Siapa tak kenal penulis kaliber yang karyanya dibaca oleh orang di berbagai negara? Pramoedya Ananta Toer, si penulis tetralogi “Bumi Manusia” ini namanya diabadikan sebagai nama perpustakaan. Soesila Toer pendirinya, adik kandung dari penulis yang dianggap memiliki haluan komunis meski sekali lagi tudingan itu tak pernah terbukti.
Pak Soes, panggilan dari Soesila Toer mendirikan perpustakaan sederhana yang ia beri nama PATABA. Ruangan seluas 5×4 meter itu dulunya adalah bagian dapur keluarga yang disulap menjadi perpustakaan. PATABA didirikan sejak tanggal 30 April 2006 bertepatan dengan meninggalnya Pram di Jakarta. PATABA adalah nama akronim, yang uniknya memilih kepanjangan yang berganti-ganti. Awalnya PATABA memiliki kepanjangan “Pramoedya Ananta Toer Anak Blora”. Pak Sus mengartikan pula PATABA sebagai “Pramoedya Ananta Tour Anak Bumi Manusia” sesuai judul tetraloginya. Kepanjangan lainnya “Pramoedta Ananta Toer Anak Semua Bangsa” seperti judul kedua tetralogi legendaris itu. “Memang PATABA punya banyak arti,” ungkap Pak Sus sambil tertawa. “Ini adalah penghormatan saya kepada kakak saya dan juga kepada orang dengan kualitas berpikir yang luar biasa, yaitu Pramoedya Ananta Toer,” ungkapnya.
Tidak Hanya Baca Gratis, Menginap pun Gratis
Di PATABA buku-buku Pram tersedia lengkap. Ada pula berbagai koleksi buku dari penulis luar Indonesia dan tentunya puluhan buku karya Pak Sus.
Uniknya, anggota perpustakaan PATABA tidak hanya menikmati buku bacaan secara gratis, tetapi juga makan, minum, bahkan sampai tidur. ““PATABA ini satu-satunya perpustakaan gratis di dunia. Makan gratis, minum gratis, nginep berapa hari gratis bahkan nulis skripsipun gratis juga. Kalau sudah pernah menginap di PATABA baru dikatakan sebagai anggota, kalau belum pernah menginap ya hanya pengunjung,” canda Pak Sus.
Dulu PATABA masih sedikit untuk dapat mencetak buku,kalau sekarang sudah sampai 8000- an, ini yang di Blora belum di penerbit PATABA Jogja. Jadi PATABA adalah tempat serbaguna, menjadi perpustakaan, tempat pertemuan, seminar dan penerbitan buku. Karya- karya dari Pak Soes juga sudah banyak yang diterbitkan pataba press maupun masih dalam proses penerbitan. Penghargaan yang didapat beliau sendiri juga sangat banyak bahkan melebihi Pram.
Penerbit Indie
Sejak tahun 2011, PATABA merambah ke dunia penerbitan. Di masa awal penerbitan ini beroperasi, PATABA mengumpulkan beberapa folklor dalam bentuk fotokopi, lalu merambah ke mencetak buku yang sesungguhnya. Karya pertama yang diterbitkan milih Lina Kelana berjudul “Suwung”.
Total buku yang sudah diterbitkan PATABA Blora saat ini mencapai 8.000an, belum dengan jumlah penerbit PATABA yang ada di Yogyakarta. Karya-karya dari Pak Sus pun diterbitkan pula oleh PATABA. Memang Pak Sus ini adalah tokoh yang inspiratif. Lulusan S3 Institut Plekhanov Uni Soviet ini
Dulu PATABA masih sedikit untuk dapat mencetak buku,kalau sekarang sudah sampai 8000- an, ini yang di Blora belum di penerbit PATABA Jogja. Jadi PATABA adalah tempat serbaguna, menjadi perpustakaan, tempat pertemuan, seminar dan penerbitan buku. Karya- karya dari Pak Soes juga sudah banyak yang diterbitkan, jumlahnya tak main-main, sudah hampir menginjak 50 karya.
“Mempertahankan dan mengembangkan PATABA ini adalah upaya saya tidak ingin kehilangan sejarah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, jas merah,” tutur beliau mengutip dari ungkapan Ir. Soekarno. Hal besar yang mempengaruhi berdirinya PATABA ini karena beliau tidak ingin kehilangan sejarah. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengahargai jasa para pahlawan” tutur beliau mengutip dari ungkapan Ir.Soekarno.
Berkunjung ke PATABA membuat saya sebagai generasi muda sungguh terinspirasi. Mengenal Pak Soes dengan segara kesederhanaan dan keramahannya serta mengenang karya Pram memberi lecutan pada saya agar terus berkarya.