Sebagai seorang mukmin, kita diwajibkan untuk mempercayai dengan adanya hari akhir atau hari pembalasan. Pada hari akhir tersebut nantinya umat manusia akan ada yang masuk surga dan masuk neraka. Allah Swt sendiri telah memperingatkan tentang siksaan neraka pada surat at-Tahrim ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, lindungilah dirimu dan keluargamu dari siksaan neraka yang mana bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya yaitu para malaikat yang kasar, keras, dan tidak mengkhianati Allah ST terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada malaikat dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Setiap orang mukmin yang taat pasti akan besungguh-sungguh dalam beribadah agar terhindar dari siksa neraka. K.H Bahaudin Nur Salim atau yang lebih dikenal dengan Gus Baha menerangkan bahwa ada beberapa hal yang bisa kita lakukan agar terhindar dari siksaan neraka dalam pengajian rutinan kitab Nashoihul Ibad pada tanggal 29 Desember 2019 di Yogyakarta.
“Nabi itu kalau melawan neraka mudah,” tutur Gus Baha.
Kemudian beliau mengutip sebuah hadis dari Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim,
فَاتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
“Lindungi diri kalian dari siksaan neraka, walau hanya dengan (sedekah) dari separuh kurma. Jika itu belum ada, maka bertutur kata lah dengan kata yang baik”.
Mengapa lewat sedekah kita bisa terbebas dari neraka. Menurut Gus Baha, dengan sedekah setidaknya kita bisa meniru salah satu sifat Allah Swt yaitu maha pemberi tanpa memikirkan apakah orang yang kita beri berhak berhak menerimanya atau tidak.
“Kalau belum bisa yang penting kalian kalau berbicara yang baik, (dan) hidup di bumi ini kalian terlihat ceria,” lanjut salah satu Rais Syuriyah PBNU ini.
Ceria dalam menjalani kehidupan merupakan salah satu wujud rasa syukur kita. Beliau menganalogikan apabila seseorang menyewakan kita sebuah rumah dan memberi kita makan dan kita menempilkan wajah yang terlihat ceria, tentu orang yang memberi juga akan senang.
“Pokoknya hidup di dunia ini (harus) ceria,” timpal Gus Baha.
Kemudian beliau menceritakan kisah Syaqiq al-Balkhi yang bertemu dengan seorang budak yang tetap ceria meskipun di negerinya sedang carut-marut. Si budak ceria karena merasa sudah dijamin oleh tuannya. Syaqiq al-Bakhi merasa tertampar karena melihat budak yang merasa dijamin oleh tuannya, padahal tuannya si budak adalah mahluk, apa lagi dia, Syaqiq a-Balkhi, yang memiliki tuan, tuhannya para mahluk dan maha kaya.
“Kita ya boleh susah, tapi ya sekadarnya saja,” terang Gus Baha.
Dalam pengajian-pengajian lainnya, beliau sering mengutip salah satu hadis yang diriwayatkan dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin bahwa salah satu umat pilihan Rasulullah saw, yaitu orang yang tertawa saat ramai, tetapi menangis saat sepi.
إن من خيار أمتي قوماً يضحكون جهراً من سعة رحمة الله ويبكون سراً من خوف عذاب الله أبدانهم في الأرض وقلوبهم في السماء أرواحهم في الدنيا وعقولهم في الآخرة
“Sesungguhnya salah satu dari pilihan umatku yaitu mereka yang tertawa disaat ramai karena keluasan rahmat Allah Swt dan menangis di saat sepi karena takut atas siksaan Allah Swt, tubuh mereka berada di bumi akan tetapi hati mereka berada dilangit, ruh-ruh meraka berada di dunia tetapi akal-akal mereka berada di akhirat”.
Ceramah atau pengajian beliau memang sering dibawakan dengan gelak tawa dan penuh candaan. Tentu ini menjadi angin segar bagi dakwah islam yang menampilkan rahmatan lil alamin, dimana di saat yang bersamaan banyak dakwah yang dibawakan dengan ajaran-ajaran yang menakutkan dan menyalahkan orang lain. Wallahu a’lam.