Sedang Membaca
Kisah Sufi Unik (13): Sari al-Saqati, Mengucap Hamdalah di Waktu yang Salah
Mukhammad Lutfi
Penulis Kolom

Alumnus Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Kisah Sufi Unik (13): Sari al-Saqati, Mengucap Hamdalah di Waktu yang Salah

Sari al-Saqati, nama lengkapnya Sari bin Mughallis al-Saqati, memiliki kuniyah Abu al-Hasan. Dalam catatan Tazkirat al-Auliya’, Sari al-Saqati adalah murid dari Ma’ruf al-Karkhi. Imam Junaid al-Baghdadi merupakan keponakan sekaligus murid Sari al-Saqati. Sufi ini menetap di Baghdad, dan kebanyakan ulama Irak kala itu banyak yang menjadi muridnya.

Sari al-Saqati hidup sezaman dengan Imam Ahmad bin Hanbal, dalam kitab Tabaqat al-Sufiyah dikatakan, Sari al-Saqati meninggal di Baghdad pada tahun 251 Hijriyah. Sebelum melakoni laku sufi, Sari al-Saqati dikenal sebagai saudagar yang berdagang di pasar. Ia dikenal sebagai pedagang yang tidak rakus dalam mengambil untung.

Salah satu kisah unik dari Sari al-Saqati yaitu, dikisahkan bahwa Sari al-Saqati selama tiga puluh tahun men-dawam-kan/terus-menerus istighfar. Bukan tanpa sebab ia men-dawam-kan istighfar. Sari al-Saqati men-dawam-kan istighfar karena ia sempat mengucap hamdalah, Alhamdulillah, di saat yang menurutnya kurang tepat. Kisahnya begini;

Alkisah, kebakaran besar melanda pasar Baghdad. Api yang begitu besarnya berhasil melalap banyak lapak yang dimiliki para pedagang yang ada di pasar. Di tengah para pedagang yang bingung dan bersedih akan musibah kebakaran itu, tiba-tiba Sari al-Saqati berkata, “Alhamdulillah, mulai sekarang aku sudah bebas dari harta bendaku.”

Baca juga:  Kisah Ibrahim bin Adham Makan Tanah

Baca kisah unik lainnya:

  1. Abdullah bin Mubarak 
  2. Doa Nabi untuk Peminum Kopi
  3. Al-Hallaj

Namun tak begitu lama, Sari al-Saqati baru menyadari kalau ucapannya “Alhamdulillah” di tengah kesedihan para pedagang yang belum siap kehilangan harta bendanya itu kurang tepat. Sari al-Saqati pun dihinggapi rasa sesal atas ucapan “Alhamdulillah” itu. 

Namun nasib baik masih berpihak kepada Sari al-Saqati, iya, lapaknya selamat dari lalapan si jago merah.

Api yang telah padam membuat para pedagang berani untuk sekedar menyelamatkan sisa-sisa barang berharganya. Kemudian seseorang menghampiri Sari al-Saqati, dan lantas berkata, “Lapakmu selamat dari kobaran api.” Untuk menebus ucapan “Alhamdulillah” di waktu yang salah itu, lantas Sari al-Saqati menyedekahkan semua yang ada di lapaknya itu kepada fakir miskin, termasuk teman-temannya sesama pedagang.

Dari semenjak itu hingga kurun waktu tiga puluh tahun berikutnya, Sari al-Saqati merasa menyesal telah mengucapkan hamdalah di tengah musibah yang dialami teman-temannya sesama pedagang. Sari al-Saqati dibuat menyesal akan ucapannya sendiri di saat musibah menimpa kebanyakan orang. Ia pun lalu memilih untuk meninggalkan harta bendanya dan bergelut dengan laku spiritual tasawuf (Tazkirat al-Auliya’, hlm.352).

Salah satu untaian kalimat Sari al-Saqati yang tercatat dalam Tabaqat al-Sufiyah adalah sebagai berikut;

Baca juga:  Abu Yazid, Kedalaman Cinta, dan Tanggung Jawab Sosial (2)

مَنْ أَرَادَ أن يَسْلَمَ دِيْنَهُ، وَيَسْتَرِيْحَ قَلْبَهُ وَبَدَنَهُ، وَيَقِلَّ غَمَّهُ، فَلْيَعْتَزِلْ النَّاسَ، لِأنَّ هذا زَمَانُ عُزْلَةٍ وَوِحدَةٍ

“Man araada an yaslama diinahu, wa yastariiha qalbahu wa badanahu, wa yaqilla ghommahu, falya’tazil al-naasa, li anna haazaa zamaanu uzlatin wa wihdatin.”

“Barang siapa yang ingin selamat agamanya, tenang hati dan badannya, serta sedikit merasakan kegelisahan, maka menyingkirlah dari manusia, karena saat-saat ini waktu yang tepat untuk menyepi dan menyendiri.”

مِنْ عَلَامَةِ الإسْتِدْرَاجِ العَمَى عَنْ عُيُوْبِ النَّفْسِ

“Min ‘alaamati al-Istidraaji al-‘Amaa an ‘uyuubi al-Nafsi.”

“Sebagian dari tanda bentuk Istidraj (umpan tipuan/jebakan) adalah dibutakannya manusia akan aibnya sendiri.” Wallahu a’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top