Wayang merupakan seni pertunjukan tradisional di Indonesia, dan UNESCO menetapkan sebagai warisan dunia pada 7 November 2003. Pagelaran wayang menggabungkan berbagai cabang seni, seperti pahat, musik, drama, tari, dan sastra menjadi pertunjukan yang menghibur dan mendidik.
Wayang beragam jenisnya, seperti wayang kulit, wayang golek, wayang orang, wayang klithik, dan varian lain sebagai bentuk wayang alternatif. Dari sekian banyak jenis wayang, wayang kulit cukup terkenal, terutama di kalangan masyarakat Jawa.
Meski begitu, wayang secara perlahan mulai pudar pengaruhnya di kalangan generasi muda. Menurut Sujiyono, seniman kerajinan wayang kulit di Yogyakarta, setidaknya, ada tiga faktor utama sebagai penyebabnya. Pertama, perubahan gaya hidup dan ragam hiburan. Generasi muda zaman sekarang yang lebih dikenal sebagai Gen Z dan Gen Alpha, lebih banyak terpapar hiburan modern. Sebut misalnya, berbagai hiburan yang mudah diakses melalui aplikasi atau berbagai platform media sosial.
Kedua, lambannya pertumbuhan para penerus di kalangan dalang, dan seluruh seniman pendukungnya. Profesi dalang dan seniman wayang membutuhkan ketekunan dan latihan secara rutin selama bertahun-tahun. Pada waktu yang sama, minat menekuni profesi dalang menurun di kalangan generasi muda.
Ketiga, pertunjukan wayang biasa digelar di waktu malam, bahkan tidak jarang sampaui dini hari. Kebanyakan masyarakat, khususnya generasi muda lebih cenderung memanfaatkan waktu malamnya untuk mengembangkan kreatifitas, dan ngobrol di berbagai kafe yang menjamur.
Hilangnya wayang memiliki dampak signifikan bagi masyarakat secara nasional. Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan, Kemendikbudristek RI mengatakan hilangnya budaya nasional tak sekadar soal kehilangan tradisi, tetapi juga hilangnya identitas bangsa, dan peluang penguatan ekonomi nasional.
Lebih dari itu, wayang sebagai sarana mengajarkan prinsip-prinsip moral, sejarah, dan filsafat kehidupan turut sirna pula. Contoh, Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai media dakwah menyebarkan agama Islam, dengan memasukkan atau menyisipkan cerita-cerita Islam mengenai cara pandang terhadap kehidupan, manusia, kebersamaan, dan kepedulian terhadap sesama.
Upaya pelestarian
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan telah memandatkan berbagai upaya penyelamatan karya-karya budaya, termasuk wayang, melalui berbagai strategi. Dalam menghadapi persoalan wayang di kalangan generasi muda, ada berbagai langkah dalam melestarikan dan menghidupkan kembali pewayangan.
Dalam menjawab tantangan digital dan jam pertunjukan wayang, bisa mengembangkan model pertunjukkan wayang melalui media digital dalam berbagai platform media sosial, misalnya Instagram, Youtube, dan Tiktok. Dengan begitu, generasi muda bisa melihat kapan pun dan di mana pun.
Kurangnya penerus dalang, pemerintah sudah seharusnya terus memberikan dukungan anggaran secara khusus. Sebab, merawat grup wayang tidak lah murah, tidak semua mampu membiayainya. Dukungan ini bisa dalam bentuk pemberian dana langsung, dan berupa penyelenggaraan festival dalang sebagai cara mencari peminat generasi penerus.
Langkah strategis lainnya, mendekatkan generasi muda pada wayang melalui program edukasi. Misalnya, membawa para generasi muda tinggal bersama seniman wayang dalam waktu tertentu. Mereka bisa belajar secara langsung kepada para seniman dan pelaku kesenian wayag. Pengalaman langsung semacam ini dapat menumbuhkan rasa peduli dan minat terhadap budaya wayang.
Pada akhirnya bentuk-bentuk kolaborasi berbagai kalangan akan mampu menjawab berbagai persoalan wayang di kalangan generasi muda melalui pembagian peran-peran sesuai dengan kerja-kerja dan tanggung jawab.***