Di abad pertengahan, musik menjadi sesuatu yang dapat dirumuskan oleh para ilmuwan. Salah satu aliran musik terpopuler adalah mazhab al-Kindi dan Ikhwan al-Shafa yang merumuskan musik-kosmik. Mereka berpendapat bahwa musik memiliki korelasi dengan alam semesta.
Namun Ikhwan al-Shafa mengembangkan aliran ini dengan merumuskan secara eksplisit rasio aritmatika antara musik dengan benda-benda kosmik. Ikhwan al-Shafa lebih jauh menetapkan sebuah tujuan spiritual bahwa semua tentang musik serta aritmatikanya pada hakikatnya adalah untuk kembali kepada Sang Pencipta Alam Semesta. Pembahasan mengenai bab musik ini bisa ditemukan secara lengkap dalam manuskrip “Rasa’il Ikhwan al-Shafa” risalah 5 bagian riyadl (matematika).
Ikhwan al-Shafa yang dalam bahasa Arab berarti “persaudaraan suci” adalah sebuah perkumpulan para intelektual. Adanya perkumpulan itu bisa diketahui melalui 52 dua risalah yang berjudul “Rasa’il Ikhwan al-Shafa wa al-Khulan al-Wafa” tanpa diketahui siapa penulis dari rasail (kumpulan surat-surat) itu. Mereka merahasiakan identitas mereka, karena alasan yang diduga berkaitan dengan politik pada masa itu.
Beberapa ahli berspekulasi bahwa kerahasiaan kelompok ini disebabkan karena pada masa itu pernah terjadi suatu keadaan di mana kebebasan berpikir dan berekspresi dibungkam oleh penguasa. Alasan-alasan lain dikemukakan oleh peneliti bahwa karena identitas para penulis rasail berasal dari kalangan intelektual papan atas, adanya tekanan politik menyebabkan mereka harus menyembunyikan diri agar terhindar dari berbagai tudingan dan fitnah pemerintah. Spekulasi lain tentang mazhab politik juga digagas oleh peneliti bahwa adanya indikasi kuat Ikhwan al-Shafa adalah anggota kelompok Syiah Ismailiyyah.
Namun, perdebatan tentang identitas tidaklah terlalu penting daripada pembahasan risalah itu sendiri yang telah memberikan wawasan luar biasa cemerlang tentang khazanah pengetahuan dan telah diakui oleh sarjana Timur maupun Barat.
Rasail Ikhwan al-Shafa berjumlah 52 risalah yang pada intinya adalah pembahasan gagasan dan ide-ide filsafat. Terdiri dari lima bagian dengan korpus bidang; matematika, logika, fisika, psikologi, dan agama. Pada masing-masing bagian ini masih diperinci lagi subbab keilmuan yang serumpun atau satu fakultas. Penulis mencoba menyoroti bagian matematika yang di dalamnya terdapat pembahasan bidang ilmu permusikan. Semua hal tentang musik dan teorinya dijelaskan sebanyak 14 pasal dalam bab ini.
Ilmuwan abad pertengahan memang memasukkan musik ke dalam cabang ilmu matematika. Pemikiran ini terinspirasi dari pemikir Yunani Phytagoras dan pertama kali diperkenalkan oleh al-Kindi. Ikhwan al-Shafa melanjutkan tombak pemikiran al-Kindi dengan mengembangkannya menjadi lebih lengkap dan detail tanpa merusak kepercayaan kosmologinya.
Dalam 14 pasal risalah, musik mereka menjelaskan secara runtut. Dimulai dari penjelasan suara, faktor-faktor penyebabnya hingga membuat sebuah suara menjadi indah terdengar. Dilanjutkan dengan penjelasan mengenai rumusan melodi, notasi dan ritme.
Mereka juga menjelaskan tentang unsur-unsur pembuatan alat musik seperti peletakan empat senar al-ud adalah hasil analogi dari pergerakan empat unsur planet bumi. Guratan pada senar itu layaknya komunikasi. Lagu yang indah menggantikan huruf, not melukiskan kata, musik mewakili kalimat, dan udara membawanya menjadi kertas.
Di bab paling akhir risalah, Ikhwan al-Shafa mencoba memfilsafati musik dengan memberikan nuansa spiritual. Menurut Fadlou Shehadi, bagi Ikhwan al-Shafa yang paling penting dari semua ilmu termasuk matematika dan musik pada akhirnya adalah sebuah tujuan relijius, yaitu memuliakan Tuhan dan membantu manusia mendekat kepada-Nya.
Penelitian Muhammet Fatih Kilic yang terbit pada jurnal Kurumsal Akademik Arsiv tahun 2018 menyebutkan bahwa hubungan musik dan moralitas dapat dibangun melalui dua cara dalam filosofi Ikhwan al-Shafa; cara metafisik dan fisik. Seni ini memang diciptakan dari kondisi fisik berupa suara.
Namun sebagai seni auditori, musik memiliki kekayaan makna dan menembus pengetahuan metafisika melampaui dimensi ruang dan waktu. Kebenaran metafisika ini mengarahkan manusia pada pintu moralitasnya. Ikhwan al-Shafa menegaskan bahwa musik memiliki sumber ketuhanan dan kenabian yang bisa diterjemahkan ke dalam sifat kebijaksanaan.
Ikhwan al-Shafa merumuskan penciptaan fisik musik dengan landasan matematika, karena menurut mereka matematika adalah jalan pertama menuju kebijaksanaan Ilahi. Tuhan telah menciptakan dunia dalam harmoni dengan proporsi tertinggi yang menggambarkan hubungan spesifik antara dunia dan angka. Itu artinya secara definitif, musik menyuguhkan kebenaran, kebijaksanaan dan rahasia Ilahi. Dengan demikian, musik dapat meningkatkan keinginan untuk naik menuju surga.
Mulyadhi Kartanegara berpendapat bahwa musik bagi Ikhwan al-Shafa adalah barang curian dari surga. Kita dapat mencicipi sedikit cita rasa surga melalui musik. Perasaan bahagia didapat ketika seseorang mendengarkan musik. Namun kebahagiaan itu jelas bukan kebahagiaan fisik melainkan kebahagiaan batin dan ruhani. Lewat musik kita dapat mencicipi kebahagiaan surgawi. Hanya saja musik yang ada di bumi sekarang ini bukanlah musik falaki yang ada di surga. Musik yang kita miliki saat ini adalah tiruan dari musik falaki yang lebih halus dan lebih ruhaniyah.
Secara filosofis persepsi Ikhwan al-Shafa terhadap musik adalah sebuah evolusi ideologis yang dimulai dari korelasi musik-kosmik al-Kindi. Meski berbeda mazhab dengan al-Farabi dan Ibnu Sina yang cenderung antroposentris, Ikhwan al-Shafa tetap mempercayai bahwa musik memiliki pengaruh terhadap jiwa dan psikologi manusia. Evolusi ideologi ini pada puncaknya membawa Ikhwan al-Shafa pada kepercayaan bahwa musik adalah media tasbih yang mengantarkan manusia menuju Sang Ilahi. Dengan tujuan akhir tersebut Ikhwan al-Shafa mencoba memfilsafati musik dengan terlebih dulu mematematikakannya.