Mukhammad Lutfi
Penulis Kolom

Alumnus Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Nabi Muhammad, Abu Bakar, dan Umar bin Khattab Bertemu dalam Keadaan Lapar

Alkisah, suatu ketika di tengah teriknya siang, Kanjeng Nabi Muhammad saw, keluar dari rumahnya. Apa sebab beliau keluar di tengah teriknya siang?

Penyebabnya tak lain karena Kanjeng Nabi, tak menemukan sesuap makanan pun di rumahnya. Di saat yang sama, Kanjeng Nabi saw, bertemu dengan Sayidina Abu Bakar:

“Wahai Abu Bakar, apa yang membuatmu keluar rumah di tengah terik siang seperti ini?” tanya Kanjeng Nabi saw. Mendengar pertanyaan nabinya, lantas Abu Bakar, berkata, “Aku merasakan lapar yang begitu sangat wahai Rasul.”

Di tengah perjumpaan, tak disangka keduanya juga menjumpai Sayidina Umar, yang juga sedang keluar rumah di tengah teriknya siang. Kanjeng Nabi saw, pun melempar pertanyaan yang sama kepada Sayidina Umar.

“Wahai Umar, apa yang membuatmu keluar rumah di tengah terik siang seperti ini?” 

Mendengar pertanyaan tuannya, lantas Umar, berkata, “Aku merasakan lapar yang begitu sangat wahai Rasul.”

Ternyata, baik Sayyidina Abu Bakar dan Sayidina Umar, keduanya sama-sama merasakan lapar yang begitu sangat di tengah teriknya siang. Hal itu tak pelak membuat keduanya keluar rumah untuk mencari makan.

Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Umar Radhiyallahu anhuma, keduanya penasaran, kenapa Kanjeng Nabi saw, juga keluar rumah di tengah terik siang. Lantas keduanya pun bertanya kepada Kanjeng Nabi saw.

“Wahai Rasul, apa kiranya yang membuatmu keluar rumah di tengah terik siang seperti ini?” tanya keduanya.

“Aku pun sama seperti kalian, aku juga merasakan lapar yang begitu sangat, sedang di rumah tak ada sesuap makanan pun,” jawab sang Nabi lugas.

Baca juga:  Ketika Rumah Rasulullah Dilempari Kerikil

Ketiganya pun saling pandang, sekarang ketiganya tertegun. Bagi Abu Bakar dan Umar, perkataan Kanjeng Nabi saw, sudah cukup mengatakan bahwa mereka tidak akan mendapatkan apa-apa dari Kanjeng Nabi kali ini. Keduanya telah hafal benar, Kanjeng Nabi tidak akan menyembunyikan sesuatu pun untuk mereka. Semuanya biasanya selalu dibagi.

Kanjeng Nabi berpikir sejenak, “Mungkin kita bisa mendatangi Abu Ayyub al-Anshari.”

Abu Ayyub al-Anshari adalah seorang sahabat dari kalangan Anshar yang mendapat kehormatan dan keberuntungan. Maklum, ketika pertama kali datang dari Mekkah, Kanjeng Nabi membiarkan untanya memilih, menjatuhkan pilihannya di halaman rumah Abu Ayyub al-Anshari. Perlakuan Abu Ayyub al-Anshari kepada Kanjeng Nabi selama tinggal di rumahnya pun tidak main-main.

Untuk ukuran Yastrib, Abu Ayyub hidup lebih dari cukup. Ia hannya terhampar luas, memiliki rumah yang besar, halaman rumahnya pun luas, kebun kurmanya juga luas, dan ratusan ternak ia gembalakan.

Kembali pada kisah laparnya Kanjeng Nabi, Sayidina Abu Bakar, dan Sayidina Umar. Akhirnya, beliau bertiga berjalan bersama-sama ke rumah Abu Ayyub. Biasanya Abu Ayyub memang menyediakan makanan untuk Kanjeng Nabi setiap hari —walau belum tentu Kanjeng Nabi akan mendatanginya. Sebenarnya perasaan Kanjeng Nabi pun sangat tidak enak mendatangi Abu Ayyub dengan maksud seperti itu.

Sesampainya di rumah Abu Ayyub, ternyata istrinyalah yang menemui mereka. Ketiganya hanya terdiam, karena kepada istri Abu Ayyub, terlalu riskan rasanya untuk mengutarakan maksud kadatangan mereka itu.

Baca juga:  Ketika Imam Nawawi Belajar Nahwu pada Imam Ibnu Malik

 “Ya Rasulallah,” ujar istri Abu Ayyub dari balik tirai, “suamiku ada di kebun kurma. Dia sedang mengerjakan sesuatu di sana.”

Ketika itu, dari arah luar datanglah orang yang dicari oleh Kanjeng Nabi dan sahabat-sahabatnya itu, “Selamat datang, wahai Rasul dan sahabat-sahabatku.”

Mereka berpelukan dan kemudian bercakap-cakap. Sepanjang waktu itu, tidak sedikitcpun kemudian Kanjeng Nabi, Sayidina Abu Bakar, atau Sayyidina Umar mengutarakan maksud kedatangan mereka. Tidak enak rasanya jika begitu saja meminta sesuatu kepada Abu Ayyub.

Dalam hati, Abu Ayyub bertanya-tanya, “Tidak biasanya Rasulullah datang pada waktu separti sekarang. Membawa sahabat-sahabatnya pula.”

Akhirnya ditinggalkanlah ketiga orang itu. Abu Ayyub bergegas menuju kebun kurmanya. Dipotongnya setandan kurma. Dalam setandan kurma itu ada yang sudah kering, yang basah, dan yang setengah masak. Sengaja dipilihnya tandan itu agar nanti Kanjeng Nabi, Sayyidina Abu Bakar, atau Sayyidina Umar mempunyai pilihan yang banyak untuk mencicipi kurma-kurmanya itu.

Belum selesai pekerjaannya itu, Abu Ayyub segera pergi ke belakang rumahnya. Ia segera menyembelih salah satu kambingnya yang paling gemuk. Dalam hati Abu Ayyub, khawatir bahwa pekerjaannya terlalu lama, Sedangkan Kanjeng Nabi, Sayidina Abu Bakar, atau Sayidina Umar tentu sudah sangat menahan lapar. Abu Ayyub yakin benar, bahwa ketiga orang itu memang tengah mencari sesuap makanan. Sebagai tetangga yang paling dekat dengan ketiganya, ia sudah cukup hafal dalam membaca hal itu.

Abu Ayyub membagi dua sembelihannya. Separuh digulainya dan separuh lagi di panggangnya. Abu Ayyub membuat roti. Setelah masak, maka dihidangkannya ke hadapan Kanjeng Nabi, Sayidina Abu Bakar, atau Sayidina Umar. Ketiganya tertegun.

Baca juga:  Nabi Muhammad dan Kisah Kambing Kurus

“Ini semuanya untuk kalian…,” ujar Abu Ayyub.

Hari sudah sangat siang. Akhirnya Kanjeng Nabi, Sayidina Abu Bakar, atau Sayidina Umar segera menyantap hidangan itu. Abu Ayyub sendiri mengantarkan sepotong gulai kambing ke rumah Kanjeng Nabi. Tentunya keluarga Kanjeng Nabi pun tengah merasakan lapar juga.

Dalam hati Abu Ayyub, ia menegaskan berkali-kali, bahwa kejadian seperti ini tak akan terulang lagi; membiarkan Kanjeng Nabi, Sayidina Abu Bakar, atau Sayidina Umar. Apalah artinya hartanya yang banyak itu jika ia tidak tahu akan kebutuhan saudara-saudaranya —apalagi ini Kanjeng Nabi?

Ketika Abu Ayyub kembali ke rumahnya, Kanjeng Nabi, Sayidina Abu Bakar, atau Sayidina Umar telah selesai makan. Tetapi betapa gundahnya ketika Abu Ayyub melihat ada air mata mengalir di wajah Kanjeng Nabi,

“Kenapa ya Rasulullah?”

Kanjeng Nabi berkata, “Roti, daging, kurma kering, kurma basah, dan setengah kering, gulai dan kambing panggang. Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya”, lantas beliau mengutip sebuah ayat ;

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

“Maka sesungguhnya beginilah nikmat yang kalian minta di hari kiamat nanti”

Betapa indahnya ketika penderitaan kita dimengerti dan dibantu oleh saudara sendiri. Salam bagimu Kanjeng Nabi. Kami selalu berkata “kami mencintaimu”, namun sayangnya kami masih saja tertatih-tatih untuk bisa mencintai dengan sungguh-sungguh dengan meneladani akhlakmu. (Sumber bacaan: Aniisul Mu’minin, karya Syaikh Shafwak Sa’dallah al-Mukhtar)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
2
Senang
2
Terhibur
3
Terinspirasi
2
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top