Suatu ketika Nasruddin kehabisan uang. Buat beli lauk pauk, beli lilin, beli susu yang murah pun, Nasrudin tidak mampu. Pokoknya Nasruddin ngenas sekali hari-hari itu. Lalu teringatlah Nasruddin ke tetangganya yang kaya.
Nasruddin keluar rumah untuk menemui tetangganya. Kebetulan tetangganya sedang kumpul-kumpul warga di balai desa. Setelah pertemuan selesai, Nasruddin langsung mengutarakan maksudnya, “Aku butuh utangan Sampeyan.”
“Loh mau dibuat apa kok sampai ngutang?” tetangganya yang kaya itu menjawab. Nasruddin menjawab, “Aku mau beli …. (sambil mikir).. mau beli kuda.”
“Sampeyan ini nggak punya uang, kok cari utangan beli kuda. Kalau uang saja tidak punya, Sampeyan tidak akan mampu memeliharanya. Mahal memelihara kuda itu,” jawab tetangganya yang kaya ini yang terus bicara mengenai kuda-kudanya.
Lalu, Nasruddin memotong penjelasan tetangganya ini, “Aku ini datang ke sini nungguin Sampeyan selesai kampanye, untuk minta uang, bukan minta dikasih nasehat!” Nasruddin ngeloyor pergi. Sang tetangga kaya itu tersinggung, tapi diam-diam membenarkan kalimat Nasruddin yang ngambek itu.
(Diadaptasi dari The Pleasantries of the Incredible Mulla Nasrudin karya Idries Shah, edisi 2015)