nanti muncul list pejabat mana saja yang berwatak demikian.

Baca juga:  Menambahkan Kata ‘Sayyidina’ di Depan Muhammad

Belajar dari Sadio Mane

Tentu saja, tidak semua orang hobi pamer gaya hidup megah. Ada kok, umat manusia yang meskipun ia telah kaya, sukses, bahkan punya kedudukan yang tinggi, ia masih berlaku hidup sederhana, jauh dari kata mewah. Jika boleh saya sebut, dua manusia itu adalah Sadio Mane dan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Siapa Sadio Mane? Dia adalah pemain sepakbola asal Senegal, sebuah negara di Afrika bagian barat. Sadio Mane beragama Islam. Dia pernah membintangi klub sepakbola Liverpool asuhan Jurgen Klopp saat merengkuh trofi Liga Champions 2019 dan Liga Inggris 2020. Pada musim 2022/23, Mane bermain di Bayern Munchen. Dan sekarang ia main di Liga Arab Saudi bersama Al Nassr.

Mane, panggilan akrabnya, memang dikenal sebagai pesepakbola yang cukup sederhana. Banyak cerita yang menunjukkan bahwa pemain 30 tahun itu memiliki gaya hidup yang tidak glamor meski dirinya telah bergelimang kesuksesan. Ia sama sekali tak terpancing dan berniat meniru gaya hidup glamor pesepakbola lainnya, seperti Neymar, Cristiano Ronaldo, atau Lionel Messi.

Bagi kalangan pesepakbola, Mane bisa dikatakan sebagai simbol kesederhanaan. Walau gajinya mencapai Rp 1 miliar per pekan, Mane tetaplah Mane, yang jarang berfoya-foya. Ia juga tak suka pamer-pamer barang mewah di media sosialnya. Merakyat, itulah salah satu karakter yang tercermin dalam diri Sadio Mane.

Mane membuktikan bahwa ia merupakan seorang yang taat beragama. Ia beberapa kali tertangkap kamera sedang sholat jamaah di Masjid yang ada di Kota Liverpool. Tak hanya itu, ia adalah pribadi yang pandai mengatur keuangan. Ia paham uang yang dimilikinya ada hak orang lain. Beberapa kali ia membantu pembangunan sekolah dan masjid di kampung halamannya, Desa Bambali, Senegal.

Baca juga:  Salat Lebih Baik daripada Allah

Selain terkenal sebagai pribadi yang dermawan, Mane, di sisi lain juga tak doyan belanja barang-barang mewah. Ini terbukti dengan hape yang ia miliki. Ia dalam beberapa kesempatan tak malu menenteng hape yang layarnya sudah pecah. Saat ditanya tentang layar hape miliknya yang pecah, Mane mengaku ‘akan memperbaikinya’ ketimbang membeli yang baru. Padahal, Mane bisa saja membeli hape baru dengan merek paling mahal dan terkenal.

Jangankan beli gadget baru, bahkan Mane mengaku tak ingin membeli barang-barang mewah seperti Ferrari dan pesawat jet pribadi meskipun dirinya mampu. Terkait keputusannya untuk tak membeli barang-barang megah, Mane punya alasan tersendiri.

Mane mengamalkan gaya hidup sederhana karena melihat langsung kemiskinan yang terjadi di sekitarnya. Khususnya di tanah kelahirannya yang berada di Bambali, Sedhiou, Senegal. Karena hal itu, Mane mengaku tak peduli untuk memanjakan dirinya dengan uang.

Itulah Sadio Mane. Pesepakbola dengan gaya hidup sederhana. Meski dibanjiri uang, dan diterjang popularitas, Mane tetap menjadi pribadi yang rendah hati. Suka menolong kaum mustadh’afin, dan tidak terlalu terpikat kemegahan dunia. Mane adalah salah satu perwujudan orang yang nggak banyak gaya.

Belajar dari Gus Dur

Jika Mane menjadi simbol kesederhanaan di dunia sepakbola. Maka lain halnya dengan Gus Dur. Gus Dur, kita semua tahu, adalah bapak demokrasi, pejuang toleransi, presiden ke-4 RI, ketua umum PBNU 3 periode dan lain-lain. Gus Dur tetap menjadi pribadi yang sederhana meski ia sudah jadi presiden.

Walaupun punya privilege, Gus Dur tetaplah Gus Dur. Sosok berkacamata ini dikenal luas sebagai pribadi sederhana dan apa adanya dalam urusan dunia. Gus Dur kerap tidak peduli dengan posisi dan jabatan strategis yang sedang disandangnya.

Baca juga:  Relativisme Budaya dan Kemunduran: Tanggapan terhadap Hamidulloh Ibda

Ada banyak kisah yang menceritakan kesederhanaan Gus Dur. Cerita kesederhanaan Gus Dur ini diungkapkan oleh beberapa teman dekat Gus Dur, seperti Gus Mus, budayawan Ahmad Tohari, hingga Priyo Sambadha (ajudan presiden Gus Dur).

Sebenarnya, kita sudah bisa mengidentifikasi sosok Gus Dur dari gaya berpakaiannya. Dari tampilan luarnya saja, kita sudah bisa menebak kesederhanaan Gus Dur. Dengan tampilan yang biasa, bahkan saat menjabat orang nomor satu di republik ini sekalipun, Gus Dur tidak membuat jarak kepada semua orang.

Sikap gaya hidup sederhana Gus Dur diimplementasikan dimana saja dan kapan saja. Misalnya, ketika Gus Dur memilih naik angkot dan berdesak-desakkan dengan masyarakat saat hendak ke Kantor PBNU Jalan Kramat Raya, meski dirinya kala itu menjabat sebagai Ketua Umum-nya. Kemudian, dalam kisah lain, ketika Gus Dur memilih tidur di lantai saat menginap di rumah Ahmad Tohari. Gus Dur, menurut Ahmad Tohari, adalah orang-orang besar, tetapi ia tidak meminta untuk diistimewakan.

Kesederhanaan Gus Dur dalam menjalani hidup juga ia ajarkan kepada anak-anaknya. Saat menduduki kursi kepresidenan, Gus Dur tak sudi memberikan fasilitas mewah pada putri-putrinya. Gus Dur sama sekali tak pernah memanfaatkan jabatan yang diembannya untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya. Ia adalah tokoh yang anti korupsi, tidak seperti kebanyakan pejabat lain di era sekarang.

Begitulah Gus Dur dengan segala kesederhanaannya. Menurut Muhammad Makhdum dari laman NU Online, kesederhanaan merupakan perwujudan dari sifat rendah hati atau tawadhu, yang merupakan salah satu poin penting dalam ajaran Islam.

Para kiai pesantren, oleh karenanya, senantiasa membagikan teladan kesederhanaan kepada semua santrinya. Tidak mengherankan jika para kiai dan santri, seberapapun tinggi pangkatnya di masyarakat, sepenting apapun jabatannya di mata publik, mereka semua tetap sederhana. Wallahu’alam bissawab.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top