Sedang Membaca
Mencari Wajah Perempuan Arab Saudi
Husein Muhammad
Penulis Kolom

Pencinta kajian-kajian keislaman, utamanya di bidang ilmu fikih, tema-tema keperempuanan, dan ilmu tasawuf. Menulis beberapa buku, aktif di pelbagai forum kajian, baik nasional ataupun internasional. Tinggal di Pesantren Darut Tauhid, Cirebon, Jawa Barat

Mencari Wajah Perempuan Arab Saudi

Tiga hari sudah aku berada di Mekkah. Tiap hari, aku pulang pergi jalan kaki menuju Masjidil Haram, tempat Kakbah berada. Aku bertemu dengan puluhan ribu manusia dari berbagai bangsa di dunia, laki-laki dan perempuan.

Mayoritas besar adalah laki-laki, mungkin 95%. Di antara kaum perempuan yang sedikit itu, aku mencari-cari wajah perempuan Arab Saudi, di Mathaf (tempat thawaf), di Mas’a (tempat sa’i), di jalan-jalan lalu lalang para peziarah yang tak pernah berhenti, siang dan malam. Aku tak menemukannya.

Aku hanya menemukan wajah perempuan Iran, Mesir, Turki, Azerbeijan, Kazakhstan, Uzbekistan, Cina, Sudan, Yaman, Uni Emirat, Kuwait, Pakistan, India, Bangladesh, Malaysia, dan tentu saja Indonesia, serta beberapa lagi.

Suatu hari aku diundang seorang teman yg sudah lama tinggal dan bekerja di Mekkah, untuk makan siang nasi Mandi. Aku naik taxi bersama dua teman menuju rumahnya di sebuah kompleks perumahan di bilangan Aziziah. Sepanjang jalan dan di kompleks itu aku tidak menemukan wajah perempuan Arab Saudi. Yang aku lihat adalah laki-laki.

Di Madinah

Kemarin aku di Madinah. Dini hari jam 04.30 aku ke masjid Nabawi. Jalan kaki dari hotel, sekitar 600 m. Sepanjang jalan menuju masjid, aku juga bertemu ribuan orang yang bergegas menuju tempat yang sama.

Baca juga:  Perempuan dalam Perspektif Islam dan Psikoanalisis (4): Lelaki Feminin dan Perempuan Maskulin

Aku menemukan wajah-wajah perempuan, tetapi bukan wajah perempuan Arab Saudi. Sampai di masjid puluhan ribu orang telah memenuhi tempat. Di dalam masjid itu aku hanya melihat laki-laki. Kaum perempuan di pintu lain yang dibatasi oleh tirai.

Usai salat aku menuju makam Rasulullah saw untuk ziarah dan menyampaikan salam kepada Rasulullah, Abu Bakar Shiddiq dan Umar bin Khattab.

Di sana sudah antri panjang, dan para peziarah sekedar lewat saja, sambil melambaikan tangan. Tak ada waktu untuk berhenti untuk berdoa, walau sebentar dan singkat. Di sini aku sama sekali tidak melihat seorang perempuanpun yang ikut antri. Aku tidak tahu kapan waktunya kaum perempuan bisa ziarah dan berdoa di depan makam Rasulullah yang mulia itu atau memang dilarang ziarah? Aku belum tahu.

Madinah, 26 Desember 2018

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top