Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ketika Soeharto Membubarkan NU

Di zaman Soeharto semuanya “dibangun”, kecuali Nahdlatul Ulama atau NU. NU, persisnya partai NU, dibubarkan oleh Orde Baru dengan “diam-diam”, tidak seperti Bung Karno membubarkan Masyumi, Seoharto membubarkan PKI, atau Jokowi membubarkan HTI dan FPI.

Alasannya jelas, jika dibubarkan langsung atau tunjuk hidung, gejolak besar akan terjadi. Sekuat apapun Orde Baru, pasti masih berpikir seribu kali menghadapi NU face to face.  Bagaimana Partai NU dibubarkan?

Soeharto atau Pemerintah Orde Baru membuat program penyederhanaan partai melalui Sidang Umum MPR tahun 1973. Melalui sidang tersebut, partai-partai –berjumlah sembilan– yang mengikuti pemilu 1971 disederhanakan menjadi dua partai politik dan satu golongan.

Partai NU dipaksa melebur menjadi satu dengan Paarmusi, Perti, dan PSII. Namanya Partai Persatuan Pembangunan. Meskipun partai Islam, Orde Baru melarang mereka menggunakan nama Islam. Namun simbol Islam, yaitu Kakbah, boleh digunakan.

Satu partai lainnya adala Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Parkindo, Partai Murba, dan IPKI. Sementara Golongan Karya adalah representasi dari rezim.

Dengan pembubaran itu, otomatis Pemilu Tahun 1971 menjadi pesta demokrasi terakhir bagi NU. Setelah itu, NU menjadi organisasi keagamaan saja. Hak politiknya dititipkan melalui PPP.

Tidak lama setelah Pemilu Tahun 1977, institusi di PPP, yakni Dewan Syuro, yang notebene banyak diisi oleh ulama NU, ditiadakan. Tujuannya jelas, mengahbisi pengaruh orang NU di partai. PPP, sepanjang masa Orde Baru tidak seperiode pun dipimpin orang NU, padahal massa terbesar PPP adalah NU.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
2
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top