Ada banyak yang berambisi supaya menjadi orang yang kaya raya. Rumah mewah, makan enak, pekerjaan memadai, istri atau suami yang cantik dan tampan, relasi banyak, jaringan luas dan lain sebagainya. Beranggapan bahwa kesuksesan yang ada ialah seperti itu.
Soal kekayaan, memang saat ini bagi saya atau mungkin banyak orang, tidak bisa ditafsirkan dengan baik apa standar kekayaan itu. Sebab, yang saya rasa kaya ternyata dibenak orang lain bukanlah kaya. Hal yang kurasa itu adalah kekayaan, ternyata hal itu di mata orang lain adalah tipu daya. Keshahihan standar kekayaan tidak benar-benar ada.
Bila secara komunal, standar kekayaan itu masih rancu. Keluarga saya di kampung dianggap kaya oleh banyak warga kampung sebelah, karena memiliki tiga motor sedangkan kampung sebelah masih banyak yang beraktifitas menggunakan sepeda onthel dan jalan kaki. Saya sendiri melongo melihat isi dompet yang jarang terisi lembaran uang, ketika melihat teman saya dibelikan mobil Honda Jazz oleh orang tuanya, karena tidak tega melihat anaknya harus berangkat ke kampus dengan ojek ataupun angkutan umum.
Dan pada akhirnya, hidup memang soal standarisasi pribadi. Bahkan kaya itu memang ya sangatlah sederhana dan tak melulu soal perkara yang mencengangkan.
Dalam diri manusia, paling tidak memiliki 3 hal potensial yang menyertai. Dalam perspektif KH. MA. Sahal Mahfudh diantaranya adalah, al-Quwa al-Aqliya (daya intelektual), al-Quwa al-Syahwatiya (nafsu, sahwat), dan al-Quwa al-Ghadhabiyah (emosi). Bilamana ketiga hal itu dikembangkan maka akan memperoleh tupoksinya masing-masing.
Saat bicara soal potensi kekayaan manusia, maka hal yang tak luput disinggung adalah soal berbagi dengan sesama. Apapun yang kita miliki maka sejatinya adalah amanah yang perlu kita jaga, maka dengan berbagilah nilai kepemilikian kita dapat bertambah tinggi.
Buku ini ditulis oleh cerpenis terkenal Puthut Ea, sebuah buku terbitan Mojok dengan penyajian perspektif yang lain tentang kekayaan dalam diri manusia. Buku kumpulan cerpen ini memiliki pembahasan ringan yang dikemas dengan komedik, kritik, juga kadang perlu disimak dan renungkan baik-baik. Meski demikian tak jarang pula ada isu-isu yang terasa sepele, lumrah, biasa dan dekat dengan kehidupan kita. Saking dekatnya, sampai-sampai kadang kita tidak menyadari, ada yang salah, ada yang perlu diubah terkait sudut pandang kita.
Buku dengan judul lengkap “Kelakuan Orang Kaya: Kumpulan Kisah Ringkas yang Mengganggu Pikiran dan Perasaan” adalah buku yang dicetak pada pertengahan 2018 silam. Buku ini cukup menggelitik, terutama sinopsis di sampul belakangnya yang benar-benar meresahkan itu.
Pada bagian pertama, Puthut membuka ceritanya dengan kisah Rio, seorang dosen di Universitas terkenal di suatu daerah. Orang yang secara kaca mata awam memiliki kekayaan intelektual yang tinggi, ternyata ada sisi buruk di dalam dirinya, yakni soal etika.
Rio berlatar belakang dosen tak serta-merta menjadikannya pribadi yang baik. Ia melakukan kekejaman batin. Di luar kegiatan akademisinya ia melakukan teror terhadap anak usia dini.
Pasalnya, Rio habis dari minimarket membeli rokok dan setelahnya berkunjung ke salah satu kawannya. Dengan kawannnya itu Rio bercerita telah bertemu dengan seorang ibu-ibu dan anaknya. Anaknya menangis, merengek meminta ibunya agar dibelikan es krim. Sang ibu bilang bahwa tak membawa uang lebih. Uangnya hanya cukup untuk membeli mie instan untuk bahan makan nanti malam. Karenanya, anaknya dilerai agar tidak meminta dibelikan es krim terlebih dahulu.
Melihat akan hal demikian, Rio tak memiliki inisiatif untuk membelikan es krim kepada anak kecil itu. Justru Rio membuat onar dengan membeli sebuah es krim namun bukan untuk anak itu, tapi untuk dirinya sendiri. Dan jahatnya lagi, ia buka dan makan es krim tersebut di depan anak kecil itu.
“Balik dari kasir, saya jongkok. Saya buka bungkus es krim itu. Begitu si Anak siap menerima es krim itu… Hap! Langsung es krim itu saya makan! Saya makan dengan lahap!”
Saya tertegun mendengar cerita itu.
“Mas tahu wajah mereka berdua? Lucuuuu! Sumpah lucu. Saya habiskan es krim itu, dan saya pergi. Semua orang melihat ke arah saya. Tapi saya cuek.” (Hlm. 4)
Sungguh cerita orang kaya yang aneh, dan benar-benar mengganggu perasaan dan pikiran. Namun ada kisah orang kaya lain yang patut kita contoh. Saya pun cukup suka dengan cerita ini.
Dikisahkan ada seorang murid yang bersowan kepada guruya, ia meminta wejangan sebab tak lama lagi ia akan pergi. Murid kinasih itu dituturi soal tabiat kehidupan di dunia ini. Sang guru berpesan bila suatu hari nanti sang murid telah jauh dari gurunya, ia tak boleh sekali-kali menganggap kesibukan selain ibadah kepada Allah adalah yang utama. Jelas hal yang paling utama adalah menyembah kepada Allah dan yang lainnya cumanlah sekedar selingan belaka.
“Di sini kita terbiasa menahan rindu untuk bersujud. Sehingga waktu antara itu semua, kita pakai untuk bekerja sebagai bagian tak terpisahkan dari kerinduan kita akan sujud. Kita bertani di pagi hari karena kita rindu sujud di kala Zuhur. Kita mengaji di sore hari karena kita rindu sujud di saat magrib. Bekerja itulah selingan kita. Bukan beribadah. Mencari rezeki itulah selingan kita. Sebab intinya adalah sujud dan syukur… ”
“Guru… “ air mata sang Murid mulai menggenang.
“Bolehkah saya tinggal disini lebih lama?”
“Tidak muridku… sebab Muhamad pun kembali ke bumi. Bima pun keluar dari diri Bima Ruci. Hidup harus dihadapi.”
Sang murid kemudian pamit undur diri.
“Ingat, muridku… kegiatan yang lain hanyalah selingan belaka. Jangan bolak-balik. Ibadah dijadikan selingan. Ini berat tapi begitulah adanya”. (hlm. 131)
Ada banyak lagi kelakuan-kelakuan orang kaya lainnya. Dan tentunya memiliki perspektif kekayaan yang berbeda-beda. Ada yang kaya soal intelektualitasnya semisal Rio, namun miskin soal moral. Ada yang memang kaya secara harta dan bendanya saja. Pula ada yang kaya secara lahiriah maupun batiniahnya.
Keseluruhan cerita di setiap judul memiliki penafsirannya masing-masing. Karena sungguh, sudut padang soal kekayaan memang beragam. Maka dari keragaman itu, Puthut mengulurkan benang merahnya agar kita bisa menarik pelajaran berharganya, bahwa bagaimanapun posisi kita saat ini, teruslah berbagi kebaikan. Maka, seyogyanya seperti itulah hidup ini, yang kaya memberi kepada yang membutuhkan dan yang miskin tidak menuntut lebih terhadap suatu yang tak mampu ia jangkau.
Identitas Buku
Judul: Kelakuan Orang Kaya: Kumpulan Kisah Ringkas yang Menggangu Pikiran dan Perasaan
Penulis: Puthut Ea
Tebal: x+255 halaman
Terbit: Cet. Pertama, Agustus 2018
Penerbit: Buku Mojok
ISBN: 978-602-1318-71-3