Ibadah Zakat merupakan kewajiban yang sangat penting di dalam agama Islam. Zakat diperintahkan oleh Allah dalam firman-Nya yang berbunyi:“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apapun yang kalian kerjakan bagi diri kalian, tentu kalian akan mendapat pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kalian kerjakan”. [Q.S Al Baqorah:110]. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah bersabda tentang perihal zakat didalam hadits yang sangat banyak sekali, diantaranya:
“Islam didirikan di atas lima pondasi: 1- Bersaksi tiada tuhan selain Allah dan (Nabi) Muhammad utusan Allah. 2- Mendirikan sholat. 3-Mengeluarkan zakat. 4-Haji ke Baitullah. 5-Puasa di bulan Ramadhan.”[H.R.Bukhori dan Muslim].
Dan didalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam juga bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya menunaikan zakat hartanya”. [H.R.AtTabrani].
Diantara kewajiban seorang muslim yang sangat penting adalah menunaikan Zakat Fitrahnya. Karena sesungguhnya puasa di bulan Ramadhan tergantung diantara langit dan bumi, dan sungguh tidak akan terangkat melainkan dengan Zakat Fitrah; sebagaimana tersebut di dalam hadits yang bersumber dari pemimpin manusia Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.
Didalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda:“Zakat Fitrah merupakan penyucian bagi orang yang berpuasa dari kekurangannya dan makanan bagi orang faqir dan miskin”.
Sebagaimana seorang muslim diwajibkan oleh Allah untuk menunaikan Zakat Fitrah, ia juga diwajibkan untuk mempelajari bagaimana cara menunaikan Zakat Fitrah yang benar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
“Menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim”.
Karena didalam menunaikan zakat terdapat persyaratan, waktu yang tepat, tempat penyaluran, dan hukum-hukum lainnya yang sangat penting dan wajib untuk dipelajari agar kewajiban menunaikan ibadah Zakat Fitrah dapat berlangsung dengan benar dan sah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.
WAJIBKAH SAYA BERZAKAT??
Syarat wajib berzakat fitrah ada 3 (tiga):
1- Islam
2- Menjumpai akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal. Dan titik temu saat-saat tersebut adalah pada saat terbenam matahari hari terakhir bulan Ramadhan. Sehingga apabila seseorang meninggal setelah terbenam matahari, atau seorang bayi dilahirkan sebelum terbenam matahari maka telah wajib atas mereka Zakat Fitrah.
3- Memiliki kelebihan pada hari raya dan malamnya dari kebutuhan pokok makanan, pakaian, tempat tinggal dan pembantu (yang ia butuhkan untuk mengurus keperluan diri dan keluarga yang wajib ia nafkahi), untuk dirinya dan untuk orang-orang yang wajib ia nafkahi.
Apabila seseorang telah memenuhi tiga syarat diatas maka ia diwajibkan untuk menunaikan Zakat Fitrah. Walaupun dilain sisi ia seorang Mustahik (orang yang berhak menerima Zakat).
Sebagaimana ia wajib menunaikan Zakat Fitrah atas dirinya, ia juga diwajibkan menunaikan Zakat Fitrah atas orang-orang yang wajib ia nafkahi.
Adapun orang-orang yang wajib ia nafkahi adalah sebagai berikut:
1- Orang tua kandung yang faqir.
2- Isteri.
3- Anak kandung yang belum baligh dan Faqir. Atau sudah baligh tetapi faqir dan tidak mampu bekerja[1].
Peringatan:
1- Anak kandung yang sudah baligh yang tidak wajib dinafkahi oleh orang tuanya[2], maka wajib menunaikan Zakat Fitrah atas dirinya sendiri. Dan apabila orang tua atau orang lain ingin menunaikan Zakat Fitrah atas diri anak tersebut, maka harus ada tawkil atau izin dari anak tersebut dalam menunaikan zakat dan dalam niatnya[3].
2- Pembantu rumah tangga Zakat Fitrahnya atas dirinya sendiri. Dan apabila majikan atau orang lain ingin menunaikan Zakat Fitrah atas pembantu tersebut, maka harus ada tawkil atau izin sebagaimana penjelasan yang tersebut di atas.
ZAKAT FITRAH….. PAKAI APA???
Apabila seseorang telah memenuhi tiga syarat wajib berzakat fitrah di atas, maka yang wajib ia keluarkan adalah 3½ Liter bahan makanan pokok masing-masing daerah. Dan dalil tersebut adalah yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam didalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Ibni Umar Radhiyallahu ‘anhuma:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam telah mewajibkan Zakat Fitrah dibulan Ramadhan kepada orang-orang, yaitu Sha’ (± 3½ liter) Kurma atau Sha’ (±3½ liter) Gandum atas setiap orang yang merdeka atau hamba sahaya, laki-laki atau perempuan dari kaum muslimin”.
Maka dari hadits shohih diatas tidak dibenarkan mengeluarkan Zakat Fitrah dalam bentuk uang sebagaimana yang terjadi di masyarakat kita dewasa ini.[4]
Solusi dari pada masalah diatas yang telah mengakar dimasyarakat adalah sebagi berikut:
1- Hendaknya panitia memberikan pengarahan sejak jauh hari disaat masyarakat berkumpul, seperti saat Shalat Tarawih, Jum’at dsb. Bahwa Zakat Fitrah yang dibenarkan adalah dengan bahan makanan pokok. Dan panitia pengelola tidak menerima Zakat Fitrah dengan bentuk uang. Lain halnya dengan infaq, sodaqoh dan Zakat Maal.
2- Hendaknya panitia zakat menyiapkan bahan makanan pokok (yang dalam hal ini adalah beras), sehingga setiap orang yang akan berzakat dengan uang disarankan membeli beras yang telah disediakan dengan uang yang mereka bawa untuk berzakat, kemudian berniat.
WAKTUNYA???
Zakat Fitrah wajib ditunaikan mulai dari terbenam matahari hari terakhir bulan Ramadhan, akan tetapi Zakat Fitrah boleh ditunaikan sejak masuknya bulan Ramadhan. Dan saat yang paling tepat dan afdhol adalah antara terbit fajar hari raya sampai sholat ‘Idul Fitri.
Adapun menunaikannya setelah solat ‘Idul Fitri sampai terbenam matahari hari raya hukumnya makruh. Dan apabila menunaikannya setelah terbenam matahari hari raya maka hukumnya haram, dan Zakat Fitrah tetap wajib ia tunaikan.
BUAT SIAPA???
Ketahuilah bahwa Zakat tidak boleh disalurkan melainkan kepada delapan golongan yang tersebut didalam Al Qur’an. Allah berfirman:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amil-amil zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Ketetapan dari Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. [Q.S At Taubah: 60].
1. Faqir: Adalah orang yang tidak memiliki harta atau pekerjaan sama sekali, atau memiliki harta/pekerjaan yang tidak dapat menutupi setengah dari kebutuhannya.
2. Miskin: Adalah orang yang memiliki harta/pekerjaan yang hanya dapat menutupi diatas setengah dari kebutuhannya.
– adapun yang dimaksud dengan kebutuhan yang tersebut diatas adalah kebutuhan primer yang sederhana. Sehingga apabila harta/pekerjaanya tidak dapat menutupi setengah dari kebutuhan primernya yang sederhana, maka ia tergolong faqir. Dan apabila dapat menutupi diatas setengah kebutuhan primernya yang sederhana maka ia tergolong miskin.
3. Amil: Adalah orang yang dilantik secara resmi oleh pemerintah untuk mengelola zakat.[5]
– Dan Amil hanya berhak menerima zakat apabila tidak mendapat gaji/upah dari pemerintah.[6] Dan yang berhak mereka terima dari zakat hanyalah sekedar upah yang wajar[7]. Adapun apabila mereka menerima gaji/upah dari pemerintah, maka mereka tidak berhak menerima zakat.
– Adapun sebagian besar panitia zakat yang ada di masjid/musholla dsb sebagaimana yang ada di masyarakat, mereka bukanlah Amil yang dimaksud oleh Syari’ah, karena mereka tidak dilantik secara resmi oleh pemerintah. Akan tetapi status mereka hanyalah wakil/perantara dari orang yang berzakat.
4. Muallaf: Seseorang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. Atau seorang tokoh masyarakat yang masuk Islam yang imannya kuat yang dengan diberikan kepadanya zakat diharap keislaman orang-orang yang setaraf dengannya.
5. Fir Riqob: Budak yang mempunyai akad dengan majikannya bahwa dirinya akan merdeka apabila ia mampu melunasi kepada majikannya jumlah yang disepakatinya.
6. Ghorim: Adalah seorang yang berhutang bukan untuk ma’siat.
7. Fi Sabilillah: Orang yang berperang dijalan Allah melawan orang kafir tanpa digaji oleh pemerintah.[8]
Para kiayi, ustad, guru, masjid/musholla, pesantren, madrasah dsb, mereka bukanlah yang dimaksud dengan kata “Fi Sabilillah” didalam ayat. Sehingga mereka tidak diperbolehkan menerima Zakat. Seluruh Mazhab yang empat sepakat bahwa “Fi Sabilillah” yang tersebut dalam ayat diatas adalah “Orang yang berperang di jalan Allah”.
Bahkan didalam hadist yang diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dan Al Hakim yang juga dishohihkan olehnya bahwa Nabi Muhammad Sallallahu alaihi wa salam secara jelas menyebutkan bahwa “Fi Sabilillah” adalah orang yang berperang dijalan Allah.
Beliau bersabda dalam hadits tersebut: “Aw ghozin fi sabilillah” “atau orang yang berperang dijalan Allah”.
8. Ibnu Sabil: Orang yang musafir atau orang yang untuk sampai ke tujuan.[9]
Demikianlah apa yang kami rangkum secara singkat ini. Mudah-mudahan bermanfaat dan dapat dijadikan pedoman oleh kaum muslimin khususnya panitia-panitia zakat.
Silahkan Klik Disini Untuk Unduh Buku Mutiara Yang Indah Dalam Fiqih Zakat Fitrah atau di sini.
[1] Tidak mampu bekerja karena sakit, gila, cacat mental, sibuk menuntut ilmu syariat dan harapan akan keberhasilannya besar sedang bekerja akan mengganggu kesibukan belajarnya. Maka orang tua wajib menafkahinya dan anak tersebut tidak dituntut untuk bekerja. [Lihat Hasyiah Al Baijuri ‘ala Abi Syuja’ Juz 2 Hal 273 Bab nafaqoh]. [2] Yaitu anak kandung yang baligh dan kaya, atau yang baligh lagi faqir serta mampu bekerja. [3] Fathul ‘Allam Jilid 3 Hal 495.
Ihya Ulumuddin Jilid 1 Hal 251.
Dan lafadz Tawkil/ izin adalah sebagai berikut:
وَكَّلتُكَ فِي إِخْرَاجِ زَكَاةِ الفِطْرِ وَنِيَّتِهَا عَنْ نَفْسِي
“Aku wakilkan engkau untuk menunaikan Zakat Fitrah dan meniatkannya atas diriku”.
[4] Fathul Mu’in Jilid 2 Hal 197.I’anatut Tholibin Jilid 2 Hal 197 disebutkan sebagai berikut:
“Tidak sah berzakat dengan qimah (uang) sebagai ganti dari 3½ Liter Fitrah, sebagimana yang disepakati seluruh ulama mazhab kami (Mazhab Syafi’i)”. bahkan hampir seluruh Mazhab sepakat bahwa zakat fitrah dengan uang sebagai ganti dari makanan pokok tidak dibenarkan. Lihat Fathul ‘Allam Jilid 3 Hal 430.
[5] Fathul Mu’in Jilid 2 Hal 215.Syarh Ibn Qosim Al Ghozzi ‘Ala Abi Syuja’ Jilid 1 Hal 421.
Busyral Karim Hal 463.
I’anatut Tholibin Jilid 2 Hal 215.
Kifayatul Akhyar Hal 194.
[6] Fathul ‘Allam Jilid 3 Hal 475.Busyral Karim Hal 463.
I’anatut Tholibin Jilid 2 Hal 215.
[7] Busyral Karim Hal 466.Mughnil Muhtaj Jilid 3 Hal 149.
[8] Al Minhaj Hal 201.Fathul Mu’in Jilid 2 Hal 219.
Fathul ‘Allam Jilid 3 Hal 480.
Busyral Karim Hal 464.
[9] Al Minhaj Hal 201.