Pada masa Nabi Musa, di antara sekian kaumnya terdapat salah seorang (sebut saja Fulan) yang sudah berumur lebih dari 500 tahun. Ia adalah termasuk seorang ahli ibadah. Ketekunannya dalam beribadah kepada Allah melebihi umat Nabi Musa liannya. Artinya, ketika berbicara siapa paling kuat dan rajin beribadah tentulah orang-orang (umat Nabi Musa) akan menjawab Fulan.
Dikutip dari buku Kumpulan Kisah Teladan karya M. Hasballah Thaib dan Zamakhsyari Hasballah, suatu ketika Nabi Musa berkeinginan untuk melihat keadaan umatnya. Setelah berkeliling, di pertengahan jalan beliau mendapati seseorang yang sedang beribadah kepada Allah. Kemudian Nabi Musa mendekati dan menyapanya. Karena dia (orang yang ahli ibadah) merasa dirinya paling top (menjadi orang nomor satu dalam hal ibadah) di antara kaum yang lainnya. Maka dia memberanikan diri untuk menyodorkan sebuah pertanyaan kepada Nabi Musa perihal ibadahnya.
“Wahai Musa AS aku telah beribadah kepada Allah selama 350 tahun tanpa melakukan perbuatan dosa sedikit pun. Lalu dimanahkah Allah akan meletakkanku (memasukkan) di surga-Nya?”
Dengan gagah-berani, ia mengatakan tolong sampaikan pertanyaanku ini kepada Allah. Nabi Musa mengabulkan permintaan orang tersebut.
Sebagai seorang utusan, ketika dimintai pertolongan oleh umatnya tentu beliau merasa bahagia. Nabi Musa pun kemudian bermunajat memohon kepada Allah agar memberitahukan di akhirat kelak, umat yang rajin beribadah ini ditempatkan di mana. Lalu Allah berfirman, “Wahai Musa (AS), sampaikanlah kepadanya bahwa Aku akan meletakkannya di dasar neraka-Ku yang paling dalam.”
Setelah itu, Nabi Musa memberitahukan kepada orang tersebut perihal apa yang tengah difirmankan Allah kepada beliau. Seketika, ahli ibadah itu tercengang mendengar perkataan Nabi Musa. Dengan perasaan sedih berselimut gundah ia beranjak dari hadapan Nabi Musa. Tampaknya jawaban itu terus menyelimuti dirinya hingga larut malam.
Namun yang menarik darinya, ia tidak sekadar memikirkan nasib dirinya sendiri. Akan tetapi juga mulai memikirkan bagaimana nasib para saudara-saudaranya, teman, dan orang lain yang baru beribadah selama 200 dan 300 tahun. Bahkan, terhadap orang-orang yang lebih sedikit darinya beribadah kepada Allah dimanahkah mereka kelak di akhirat akan ditempatkan.
Keesokan harinya, seorang ahli ibadah itu menjumpai Nabi Musa kembali sembari berkata kepada beliau “Wahai Musa AS, aku rela dimasukkan Allah ke dalam neraka-Nya yang paling dalam, akan tetapi aku meminta satu permohonan lagi. Aku mohon agar setelah tubuhku ini dimasukkan ke dalam neraka, maka jadikanlah tubuhku ini sebesar-besarnya. Sehingga seluruh pintu neraka tertutup oleh tubuhku ini, agar tidak ada seorang pun yang akan masuk ke dalamnya”.
Nabi Musa pun kemudian menyampaikan kembali permohonan orang tersebut kepada Allah. Setelah mendengar apa yang tengah disampaikan oleh Nabi Musa. Maka Allah berfirman, “Wahai Musa (AS) sampaikanlah kepada umatmu itu bahwa sekarang Aku akan menempatkan dia di surga-Ku yang paling tinggi.”
Dari kisah ini, kita dapat mengambil hikmah bahwa: sedahsyat dan sehebat apapun ibadah yang dilakukan seorang hamba kepada Tuhan-Nya, tidak dapat menjamin keselamatan seseorang. Pun tidak dapat dijadikan sebagai parameter untuk memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Allah. Melainkan adalah dengan memperoleh rahmat dari Allah. Sebagaimana hadis Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah bersabda:
لا يذخل أحدا منكم عمله الجنة، ولا يجيره من النار، ولا أنا إلا برحمة من الله
“Tidak ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surga dan menyelamatkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan memperoleh rahmat dari Allah.” (HR. Imam Muslim) Wallahu A’lam.