Sedang Membaca
Tafsir Al-Bayan (4): Penyambung Lidah Akidah Asy’ariyah dan Fiqih Syafi’iyah

Sekretaris MUI Jateng, Direktur Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.

Tafsir Al-Bayan (4): Penyambung Lidah Akidah Asy’ariyah dan Fiqih Syafi’iyah

Whatsapp Image 2022 12 06 At 23.01.13

Tafsir ini termasuk tafsir ringkas (ijmali, mukhtashor, mujaz). Meski ini tidak mensinyalir kesahajaan apalagi keterbatasan penganggitnya. Sebab parameter bagus tidaknya, layak tid- aknya tafsir adalah sejauh mana konsistensinya terhadap kai- dah-kaidah penafsiran yang diracik oleh As-Suyuthi dalam 15 Al-Adawat At-Tafsiriyyah. Inilah yang oleh sarjana tafsir mod- ern disebut Al-Ashil dan Ad-Dakhil. Yang pertama merujuk pada penafsiran yang sesuai dengan kaidah-kaidah sedangkan yang kedua adalah sebaliknya.

Karya yang ringkas seringkali menunjukkan bahwa pengaragnya mampu menyederhakan narasi yang sulit, mem- bernaskan keterangan yang panjang bertele-tele. Imam Suyuthi misalnya, di samping beliau mengarang kitab tafsir yang pan- jang yaitu Ad-Dur al-Mantsur fi At-Tafsir bil Ma’tsur dan Al-Iklil fi istinbath At-Tanzil, karya monumental beliau di bidang tafsir disusun bersama gurunya, Jalaluddin Al-Mahalli adalah Tafsir Al-Jalalain. Tafsir ini sangat fenomenal dikaji jutaan orang di dunia, disyarahi, diberi hasyiyah. Tafsir negara Al-Muntakhab- Mesir, Al-Muyassar- Saudi Arabia yang disusun oleh para ulama’ tafsir terkemuka di dua negara tersebut. adalah tafsir yang ber- corak ringkas. Jadi tafsir ringkas di samping mudah dipahami oleh kalangan pemula, dalam waktu yang sama sejatinya adalah inti yang bisa dielaborasi dalam karya berjilid-jilid.

KH. Shodiq Hamzah Usman, sebagai penyusun Tafsir Al- Bayan menegaskan bahwa pustaka-pustaka yang dijadikan rujukan lebih dari 30 kitab. Ini menunjukkan keseriusan dan tanggung-jawab beliau dalam karya ini. Tidak sekedar copy- paste atau saduran dari satu kitab tertentu. Tafsir Al-Bayan tidak bisa disebut duplikat Tafsi Al-Ibriz atau Tafsir Al-Munir. Perujukan suatu karya terhadap karya-karya sebelumnya ada- lah hal yang lazim. Dalam dunia tafsir, bisa dilihat bagaimana Tafsir Ruhul Ma’ani karya Al-Alusi misalnya banyak merujuk pada Tafsir Abu Su’ud, merujuk pada Tafsir Al-Baidhawi, meru- juk pada Al-Kasysyaf. Haji Khalifah dalam bukunya Kasy Azh- Zhunnun, menyebutkan bahwa karya yang disusun oleh ulama’ tidak lepas dari tujuh bentuk. 1) karya yang benar-benar genu- ine-original, 2) penyempurna karya sebelumnya yang masih ku- rang, 3) penyarah karya sebelumnya yang masih sulit dipahami, 4) meringkas karya sebelumnya yang panjang lebar, 5) men- gompilasi karya-karya sebelumnya yang tercerai-berai, 6) men- sistimatisir karya sebelumnya yang rancu, 7) meluruskan karya sebelumnya yang terdapat kesalahan.

Baca juga:  Ramadan dan Tadarus Al-Qur'an

Satu hal yang menjadi ciri khas keistimewaan Tafsir Al- Bayan adalah ketegasannya sebagai penyambung lidah akidah Asy’ariyah dan fiqih Syafi’iyah. Barangkali, ketika pengaruh pesantren NU masih kuat seperti sekarang ini, tidak begitu signifikan efeknya. Tapi ketika jaman sudah berjalan, akidah keislaman sudah mulai tergerus, apa yang diikhtiarkan oleh K.H. Shodiq Hamzah ini akan menemukan urgensinya yang nyata.

Meskipun beliau juga aktif berceramah dan mengajar, karya beliau ini akan menjadi amal jariyah yang mulia. Orang Barat megatakan, Verba volant, scripta manent (apa yang diucapkan akan menguap sementara yang tertulis akan terus diingat). Di antara contoh ketegasan beliau dalam ajaran Aqidah Asy’ariyah adalah ketika beliau menafsirkan QS Thaha : 5, اَلرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوٰى (utawi Allah) iku dzat kang akeh welase ingatase ‘arsy tur iku nguasani sopo Allah. Bisa kita lihat di sini beliau menafsirkan kata اسْتَوٰى dengan nguasani (menguasai). Ini tentu saja berbeda dengan penafsiran kaum Mujassimah yang menafsirkannya dengan duduk bersemayam sebagaimana raja. Sedangkan contoh penafsiran beliau yang bercorak Syafi’iyyah adalah ketika menafsirkan QS Al-Waqi’ah: 79 لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا ٱلْمُطَهَّرُونَ, Ora keno nggepok ing Al-Qur’an Kejobo wongwongkang sucisuci kabeh. Bisa kita lihat beliau dengan tegas menafsiri bahwa ٱلْمُطَهَّرُونَ adalah orang-orang yang suci dari hadas, bukan malaikat dan dengan demikian yang dimaksud Al-Qur’an adalah mushaf.

Baca juga:  Temuan Tafsir Jalalain Tertua di Museum Masjid Agung Demak

Satu lagi keistimewaan Tafsir Al-Bayan adalah sistematika yang tegas dan menunjukkan pertanggungjawaban ilmiah. Per- tama-tama pengarang menyampaikan pengenalan makna su- rah, fadhilah, dilanjutkan penafsiran secara ringkas, lalu pema- haman ayat. Yang menjadi titik perhatian pengulas adalah pengkhususan keterangan yang diberi judul Pemahaman Ayat. Ini mensinyalir bahwa pemaknaan terhadap kata secara singkat dengan menggunakan makna gandul berbahasa Jawa adalah tafsir. Sedangkan Pemahaman Ayat adalah apa yang dipahami dari tafsir yang ada sebelumnya. Pemisahan ini, pengulas nilai sebagai sikap yang sangat bertanggung-jawab dalam pemak- naan ayat-ayat Al-Qur’an. Sebab interaksi dengan Al-Qur’an (At- Ta’amul ma’al Qur’an) –meminjam istilah Dr. Yusuf Al-Qara- dhawi- bermacam-macam. Di antaranya, menghafalnya, mem- bacanya, mentadabburinya, menghayatinya, menafsirinya, mengamalkannya. Sering kali dijumpai kitab-kitab tafsir yang tidak memisahkan mana bagian penafsiran, mana bagian pen- dahuluan atas tafsir dan mana bagian yang masuk kelompok pemahaman terhadap tafsir. Ini pasti membuat pembaca awam akan menganggap bahwa semua yang ada dalam suatu kitab tafsir adalah penafsiran. Tidak heran kalau para ulama’ menye- but Tafsir Ar-Razi, Tafsir Al-Jawahir dengan fihi kullu syai’ illa at-Tafsir (dalam kitab ini ada semuanya kecuali tafsir itu sendiri).

KH. Shodiq Hamzah telah turut serta menghilangkan ker- ancuan ini. Karya sebelumnya bisa kita sebut yaitu At-Tafsir Al- Munir karya Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, dalam tafsirnya, mem- bedakan antara Tafsir dengan pemahaman terhadap tafsir yang beliau beri sub judul Fiqhul Hayah wal Ahkam. Ini karena suatu keterangan disebut tafsir atau tidak –sebagaimana definisi Az- Zarqani- adalah apakah ia masih berkaitan dengan ad-Dalalah al-Lafzhiyyah suatu kalimah Qur’aniyyah atau tidak. Ketika suatu keterangan terrhadap kalimah Qur’aniyyah selaras dengan Ad-Dalalah Al-Lafzhiyyah maka disebut tafsir shahih (tafsir yang benar), kalau bertentangan disebut dengan tafsir yang salah. Tapi, ketika suatu keterangan bersifat sebagai pen- jelas, komplemen maka bisa disebut sebagai Fiqhul Ayat atau Pemahaman Ayat sebagaimana yang dinarasikan oleh K. H Shodiq Hamzah.

Baca juga:  Asal-usul Madzhab Revisionis dalam Pengkajian al-Qur’an

Salah satu contoh pemisahan tafsir dan Pemahaman Ayat dalam Tafsir Al-Bayan ini adalah, ketika sang pengarang menafsirkan QS Ar-Rahman : 46-61 yang secara umum men- jelaskan tentang kehidupan surga termasuk bidadari cantik jelita di dalamnya, beliau menambahi keterangan dengan sub judul ‘Pemahaman Ayat’, lalu sub judul lagi ‘Luwih Penting’ :Wong wadon ndunyo iki biasane yen banget ayune iku ka- dang bisa gampang kepincut kelawan wong lanang kang di- anggep bagus.Utowo luwih bagus tinimbang lanange. Sebab wadon kang banget ayune iku persasat angger wong kepingin nyawang, mongko yen kebeneran nyawange wong lanang kang bagus, keduane biso tataptatapan. Banjur kapan kok mengkono mongko ono setrum. Pramilo wong wadon iku gampang entuk cobaan, luwih-luwih ndadek’ake perselingkuhan.

Anjuran bagi wong lanang, naliko nggolek bojo mongko ojo namung nggolek rupo. Senajan mungguhe wajahe kurang apik dibiji 6/7 tapi naliko atine apik bijine, mongko wong wadon iku apik dibiji 9. Sak ora-orane 8/7. Mungguh kito kabeh iku luwih apik kang nomer 1, nanging atine ndueni ati kang apik.

Tentu saja, ini bukan tafsir ayat. Tapi karena dirasa sangat urgent maka sang pengarang perlu menyampaikannya dan dengan tepat beliau memberikan judul Pemahaman Ayat dengan penegasan judul Luwih Penting.

Akhirnya pengulas tidak ragu-ragu lagi mengatakan Tafsir Al-Bayan ini sangat layak untuk dipelajari para pemula di Indo- nesia, Jawa khususnya. Meskipun Tafsir ini menggunakan ba- hasa Jawa, tapi pengulas mengatakan ini adalah tafsir ber- standar internasional karena manhajnya sama dengan yang digunakan oleh para mufassir di belahan dunia sana. Wallahu A’lam

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Scroll To Top