Beberapa bulan lalu, Kiai Bahtiar (Rais Syuriah PCINU Belgia) dan Mas Kiai Dr. Ayang Utriza Yakin mengabari saya terkait dakwah di Eropa. Kami berbincang terkait rencana pembangunan masjid Indonesia di Brussels yang diinisiasi teman-teman Nahdliyyin Belgia. Saya sampaikan siap untuk membantu khidmah pendirian masjid Indonesia di Brussels.
Saya ingat betul itu di jelang Ramadhan. Mas Ayang, seperti biasanya, selalu bergairah untuk berkhidmah dan menggerakkan semangat, dakwah an-Nahdliyyah, mengepakkan sayap kebhinnekaan, eh Islam moderat ke penjuru Eropa.
Waktu itu, dibentuk tim kecil untuk merancang fundraising untuk akuisisi bangunan yang akan dijadikan masjid Indonesia di Brussels. Beberapa teman menyiapkan program untuk eksekusi program. Ada beberapa milyar dana yang dibutuhkan. Tentu dana yang tidak sedikit bagi kami, para diaspora santri, yang sedang melalangbuana di berbagai negara.
Kiai Bahtiar menjelaskan bagaimana proses awal pendirian masjid itu. Ceritanya panjang dan penuh drama. Bahkan, kepanitiaan sempat vakum atau bahkan bubar dari rencana awal beberapa tahun lalu. Suasana yang rumit karena terkait ideologi dan pandangan-pandangan yang tidak sama. Sempat deadlock.
Bahkan, beberapa rapat juga terjadi ketegangan. Intinya, ada banyak pandangan dan pikiran yang belum segaris. Tapi bukan Kiai Bahtiar kalau tanpa solusi.
Beliau pasang badan, pasang dada. Siap mengawal untuk pendirian masjid. Ibaratnya, kalau ngajak gelut, beliau siap maju.
Saya bisa bayangkan, Kiai Bahtiar asal Sulawesi. Nahdliyyin tulen. Di Belgia, beliau bekerja di bidang bio-statistik. Suaranya menggelegar, juga khas orang Timur: to the point. Meski demikian, Kiai Bahtiar juga suka goyon, khas Nahdliyyin. Marathon rapat dengan beliau selalu asyik.
Nah, setelah Kiai Bahtiar pasang badan, kemudian diputuskan untuk bikin Yayasan Baru, yang diback-up teman-teman Nahdliyyin Belgia: Nusantara Cultural Center (NCC).
Kampanye untuk menggalang dana di akhir Ramadhan diputuskan. Banyak orang terlibat. Mas Ayang mengontak semua jaringan dan influencer sosial media yang beliau punya. Saya membantu untuk menayangkan rilis ke jaringan puluhan media nasional. Saya kontak satu persatu redaktur media yang saya kenal.
Dan, hasilnya: booooooom. Ramai.
Alhamdulillah, kampanye awal di Ramadhan lalu berhasil. Dana masuk via rekening NUCare Lazisnu pusat dan NCC Belgia. Ada ribuan warga dari pelbagai penjuru dunia membantu menyumbang. Bangunan untuk masjid proses terbeli. Satu langkah besar terlewati.
Tapi, ada tantangan lain menghadang.
Uang untuk membeli bangunan itu masih kurang 500an juta, serta kebutuhan untuk izin dan berbagai macam hal teknis. Juga, ada deadline hingga akhir Oktober 2021 untuk melunasi. Jika tidak lunas, maka kesepakatan bisa batal dan teman-teman Belgia bisa terkena penalti bayar denda yang banyak.
Dengan kekuatan jamaah, teman-teman Nahdliyyin Eropa bergerak. Gus Muhammad Rodlin Billah, Habib Husain Assegaf, Mbak Nyai Rina dan kawan-kawan PCINU Jerman bergerak untuk mengorganize fundraising tahap selanjutnya. Juga, mas Miftah, mas Anton dari Belgia, mas Shandy Adiguna (UK), mas Ahmad Afnan Anshori Belanda yang selalu gas pol.
Beberapa kali meeting digelar. Kami mengkonsolidasi barisan: Jerman, Belanda, Belgia, United Kingdom, Rusia/FREU, dan Turkey. Semua bersemangat menyumbang gagasan, mengeksekusi program bersama.
Dua pekan lalu agenda fundraising berhasil. Menghadirkan Prof. Quraish Shihab, Prof. Nadirsyah Hosen, Gus Baha, Gus Ma’ruf Khozin dan beberapa kiai lain. Kang Dr. Zastrouw Al-Ngatawi dan Mbak Rina yang memandu agenda dan lelang bersama untuk fundraising, menjadikan agenda sangat meriah dan segar.
Alhamdulillah, dana terkumpul ratusan juta. Meski di tengah pandemi, dalam suasana sulit, banyak orang yang menyisihkan untuk berderma. Tergenang air mata ketika mendengar tausyiah Abi Quraish Shihab dan Gus Baha, juga ketika memonitor WA group panitia terkait upadate dana yang masuk, baik dari donasi maupun lelang emas dan kaligrafi.
Saya teringat dawuh Kiai Wahab Chasbullah, yang berulang kali disampaikan Gus Yahya Cholil Staquf, bahwa kekuatan NU ini kekuatan meriam. Dan jangan pernah percaya jika ada yang menyatakan kekuatan itu hanya glugu kelapa. Percayalah dengan kekuatan jamaah dan jam’iyyah, akan menghasilkan kekuatan meriam.
“Kekuatan NU itu ibarat senjata adalah meriam, betul-betul meriam. Tetapi digoncangkan hati mereka oleh propaganda luar biasa yang menghasut seolah-olah senjata itu bukan meriam, tetapi hanya gelugu alias batang kelapa sebagai meriam tiruan. Pemimpin NU yang tidak mengerti itu tidak sadar siasat lawan dalam menjatuhkan NU melalui cara membuat pemimpin NU ragu akan kekuatan sendiri.” Begitu kredo Kiai Wahab Chasbullah.
Kekuatan Jamaah bila terkonsolidasi dengan jam’iyyah yang sistematis, akan menghasilkan kekuatan luar biasa. Inilah kekuatan Nahdlatul Ulama, sebagaimana yang saya pahami dan rasakan selama ini.
Sekali lagi, saya bahagia, bisa menjadi sekrup kecil, kecil sekali, di antara mata rantai pengabdian, khidmah an-Nahdliyyah. Hormat untuk semua kawan-kawan yang dalam ritme kesibukan luar biasa, tetap meluangkan waktu untuk berkhimah.
Dan dari kisah pendirian masjid Indonesia di Brussels, di jantung Eropa, saya merasakan betapa kekuatan NU itu meriam, betul-betul meriam.
Inilah ukhuwwah an-Nahdliyyah. Berkah melimpah.
Monggo, saya doakan kawan-kawan untuk bisa berkunjung ke Belgia, nanti shalat di masjid Indonesia di Brussel n silaturahmi dengan teman-teman Nahdliyyin Belgia. Amiin.