Sedang Membaca
Islam di Indonesia dalam Kacamata Fazlur Rahman (1)
Boy Ardiansyah
Penulis Kolom

Guru Madrasah, Mahasiswa Pascasarjana Institut Pesantren KH Abdul Chalim Pacet Mojokerto.

Islam di Indonesia dalam Kacamata Fazlur Rahman (1)

Fazlur Rahman Haidar Bagir

Jika sebelumnya penulis menyajikan tulisan tentang Fazlur Rahman dengan membedah disertasi Kyai Abd A’la, kali ini penulis ingin menyuguhkan kepada pembaca alif.id yang budiman tentang, bagaimana pandangan tokoh neo-modernisme ini terkait Islam di Indonesia?. Secara tidak langsung tokoh kelahiran Pakistan ini  punya pengaruh yang sangat kuat tentang perkembangan pemikiran Islam di Indonesia melalui tiga santrinya, yang kemudian disebut oleh Gus Dur, tiga pendekar Chicago.

Penulis sudah lama mencari refrensi terkait pandangan Fazlur Rahman tentang Islam di Indonesia. Karena dalam sebuah pengantar, Buya Syafi’i Ma’arif mengatakan dirinya dan Nur Cholismajid mendapatkan ijin tertulis dari Fazlur Rahman untuk menerjemahkan buku-bukunya ke dalam Bahasa Indonesia. Artinya, Fazlur Rahman ingin pemikirannya tersebar di Indonesia yang merupakan negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia ini.

Meski Indonesia sebagai negeri berpenduduk Muslim terbesar. Umumnya menurut Fazlur Rahman, dalam perbincangan-perbincangan umum tentang Islam, apalagi dalam pembahasan bidang-bidang khusus seperti hukum dan Pendidikan Islam, Indonesia sangat diabaikan. Ini disebabkan adanya kesan umum bahwa Indonesia adalah Kawasan Islam yang berada “di luar arus pemikiran intelektual’. Namun stigma di ini terkikis, baru-baru ini telah terjadi intelektual tingkat tinggi di Indonesia. Dalam bab sebelumnya di buku Islam dan Modernitas yang penulis syarahi ini, Fazlur Rahman telah mencatat kebangkitan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

Baca juga:  Ulama Banjar (166): Drs. Muhammad Idris. HM

Dengan tibanya masa kemerdekaan, Fazlur Rahman melihat, mulailah tahap khusus dan sangat dinamis di Indonesia. Tidak hanya dalam lapangan politik, tetapi juga dalam Pendidikan Islam. Meskipun demikian, Fazlur Rahman menyesalkan, tidak adanya buku yang menyeluruh ataupun sedikit saja yang memadai tentang sejarah Pendidikan Islam yang ditulis dalam Bahasa Barat. Rahman menyebut buku ‘sejarah Pendidikan Islam di Indonesia’ karya Mahmud Junus sangat bagus dan informatif, tetapi bagaimanapun juga hanya ditulis dalam Bahasa Indonesia.

Namun beberapa perkembangan pokok tertentu bisa dicatat. Pemerintah Indonesia selama beberapa tahun ini melancarkan program kajian ilmiah tentang Pendidikan Islam di Indonesia di mana kementrian pendidikan dan kementrian agama kedua-duanya terlibat, namun sedemikian jauh sedikit sekali yang diketahui mengenai usaha ini.

Sebagaimana halnya Pakistan dan Turki, dan hampir dalam waktu yang bersamaan, Indonesia terpaksa memulai Langkah baru dalam Pendidikan Islam dalam jalur-jalur modern. Kejeniusan Turki dalam berorganisasi telah menghasilkan struktur eksternal yang sangat bagus bagi Pendidikan Islam. Di Pakistan, seperti kita lihat dalam bagian yang lewat, walaupun banyak usaha yang dilakukan, namun perkembangan kehidupan intelektual Islam telah terhambat oleh beberapa factor.

Sementara di Indonesia, Fazlur Rahman melihat, walaupun Islam telah mengalami banyak sekali kesulitan di lapangan politik, namun usahanya di bidang Pendidikan nampak lebih berhasil. Fazlur Rahman membuktikan, Indonesia seperti negeri-negeri Muslim yang lain juga menghadapi masalah pokok dalam modernisasi Pendidikan Islam.

Baca juga:  Jejak Nadia Murad, Aktivis Hak Asasi Perempuan dari Irak

Masalah kelangkaan tenaga yang memadai untuk mengajar dan riset, dan bagaimana bagaimana memproduksi tenaga seperti itu. Karenanya, tak bisa dihindarkan lagi dilakukan percobaan-percobaan dalam penyempurnaan materi-materi pelajaran Islam klasik dengan pengajaran modern. Kedua mata pelajaran, Islam klasik dan modern dicampur dalam berbagai proporsi, tergantung apakah Lembaga Pendidikan yang bersangkutan termasuk dalam system Pendidikan umum (di mana dua jam pelajaran wajib diberikan untuk pelajaran agama Islam setiap minggunya sejak dari kelas empat hingga kelas dua belas, dan dimana dari kelas lima Bahasa Arab diajarkan), ataukah dalam system Muhammadiyah yang progresif, di mana pelajaran-peajaran keislaman mungkin melebihi pelajar umum semakin tingginya kelas). Ada juga aturan, yang nampaknya cocok untuk Sebagian murid, yaitu seorang pelajar. Belajar pagi hari di sekolah umum dan pada petang hari mengikuti Pendidikan madrasah. (Bersambung)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top