Sedang Membaca
Kiai Said, Ketum PBNU dengan Empat Rais Aam
Ayung Notonegoro
Penulis Kolom

Penggerak di Komunitas Pegon untuk mendokumentasi, meneliti, dan mempublikasi khazanah pesantren di Banyuwangi. Bisa ditemui di akun Facebook Ayunk Notonegoro

Kiai Said, Ketum PBNU dengan Empat Rais Aam

Per 22 September 2018, Nahdlatul Ulama kembali memiliki Rais Aam baru. KH. Ma’ruf Amin yang mendapat amanah sebagai Rais Aam berdasarkan hasil Muktamar ke-33 di Jombang pada 2015 lalu, resmi mengundurkan diri. Ia berhalangan tetap karena akan menjadi (calon) Wakil Presiden mendampingi Bapak Joko Widodo.

Berdasarkan hasil sidang pleno, KH. Miftachul Akhyar selaku wakil rais didapuk untuk menggantinya.

Dengan ditetapkannya KH. Miftachul Akhyar sebagai “Pejabat (Pj) Rais Aam” mengukuhkan juga Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj sebagai Ketua Umum PBNU yang berduet dengan rais aam terbanyak. Selama menjadi ketua, Kiai Said sudah merasakan empat kali dipimpin oleh rais aam yang berbeda.

Pertama kali Kiai Said ditetapkan sebagai Ketum PBNU pada Muktamar ke-32 di Makassar (2010), ia berdampingan dengan KH. Ahmad Sahal Mahfudz yang telah ketiga kalinya terpilih sebagai rais aam. Namun di tengah masa khidmatnya, Kiai Sahal dipanggil keharibaan Allah Swt pada 25 Januari 2014.

Setelah wafatnya Kiai Sahal, posisi rais aam dijabat oleh KH. Mustofa Bisri. Gus Mus – sapaan karib Kiai Mustofa – ditetapkan berdasarkan hasil Rapat Pleno PBNU 3 Maret 2014. Penetapan ini merujuk pada Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama Bab XV Pasal 48 ayat (1) yang mengamanatkan seorang wakil rais Aam bisa ditetapkan sebagai rais aam ketika sang rais berhalangan tetap.

Baca juga:  Syekh Umar Sutadrana dan Aurad Muhammadiyah

Kepemimpinan Gus Mus bertahan hingga pelaksanaan Muktamar ke-33 NU di Jombang. Proses pemilihan rais aam yang menggunakan sistem Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) itu, awalnya kembali mengamanatinya sebagai Rais Aam. Namun, pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang itu tak berkenan. Akhirnya, AHWA memutuskan KH. Ma’ruf Amin.

Kiai Ma’ruf sendiri, sebagaimana diungkapkan di atas, akhirnya digantikan oleh KH. Miftachul Akhyar. Kiai sepuh asal Surabaya itu, menjadi rais aam keempat selama delapan tahun kepemimpinan Kiai Said sebagai ketua umum PBNU.

Apa yang dialami oleh Kiai Said ini cukup unik, mengingat masa kepemimpinannya yang relatif pendek jika dibandingkan oleh dua pendahulunya, KH. Idham Cholid dan KH. Abdurrahman Wahid. Kiai Idham menjadi ketua umum PBNU selama 28 tahun. Sejak ditetapkan di Muktamar ke-21 di Medan pada 1956 hingga 1984, ia hanya merasakan tiga kali pergantian rais aam. Yakni, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri dan KH. Ali Ma’shum.

Begitu pula dengan KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Ia dikukuhkan sebagai ketua umum PBNU lebih dari dua dekade. Mulai Muktamar ke-27 di Situbondo pada 1984 hingga usai Muktamar ke 30 di Lirboyo, Kediri pada 1999. Selama itu memimpin, ia juga hanya merasakan kepemimpinan tiga Rais Aam. Ia adalah KH. Achmad Shiddiq, KH. Ilyas Ruchiyat dan KH. Ahmad Sahal Mahfudz.

Baca juga:  Kisah Kran Air dan Mazhab Hanafi

Kepemimpinan empat Rais Aam selama Kiai Said menjadi ketua umum PBNU ini, semoga memberikan kelimpahan berkah bagi Nahdliyin. Keberkahan yang berlipat-lipat. Amin.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top