Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ulama Banjar (165): Abdul Muis Basyri

Abdul Muis Basyri

(L. 18 September 1953)

Ulama yang memiliki nama Abdul Muis Basyri ini oleh jemaah biasa dipaggil dengan sapaan akrab Ustadz Muis. Beliau lahir di Barabai tanggal 18 September 1953.

Jenjang pendidikan dasar yang pertama kali dimasuki Ustadz Muis adalah Sekolah Rakyat (SR) di kota kelahiran, Barabai. Sebagaimana biasanya, pendidikan jenjang pertama ini dapat diselesaikan selama 6 tahun. Setelah tamat SR lalu masuk lagi ke Madrasah Ibtidaiyah Muallimin Martapura, di sekolah yang berbasis ilmu-ilmu keislamanan ini Ustadz Basri ketika itu dapat diterima di kelas 4, karenanya dalam tempo 3 tahun saja sudah selesai. Meskipun dihitung dari segi waktu beliau harus mundur selama tiga tahun, namun dari segi keilmuan hal itu sangat membantu dalam mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.

Setelah tamat dari Madrasah Muallimin Martapura, Ustadz Muis memasuki Pondok Pesantren Darussalam Martapura, di sini beliau langsung diterima di bangku Madrasah Tsanawiyah Darussalam. Dalam belajar beliau tidak memiliki kesulitan yang berarti, sehingga mampu menyelesaikannya dalam tempo 3 tahun. Guna meneruskan ilmu-ilmu agama islam yang sudah dipelajari, Ustadz Muis kembali melanjutkan ke madrasah Aliyah, juga masih di Pondok Pesantren Darussalam, Martapura, setelah tiga tahun belajar, beliau dinyatakan tamat.

Walaupun sudah berkonsentrasi menuntut ilmu pengetahuan pada tiga lembaga pendidikan, namun bukan berarti itu sudah cukup bagi Ustadz Muis. Sebagai seorang santri beliau ternyata merasa baru sedikit memiliki ilmu agama Islam. Oleh sebab itulah masih merasa perlu menggalinya lagi, untuk ini beliau memilih lembaga pendidikan yang berada di luar Kalimantan Selatan, beliau masuk Pondok Pesantren Datu Kelampayan di Bangil, Pasuruan Jawa Timur.

Baca juga:  Mbah Shodiq Kiai Sat-set (8): Kiai Tanpa Beban

Tidak tanggung-tanggung berada di Tanah Jawa dalam menuntut ilmu, karena di Pondok Pesantren Guru Bangil tersebut beliau bermukim selama 6 tahun. Itu pun masih ditambah lagi dengan belajar secara khusus dengan beberapa ustadz atau ulama yang mengajar di pondok tersebut. Dengan demikian riwayat pendidikan Ustadz Muis tidak hanya menuntut ilmu secara informal dan formal saja, melainkan juga secara nonformal dan dalam waktu yang relatif lama.

Bekal ilmu agama yang dimiliki Ustadz Muis demikian banyak dan malah dapat dibilang cukup dalam, karena digali dari pesantren ke pesantren, atau dari ulama ke ulama. Bekal pengetahuan agama ini lah yang kemudian memberanikan diri terjun ke dunia dakwah Islamiyah, memberikan pencerahan kepada umat, memberikan siraman rohani kepada masyarakat. Dalam hal ini terutama sekali terhadap mereka yang meminta dan membutuhkannya.

Itulah sebabnya dalam kegiatan sehari-hari sebagai ulama dakwah, Ustadz Muis sudah terbiasa aktif memberikan ceamah dan mengisi pengajian, baik di rumah-rumah maupun pada sejumlah majelis taklim. Sebagai contoh, pengajian kitab kuning dilaksanakan di rumah beliau sendiri setiap hari sebanyak 15 kali pertemuan kecuali hari Ahad. Kemudian setiap habis shalat Maghrib beliau juga mengisi pegajian di beberapa tempat selama satu minggu penuh.

Baca juga:  Ulama Banjar (92): H. Abdul Chalik Dachlan

Tidak hanya sampai di situ saja, akan tetapi masih ada lagi sehabis shalat Isya juga ada beberapa tempat pengajian yang diisi Ustadz Muis. Selain itu juga masih ada beberapa tempat lain lagi yang rutin beliau lakukan, yaitu mengisi pengajian di sore hari. Jadi dengan demikian kalau dijumlahkan, berarti pertemuan dalam 1 minggu 29 kali, 13 kali di rumah dan 16 di luar rumah.

Pada bulan Ramadhan sehabis shalat tarwaih mengisi kultum (kuliah tujuh menit) di Masjid Al-Istiqamah serta kuliah subuh Ramadhan di sejumlah masjid dalam kawasan kota Banjarmasin hampir sebulan Ramadhan. Aktivitas memberikan ceramah agama di bulan Ramadhan ini berlangsung setiap tahun. Ustadz Muis memang sudah sejak lama aktif mengajar, berdakwah dan mengisi pengajian, sehingga padatnya jadual itu bukan masalah.

Di antara tempat Ustadz Muis mengajar tersebut adalah seperti di Madrasah Mathlatul Anwar Kampung Jawa Martapura, Kabupaten Banjar selama beberapa tahun. Juga ikut menjadi pengelola dan sekaligus mengajar sebagai ustadz, bahkan memimpim pengajian di Pondok Pesantren Al-Istiqamah Pekapuran Raya Banjarmasin selama beberapa tahun. Bagi Ustadz Muis waktu sangat besar nilainya, jangan sampai disia-siakan, yaitu dengan cara memanfaatkan sebaik mungkin.

Dengan kepiawaian mengatur waktu, Ustadz Muis juga ikut bergelut di organisasi yakni sebagai anggota Nahdlatul Ulama (NU) Kota Banjarmasin dan diberikan kepercayaan bersama ustadz dan ulama lainnya duduk di Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Banjarmasin. Semboyan hidupnya adalah: “Membela agama dan menegakkan kebenaran”.

Baca juga:  Eksploitasi Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kiai Muhammad Al-Fayyadl

Dari pernikahan Ustadz Muis dengan isteri tercinta yang bernama Amalia, sudah memiliki 3 orang anak. Dua diantaranya laki-laki yaitu Muhammad Fuad, dan Abdul Hamid, sedangkan anak ketiga seorang perempuan diberi nama Luthfia Hani. Beliau dan keluarga tinggal di jalan Pekapuran Raya Gg Melati III Banjarmasin.

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)
  • Seandainya,pa ustad abdul muis basyri memiliki nama kecil fahru zaini iqluquo dan nama besar fahru zaini islalso;memiliki lahir tempat kota madiun propinsi jawa timur;memiliki profesi dosen,informan,gubernur jawa timur,presiden indonesia;memiliki gelar magister informasi cocok apabila dipasangkan dengan pa fahru zaini isnanto membentuk pola sukarno dan suharto.Sayang tidak mendekat dan mengenal.

Komentari

Scroll To Top