Sedang Membaca
Desa Sinden Jatiraja: Warisan Budaya dan Kisah Mistis Pewayangan
Chindy Faizah
Penulis Kolom

Mahasiswa. Bisa disapa di kanal media IG: ci_cifa

Desa Sinden Jatiraja: Warisan Budaya dan Kisah Mistis Pewayangan

Whatsapp Image 2020 01 16 At 10.23.43 Am

Jombang, sebuah kabupaten di barat daya Kota Surabaya, dikenal dengan hasil buminya yang melimpah seperti padi, tebu, dan jagung. Dari 21 kecamatannya, Kecamatan Kabuh menjadi salah satu yang menonjol dengan pemandangan perbukitan kapur yang mempesona. Di kecamatan ini, ada sebuah desa yang menarik perhatian, yaitu Desa Jati Raja. Desa ini berada di perbatasan Jombang dan Lamongan, sehingga memiliki pengaruh budaya yang beragam. Keunikan desa ini tidak hanya terletak pada keindahan alamnya, tetapi juga kisah-kisah mistis serta tradisi seni yang masih terjaga hingga saat ini.

Desa Jati Raja dikenal sebagai ‘Desa Sinden’ karena tradisi pewayangan dan seni sinden yang terus hidup di sana. Namun, apa sebenarnya yang membuat desa ini begitu istimewa? Sebuah wilayah tempat tinggal masyarakat pasti memiliki kebudayaan yang mencakup bahasa, adat istiadat, seni, dan folklor. Dari tradisi dan folklor yang berkembang inilah muncul daya tarik bagi sejarawan maupun peneliti budaya. Mengungkap folklor sama artinya dengan menyelami misteri kehidupan manusia dan nilai-nilai lokal yang diwariskan.[1]

Desa Jati Raja dihuni oleh sekitar 69 kepala keluarga, sehingga suasananya cenderung tenang dan akrab. Julukan “kampung sinden” melekat pada desa ini karena banyaknya sinden yang berasal dari sini. [2]Selain itu, desa ini juga menyimpan kisah menarik tentang asal-usul namanya. Menurut Kepala Desa Jati Raja, Bapak Parman, ada dua versi cerita yang menjelaskan penamaan desa ini. Keduanya mengandung unsur mistis yang dipercayai oleh masyarakat setempat.

Baca juga:  Jelang Harlah Nurul Jadid dan Satu Abad NU, Mahad Aly Nurul Jadid Buka Call for Paper Muktamar Pemikiran Mahasantri 2023

Versi pertama menyebutkan bahwa Desa Jati Raja dulunya merupakan tempat berkumpulnya para raja dan tokoh penting. Di masa itu, belum ada media tulis seperti buku atau lontar, sehingga mereka memanfaatkan kayu jati yang melimpah di kawasan ini sebagai media. Hutan jati di sekitar punden Bulu-Bulu menjadi saksi bisu aktivitas tersebut. Versi kedua bercerita tentang seorang pelarian dari Kerajaan Kediri yang dikenal sebagai “maling celuring.” Ia mencuri dari orang kaya untuk membantu masyarakat miskin, sehingga menjadi sosok yang kontroversial.. [3]

Maling celuring ini akhirnya ditemukan dan hendak diadili, tetapi peristiwa itu berakhir dengan cara yang tak terduga. Alih-alih dihukum, maling tersebut justru menikahkan anak perempuannya dengan seseorang yang akan mengadilinya. Kisah ini menjadi bagian dari warisan cerita lisan yang terus diceritakan dari generasi ke generasi. Selain kisah nama desa, tradisi Jati Raja juga berpusat pada dua punden keramat, yaitu Punden Watu Wayang dan Punden Bulu-Bulu.

Punden Watu Wayang memiliki kisah yang penuh misteri. Konon, alat musik tradisional seperti gong dan gamelan tiba-tiba muncul di tengah ritual warga tanpa diketahui asal-usulnya. Hingga kini, kemunculan alat-alat musik tersebut masih menjadi teka-teki yang menarik perhatian. Alat musik itu kemudian digunakan dalam acara-acara seni di desa, terutama dalam pertunjukan wayang. Kejadian ini turut memperkuat identitas seni pewayangan di Jati Raja.

Baca juga:  Haul Gus Dur Satu Dekade: Beragama dan Berkebudayaan, Memanusiakan Manusia

Dalang yang memimpin pertunjukan di desa ini juga memiliki kisah unik. Tradisi dalang tiban di Jati Raja berbeda dari daerah lain. Di sini, “tiban” bukan merujuk pada pemilihan dalang secara mendadak, melainkan pada tema cerita wayang yang seolah “diturunkan” secara tiba-tiba. Hingga kini, Mas Wakid adalah salah satu dalang yang masih aktif melestarikan seni pewayangan di desa ini.[4]

Seni sinden menjadi elemen penting yang melengkapi pewayangan di Jati Raja. Desa ini dikenal sebagai ‘Desa Sinden’ karena banyaknya sinden yang berasal dari sini. Salah satu sinden tertua, Mbah Sri, kini berusia 112 tahun dan pernah dinobatkan sebagai sinden asli desa. Ia bahkan telah mengikuti prosesi wisuda sinden di masa mudanya, menjadikannya ikon budaya yang dihormati.

Namun, tradisi sinden di Jati Raja tidak hanya ada di desa ini. Ada desa lain bernama Made yang juga memiliki tradisi sinden yang serupa. Beberapa cerita menyebut bahwa para sinden dari Jati Raja sering berkumpul di Desa Made untuk menjalani prosesi wisuda. Alat-alat musik pewayangan yang pernah muncul di Jati Raja pun diyakini sebagian dipinjam ke desa-desa sekitar. Sayangnya, beberapa alat tidak dikembalikan, sehingga kemunculan alat musik secara misterius ini tidak terjadi lagi.

Baca juga:  Ketika Non Muslim Ikut Mudik Lebaran: Cerita Warga Kampung Harapan Jaya dalam Merawat Keberagaman (2)

Selain pewayangan, masyarakat Jati Raja juga menjaga tradisi sedekah bumi. Tradisi ini dilakukan secara rutin di dua punden utama, yaitu Punden Watu Wayang dan Punden Bulu-Bulu. Ritual di Punden Watu Wayang biasanya dilakukan pada Jumat Wage, sementara ritual di Punden Bulu-Bulu dilakukan pada Jumat Pahing. Sebelum ritual, area punden dibersihkan oleh masyarakat sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.[5]

Di tengah derasnya arus modernisasi, Desa Jati Raja tetap menjaga tradisi leluhurnya. Dari tradisi pewayangan, punden Watu Wayang hingga tradisi sinden dan sedekah bumi, desa kecil ini menjadi bukti hidup betapa kuatnya warisan budaya dalam membentuk identitas masyarakat. Kisah dan mitosnya bukan hanya hiburan, tetapi juga cermin nilai-nilai lokal yang terus dijaga oleh warganya. Desa Jati Raja adalah bukti nyata bahwa sejarah dan tradisi dapat berjalan beriringan dengan perubahan zaman.

[1] Suwardi Endaswara, Metodologi Penelitian Floklor (Yogyakarta: Medpress, 2009), 11.

[2] Ilham Polong, “Kkn Dusun Sinden 2021 | Undar Jombang”, https://youtu.be/WuLYAwXq64A?si=21WL4VUKmxvS4Wex. Diakses 8 November 2024.

[3] Parman, Wawancara, Jombang, 8 November 2024.

[4] Ilham Yuda, Wawancara, Jombang, 8 November 2024.

[5] Ilham Yuda, Wawancara, Jombang, 8 November 2024.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top