Sedang Membaca
Sajian Khusus: Idul Fitri, Islam, dan Sains
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sajian Khusus: Idul Fitri, Islam, dan Sains

Whatsapp Image 2021 05 11 At 10.39.15 Pm

Pada edisi khusus ke 66 ini, kami akan membahas perihal diskursus sains di dalam beberapa perspektif pemikiran. Tema tersebut sejatinya menarik, tapi belum banyak yang menggeluti. Ini masih menjadi kekurangan, khususnya dalam diskursus penulisan sains secara populer. Joko Priyono membawakan tema tersebut dengan beberapa gagasan penting yang diutarakan sebagai refleksi bersama dalam momentum idul fitri di tahun ini.

Mula-mula, ia mengangkat akan miskonsepsi yang kerap terjadi akan pemaknaan teknologi. Teknologi dalam kebanyakan hanya dibatasi sebagai sebuah alat (tools). Padahal sebenarnya ada faktor lain mesti diperhatikan. Tidak lain adalah berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia yang berwawasan teknologi. Untuk apa? Pada diskursus tersebut, teknologi harus dimaknai secara luas. Terlebih, berkaitan dengan perubahan zaman yang cepat ini.

Kita diingatkan akan Ernst Friedrich Schumacher, ahli ekonomi kelahiran Jerman lewat gagasan berjudulkan Small is Beautiful. Buku tersebut di Indonesia untuk pertama kalinya diterjemahkan oleh LP3ES pada tahun 1979 dengan judul Kecil itu Indah. Di salah satu bagian, Schumacher menjelaskan akan pentingya memperhatikan kepentingan kemanusiaan. Teknologi yang hadir diidealkan terus mendorong produktivitas manusia. Dalam artian lain, teknologi bukanlah sebagai obat pelipur lara (panacea).

Pada diskursus lain, penulis secara khusus mengangkat pemikiran dari beberapa tokoh penting berhubungan dengan perihal sains dan Islam. Pertama, Achmad Baiquni, ahli fisika atom pertama di Indonesia yang dalam beberapa karyanya melakukan diskursus hubungan antara sains dan Islam. Setidaknya dua buku penting yang digagas oleh Baiquni adalah Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern (1983) serta Al Qur’an, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi (1994).

Baca juga:  Sajian Khusus: Kamus Melayu Islami Pertama

Kedua, berhubungan dengan diskursus islamisasi sains. Pada tahun 1980-an, terminologi ”Islamisasi Pengetahuan” dipopulerkan oleh Isma’il Raji al Faruqi dari Lembaga Pemikiran Islam Internasional (International Institute of Islamic Thought) di Amerika Serikat. Namun, ide yang secara spesifik ditujukan untuk pengungkapan relevansi keislaman dan kerinduan akan identitas tersebut, dalam pandangan cendekiawan muslim, Kuntowijoyo agaknya kurang setuju.

Kuntowijoyo lebih menawarkan frasa “Islam sebagai Ilmu”. Apa yang dimaksudkan dengan Pengilmuan Islam berarti proses keilmuan yang bergerak dari teks al-Qur’an menuju konteks sosial dan ekologis manusia. Paradigma Islam sebagai hasil integralistik antara agama dan wahyu. Sementara Islam sebagai ilmu berupa ranah transformasi antara hasil dengan proses. Ia menawarkan sebuah paradigma yang berupa Islam Profetik.

Namun, bagaimana realitas yang terjadi di lembaga terkait yang berhubungan dengan diskursus tersebut. Perguruan tinggi tak terlepas menjadi bagian ruang penting di dalamnya. Ia sebagai wadah untuk pengembangan keilmuan dengan dilandasi pikiran kritis dan skeptis untuk menguji sebuah kebenaran ilmiah. Rasanya ada hal yang terkadang keliru akan kultur di perguruan tinggi kita. Misalkan dari apa yang pernah diutarakan oleh Andi Hakim Nasoetion, Rektor Institut Pertanian Bogor pada tahun 1978 – 1987.

Ia menggarisbawahi akan relitas situasi keberislaman di banyak perguruan tinggi yang kerap diwarnai pemahaman agama yang dogmatis. Dalam catatan Andi, hal itu lah yang menjadikan permasalahan kultur akademik di kampus. Di banyak fakultas berbasis sains dan teknologi (saintek), kajian terkait “keagamaan” lebih dominan diminati ketimbang kajian fakultatif yang berhubungan dengan perkembangan wacana sains dan teknologi. Itu kemudian yang digarisbawahi oleh Andi akan adanya ketekunan yang langka dalam kultur perguruan tinggi.

Baca juga:  Stafsus Menag: Jemaah Haji Lansia Harus Dilayani Maksimal Tanpa Ada Komplain

Berbagai persoalan yang ada di beberapa lanskap berhubungan dengan sains maupun teknologi tersebut perlu dijadikan perhatian bersama. Dimensi sains dan Islam tentunya menjadi aspek menarik untuk dikulik dalam melahirkan gagasan segar dalam transformasi perubahan dan perkembangan zaman. Itu tidak lain adalah sebagai upaya untuk melakukan dialog pengetahuan sebagai upaya trans-disiplin ilmu pengetahuan.

Terima kasih kami haturkan kepada Mas Joko atas tulisannya yang memberikan perspektif segar mengenai kebudayaan, teknologi, sains, dan agama. Semoga bermanfaat. Tak lupa kami juga haturkan terima kasih kepada pembaca setia Alif.id yang selama ini telah mendukung kami dengan membagikan tulisan-tulisan yang ada di laman kami.

Ala kulli hal, selamat membaca, selamat menyambut hari raya! Kullu ‘am wa antum bi khoir…

Salam, redaksi.

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top