Rasulullah Muhammad Saw adalah tauladan bagi umat manusia, baik itu dalam beribadah, berdakwah, berhubungan dengan sesama manusia dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Ahzab ayat 21.
Namun akhir-akhir ini, banyak orang yang berdakwah tidak dengan mencontoh Rasulullah Saw, yang merupakan uswatun hasanah bagi kita semua. Mereka justru mendakwahkan Islam dengan segala caci makian, kebencian bahkan sampe mengkafir-kafirkan, kepada sesama Muslim sekalipun.
Padahal Rasulullah Saw ketika hijrah ke Yatsrib (Madinah), berhadapan dengan berbagai macam agama dan juga berbagai kultur masyarakat. Walaupun berbeda-beda, Rasulullah Saw mengajak masyarakat setempat untuk saling menyapa, menjalin komunikasi (silaturrahim), dan saling berbagi, bukan saling membenci.
Bahkan kalimat yang pertama kali diucapkan oleh Rasulullah Saw, ketika sampai di Madinah adalah ajakan untuk melakukan hal-hal yang menjaga kondusifitas dan keamanan masyarakat setempat. Sebagaimana dalam sebuah hadis riwayat dari Abdullah bin Salam, bahwa Rasulullah Saw mengatakan,
Wahai segenap manusia, berbagilah makanan, tebarkanlah ucapan salam, pererat tali silaturahim, dan lakukanlah salat malam saat orang-orang tertidur pulas, niscaya akan masuk Surga dengan damai (HR. Al-Hakim).
Indonesia adalah negara dengan beragam agama, keyakinan, budaya, dan suku bangsa. Banyak orang asing yang datang ke Indonesia untuk belajar Islam yang damai di tengah kemajemukan. Kondisi Indonesia yang majemuk, hampir sama dengan kondisi masyarakat Madinah ketika Rasulullah Saw hijrah ke sana.
Di tengah kemajemukan tersebut, Rasulullah Saw tidak mengajak umat Islam untuk memeranginya, atau merusak kerukunan yang ada. Justru, Rasulullah Saw mengajarkan bagaimana cara menghormati penduduk Madinah yang agamanya beragam. Untuk itulah, dalam ceramahnya Rasulullah Saw selalu menggunakan kalimat يأيها الناس (wahai para manusia). Bukan wahai para penduduk Madinah, atau wahai kaum Muslimin dan lainnya.
Bahkan dalam Alquran dan Hadis, juga sering dan banyak penggunaan kata يأيها الناس (wahai para manusia). Hal ini menunjukkan bahwa dakwah Rasulullah Saw, yaitu Islam adalah pesan damai untuk kita semua dan seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Penyebutan kata manusia dengan menggunakan kata an-nas (manusia), mengisyaratkan bahwa manusia cenderung ingin berkumpul dan berkelompok. Tidak bisa hidup tanpa orang lain, karena manusia merupakan makhluk sosial.
Sehingga Rasulullah Saw lebih suka menggunakan kata an-nas, untuk mengajak orang dan masyarakat Madinah agar menjaga kerukunan, menebarkan keamanan dan kenyamanan serta saling menghormati dan tolong-menolong. Bahkan ketika Haji Wada’ pun, Rasulullah Saw mengingatkan kepada umatnya agar selalu menjaga persaudaraan sesama umatnya.
Tetapi bagaimana mungkin seorang Muslim, yang mengaku cinta Rasulullah Saw, justru kerjaannya malah menebar fitnah, memprovokasi dan menghujat sesamanya. Padahal Rasulullah Saw memerintahkan untuk saling menyapa dan silaturrahim.
Rasulullah Saw juga melarang umatnya untuk membunuh, namun yang terjadi justru malah saling memfitnah dan saling membunuh atas nama jihad. Begitu juga Rasulullah Saw melarang untuk mengambil hak orang lain, tetapi justru yang terjadi malah menghalalkan dengan segala cara untuk merampas apa yang bukan haknya.
Rasulullah Saw bukan hanya menyampaikan pesan damai itu dengan kata-kata, tetapi juga dengan sebuah perilaku. Bahkan menjelang wafatnya pun, Rasulullah Saw menegaskan kembali tentang nilai-nilai luhur ajaran Islam.
Jangan sampai hanya gara-gara perbedaan madzhab dan pandangan politik, persatuan, perdamaian dan persaudaraan yang terjaga bertahun-tahun rusak begitu saja. Sebagaimana di Suriah, hanya gara-gara perbedaan pandangan politik. Negeri yang dulunya indah, tentram dan damai menjadi hancur gara-gara konflik politik berbalut agama, sehingga menimbulkan konflik bersaudara.
Sudah seharusnya umat Islam, khususnya para pendakwah memegang erat nilai-nilai yang ada dalam Islam, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw dan meneladaninya. Bukan malah meributkan hal-hal yang sifatnya khilafiyah, dan berpotensi menimbulkan sebuah perselisihan.