Mancagar merupakan salah satu dusun yang terdapat di desa Purwasari Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Masyarakat dusun Mancagar mayoritasnya merupakan petani palawija. Tingkat ekonomi dan pendidikan di dusun Mancagar masih terbilang rendah. Namun meskipun demikian Perempuan di dusun Mancagar terbilang aktif dalam hal sosial.
Keaktifan tersebut dapat dilihat dari partisipasinya dalam gotong royong bahu-membahu mengumpulkan Beas Perelek. Dalam bahasa Indonesia Beas artinya beras. Beas Perelek merupakan tradisi turun temurun masyarakat sunda. Menurut Nanet Prihatini Ambaretnani yang merupakan Antropolog dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Beas Perelek merupakan suatu warisan budaya nenek moyang masyarakat Sunda dari generasi ke generasi. Menurut beliau, Beas Perelek merupakan indigenous knowledge atau kearifan lokal guna mengembangkan social capital bagi masyarakat yang kurang mampu.
Dalam prosesnya di Dusun Mancagar Beas Perelek adalah pengumpulan beras sebanyak satu cangkir yang disimpan di dekat pintu rumah masing-masing warga. Kemudian setiap seminggu sekali beras tersebut akan diambil dan dikumpulkan oleh orang (perempuan) yang disepakati bertugas melakukan pengumpulan.
Beas Perelek yang dikumpulkan nantinya akan disimpan di salah satu warga (perempuan. Ketika sudah terkumpul banyak, Beas Perelek tersebut dijual kepada warga yang membutuhkan dengan harga lebih murah dari yang dijual di toko beras. Dengan dijual dibawah harga pasar, hal tersebut membantu warga dari krisis pangan yang diakibatkan minimnya pendapatan warga terlebih di era pandemi covid-19.
Beas Perelek juga bukan hanya menguntungkan untuk warga yang membeli atau yang mengalami musibah namun juga menambah penghasilan rumah tangga dan membantu meringankan beban keluarga untuk perempuan yang bertugas mengumpulkan Beas Perelek. Karena petugas pengumpulan dilakukan secara bergantian dan setiap pengumpulan pihak yang mengumpulkan akan mendapat bagian dari beras yang diperoleh tersebut.
Krisis pangan tentunya hal yang paling tidak diinginkan oleh setiap masyarakat, namun krisis pangan dapat mengintai masyarakat dari kalangan menengah kebawah yang mana penghasilan mereka tidak tetap dan tidak adanya ketersediaan cadangan makanan. Krisis pangan juga merupakan hal yang meresahkan bagi setiap perempuan. Karena perempuan adalah orang pertama yang akan secara langsung merasakan dampaknya.
Mengapa demikian? Karena di Dusun Mancagar sendiri pengolahan pangan secara langsung dilakukan oleh perempuan, jadi secara langsung perempuan akan terlebih dahulu merasakan dampak peningkatan pangan dan krisis pangan. Dari tradisi Beas Perelek Uang hasil penjualan Beas Perelek biasanya disimpan dan digunakan untuk kepentingan bersama seperti diberikan kepada keluarga yang rentan mengalami krisis pangan, menjenguk orang sakit, menjenguk bayi termasuk untuk melayat orang yang meninggal.
Tradisi Beas Perelek di Dusun Mancagar sudah ada dari zaman nenek moyang. Tradisi ini juga menjadi salah satu simbol perempuan dan ketahanan pangan karena banyak masyarakat yang merasa terbantu dengan adanya tradisi tersebut (dapat membeli beras dibawah harga pasar dengan kualitas bagus). Selain menjadi simbol ketahanan pangan, tradisi Beas Perelek juga banyak mengandung nilai-nilai kemanusiaan, ketika hasilnya digunakan untuk menjenguk orang sakit hal tersebut secara langsung meningkatkan rasa solidaritas dan kerukunan para perempuan.
Tradisi Beas Perelek bukan hanya ada di Dusun Mancagar tetapi juga ada di daerah lain. Fungsinya sendiri beragam ada untuk pembangunan dan lain-lain. Namun dalam hal ini perempuan di Dusun Mancagar lebih memfokuskan hasilnya untuk ketahanan pangan karena persoalan yang sering terjadi salah satunya krisis pangan.
Dengan tradisi Beas Perelek Solidaritas dan kerukunan dapat tercipta karena ketika para perempuan harus melakukan aksi social beban mereka untuk mengeluarkan materi dari saku masing-masing sedikitnya ter-cover dengan adanya tradisi Beas Perelek. Selain itu dengan adanya tradisi tersebut menjadikan perempuan yang satu dengan yang lainnya terjalin relasi yang harmonis. Tradisi Beas Perelek juga menjadikan perempuan Dusun Mancagar terbiasa dengan budaya gotong royong bahu-membahu meringankan beban orang lain.
Dengan terbiasanya terlibat dalam aksi-aksi social akan memupuk rasa memiliki kebersamaan dalam menjaga kerukunan satu sama lain. Dari hal tersebut peran perempuan masuk dalam agen perdamaian. Tradisi ini idealnya harus terus dilestarikan karena persoalan pangan akan menjadi persoalan kita bersama selama manusia hidup.