Abdullah Hamid
Penulis Kolom

Alumni Pesantren Tebuireng Jombang. Sekarang tinggal dan berkhidmat di sejumlah pesantren Lasem, Rembang, Jawa Tengah

Menelusuri Lokasi Makam Sultan Benawa atau Sayyid Hasyim Lasem

1 A Kuburan

Kita tahu, tiap jelang Ramadang, di Jawa, mungkin di pulau lain, ada tradisi yang dinamakan Nyadran. Nyadran umumnya diartikan, berupa melakukan ziarah kepada orang tua atau sesepuhnya yang telah meninggal. Namun secara khusus bisa juga diartikan, pembacaan manuskrif, atau juga membolak-balik kitab sejarah tentang asal-usul suatu leluhur.

Saya, baik sebagai santri ataupun sebagai Pengelola Perpustakaan Masjid Jami Lasem, menjelang datangnya bulan suci Ramadan ini, menjalani Nyadran secara sepi, tidak boleh mengajak orang banyak untuk ziarah karena pandemi corona. Namun rupanya ini bikin nambah khusyuk: ziarahku dan penelusuranku atas manaqib. 

Berawal tahun 1996 dari pencarian KH Mas Muhammad Nur Desa Mbranjangan Surabaya asal Kampung Dresmo Surabaya keturunan Sayyid Sulaiman Basyaiban Mojoagung. Beliau memiliki pengetahuan nasab dan kasyaf. Tampak sesuatu yang ghaib melalui mata hati. Ia seolah-olah tampak dengan mata kasar. Atas izin Allah Swt akhirnya sampailah beliau di makam tersebut, yang terletak di Selatan Masjid Jami Lasem. Beliau juga bertemu dengan H. Slamet Panitia Pembangunan Masjid masa itu.

Beliau menyatakan ke Pak Slamet bahwa ini makam “Sayyid Hasyim Pangeran Benawa”. Kemudian memberikan sejumlah uang kepadanya untuk pembangunan makam tersebut. 

Di utara Masjid Jami Lasem sudah masyhur terdapat makam Mbah Sambu bin Pangeran Benawa bin Joko Tingkir atau Sultan Pajang Hadiwijaya. Dan di barat Masjid terdapat makam mertua Mbah Sambu, yaitu Adipati Lasem Tejokusuma I atau Mbah Srimpet menantu Sultan Hadiwijaya. Logis, jika makam Pangeran Benawa berdekatan anak dan besannya. Juga di Desa Leran Kec.Lasem terdapat makam putra lainnya Pangeran Benawa yaitu Mbah Abdur Rohim atau Sumohadinegoro ayahanda Kiai Mutamakkin Kajen.

Baca juga:  Ziarah: dari Makam ke Makam

Kiai Mas Muhammad Nur kemudian silaturahim kepada Mbah Abdurrahim Nadzir Masjid Jami Lasem sambil menunjukan lembaran berisi susunan silsilah Sayyid Hasyim, disaksikan Gus Zainul menantunya. 

Dari jalinan silaturahim Kyai Mas Nur tersebut kemudian mengundang KH. Abdurrahim Nadzir Masjid yang juga Pengasuh Pesantren Al Fahriyah (Pesantren ayahanda Kyai Hamid Pasuruan. KH. Abdurrahim atau Mbak Him merupakan adik kandung Kiai Hamid Pasuruan, asal Lasem. Keduanya putera KH.Abdullah Umar) untuk menghadiri Haul KH. Mas Muhibbin Dresmo, orangtuanya Kiai Mas Muhammad Nur yang dikenal masa hidupnya Ulama yang jadug (sakti, bahkan konon anti peluru). 

Di dalam perjalanan pulang dari Dresmo menghadiri haul, H. Slamet bercerita kunjungannya kepada Gus Syihab/Gus Zaim. Kemudian cucu Mbah Ma’shoem Lasem tersebut balik menceritakan dahulu Mbah Nyai Nuriyyah Ma’shoem yang dikenal wali perempuan guru Kiai Hamid Pasuruan pernah sowan ke KH Mas Muhammad Nur di pesantrennya. Merasa heran selama di sana dilayani wanita cantik-cantik. Saat ditanya siapa, dijawab itu santri-santrinya yang dari golongan jin. Mendengar itu akhirnya Mbah Nuriyyah segera pamit pulang. 

Selama beberapa tahun ini di makam Sayyid Hasyim tersebut berkala ada yang rutin ziarah ke makam tersebut, berasal dari Mojokerto. Bahkan pernah rombongan sekeluarga dari Surabaya dan Jombang ziarah. Ketika saya tanya, mereka mendapat informasi keberadaan makam tersebut dari Gus Hakam bin KH. Kholiq Hasyim melalui anaknya yang mondok di Pesantren Tebuireng. Disebutkan itu leluhur Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari.

Baca juga:  Dari Persia ke Jawa

Gus Dur yang waktu masih menjadi presiden sempat ke Pesantren Al Hidayat Lasem itu pernah mengatakan adalah aneh jika ada orang NU yang tidak mengenal Mbah Sambu. 

KH. A. Hamid Baidlowi Lasem pernah menyampaikan kepada saya bahwa Sultan Benawa ayah Mbah Sambu bukanlah tipe raja yang berambisi melanggengkan kekuasaan. Beliau cenderung sebagai ulama, keturunannya banyak yang menjadi ulama besar. Tersebar luas terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Setelah Kiai Mas Muhammad Nur wafat beberapa tahun lalu, baru Agustus 2019, saya bersama Gus Zainul, dan H.Slamet mencoba menelusuri lebih jauh, paling tidak mengkonfirmasi ke putra Kiai Mas Muhammad Nur, yaitu Kiai Mas Ali Jakfar di Branjangan dan Kiai Mas Sulaiman di Dresmo Surabaya. Juga silaturahim ke Kiai Muslih Pacet Mojokerto, asal Sedan, Rembang. 

Mereka menceritakan Kiai Mas Muhammad Nur masa hidupnya akrab dan sering memiliki tujuan ziarah yang sama dengan KH. Abdul Hakam bin KH. Abdul Kholiq bin Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari Tebuireng.

KH Abdul Hakam atau Gus Hakam menceritakan, pada tanggal 16 Maret 2020 Gus Hakam berziarah ke Makam Sayyid Hasyim Komplek Masjid Jami Lasem berkursi roda didampingi keluarga besarnya berkendaraan mobil. Setelah ziarah, ditemui H. Abdul Muid Ketua Takmir sambil memintakan doa restunya atas pembangunan kembali Komplek Makam Sayyid Hasyim. 

Baca juga:  Perang Ide, Radikalisme, dan Film Religi

Di dalam catatan literatur Tebuireng yang dimiliki penulis selaku alumni, disebutkan leluhur Tebuireng adalah keturunan Mbah Sambu bin Benawa bin Joko Tingkir.

Sebagai catatan tambahan sekaligus penutup, diinformasikan dalam buku yang ditulis oleh Dr. Zainul Milal Bizawie digambarkan bagan Silsilah Syaikh Mutamakkin Kajen Pati disebutkan bahwa putra Sumohadinegoro bin Muhammad Hasyim atau Sunan Benawa bin Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya. Silsilah tersebut sama dengan yang dimiliki keluarga Dr. KH. Ubaidillah Ahmad Pamotan asal Kajen.

Adapun dalam Naskah Selo Pelang disebutkan silsilah Mbah Sambu/Raden Alip bin Benowo Muda bin Benowo Kering (Joko Tingkir) bin Ki Pengging. Sedangkan Naskah Kajoran menyebutkan silsilah Mbah Sambu bin Benowo bin Joko Tingkir bin Kebo Kenongo. Akhirul kalam, wallahu a’lam bish-showab. Ilaa hadhrati Sayyid Hasyim wa Alihi, Lahumul Fatihah…..

Lasem, 14 April 2020

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Scroll To Top