Sedang Membaca
Kisah-Kisah Wali (4): Sikap Politik Kiai As’ad yang Bisa Berbeda dengan NU

Nahdliyin, menamatkan pendidikan fikih-usul fikih di Ma'had Aly Situbondo. Sekarang mengajar di Ma'had Aly Nurul Jadid, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Menulis Sekadarnya, semampunya.

Kisah-Kisah Wali (4): Sikap Politik Kiai As’ad yang Bisa Berbeda dengan NU

428162 406328386060637 100000504382286 1544088 544445360 N

Dalam penuturan Koen Shalahuddin, salah satu orang kepercayaan Kiai As’ad dalam urusan politik, sikap politik Kiai As’ad bisa disimpulkan menjadi tiga.

Pertama, tegas kepada siapa saja. Kedua, terang-terangan, tanpa sembunyi-bunyi dalam memegang prinsip, ketika bicara tanpa ada tedeng aling-aling.

Ketiga, tegar dalam menghadapi pelbagai cobaan, cacian dan hinaan. Ketiga prinsip itu yang selalu dipegang oleh ayahanda Kiai Ach. Fawaid ini dalam setiap derap langkah politiknya.

Misal dalam menghadapi UU Landreform, Kiai As’ad justru berbeda dengan NU. Ketika NU menerima, Kiai As’ad justru memilih menolak. Alasannya jelas, menurut beliau, UU tersebut melanggar hukum dan hak milik. Dan ketidaksetujuan itu, beliau sampaikan di mana-mana, dalam berbagai kesempatan, baik pengajian, kepada para tamu dan kepada para santri.

Contoh lain, ketika Indonesia melakukan politik konfrontasi dengan Malasyia, Kiai As’ad terang-terangan menentang. Dalam berbagai kesempatan, beliau menyampaikan sikap keberatan atas kebijakan politik konfrontasi ini.

Karuan saja, sikap Kiai As’ad membikin banyak pihak ngeri-ngeri sedap, di antaranya adalah Kiai Mahrus Aly dan Kiai Mahfudz Syamsul Hadi (Ketua NU Jawa Timur yang pada waktu itu menjabat sebagai anggota DPRD). Kiai Mahrus bahkan sempat menegur Koen Shalahuddin, “Pak Koen, sampean tidak becus mendampingi Kiai As’ad, kalau Kiai As’ad ditanggap lagi bagaimana?” ujar Kiai Mahrus.

Baca juga:  Konsolidasi Kebijakan dan Aktivasi Lumbung dalam Mitigasi Ancaman Krisis Pangan Dampak Pandemi Covid-19 di Kabupaten dan Perkotaan Terdampak

Menanggapi teguran Kiai Mahrus, Koen Shalahuddin menjawab pendek.

“Saya anak kecil kiai, bagaimana mungkin berani mengingatkan Kiai As’ad.

Memang dalam sejarahnya, Kiai As’ad pernah ditahan pada tahun 1950. Lalu dikeluarkan oleh Jenderal Soedirman dan kemudian dipertemukan dengan Bung Karno di Bogor. Pada pertemuan itu, Kiai As’ad mendapat julukan khusus dari Bung Karno. Proklamator itu menyebut Kiai As’ad sebagai “Kiai Kapas”, karena sikap Kiai As’ad yang tegas, apa adanya dan konsisten.

Pada masa kepemimpinan Gubernur Moch. Wijoyo di Provinsi Jawa Timur, di Situbondo terjadi peristiwa menegangkan. Pasalnya beberapa anggota DPRD dari NU tidak mau dilantik menjadi anggota DPRD GR. Maklum pada waktu itu, ada beberapa problem. Melihat ketegangan yang tak segera reda, Gubernur Jawa Timur mengirim utusan kepada Kiai As’ad supaya bisa memediasi.

Ketika utusan sampai di Sukorejo, ia langsung meminta Kiai As’ad untuk segera bertindak dan mengambil sikap, utusan tersebut seperti sedang mendikte Kiai As’ad. Karuan saja Kiai As’ad, bicara dengan nada agak tinggi:

“Loh, sampean ini utusannya Gubernur atau Gubernur..?”

Utusan itu pun minta izin pamit undur diri, merasa segan dan malu kepada Kiai As’ad.

Tak lama kemudian, Gubernur sendiri yang turun langsung ke Sukorejo dan memohon kesediaan Kiai As’ad memediasi konflik ini. Setelah itu, para anggota DPRD yang awalnya menolak itu kemudian berkenan dilantik.

Baca juga:  Mengenal Usul Fikih (2): Penemu, Mazhab Hingga Manfaat Usul Fikih

(Diolah dari cerita Koen Shalahuddin dalam buku “Kiai As’ad Syamsul Arifin: Riwayat Hidup dan Perjuangannya”)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top