KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur tiba-tiba menghilang dari lokasi acara yang bertempat di PP. Mambaul Ulum, Sumberberas, Muncar. Ketua Umum PBNU itu membuat agenda mendadak mengunjungi Kiai Muhtadi Thohir di Dusun Langring, Desa Jambesari, Kecamatan Giri, Banyuwangi.
Kunjungan yang terjadi pada medio 1993 itu, sontak mengagetkan warga Banyuwangi. Tak banyak yang tahu, siapa Kiai Muhtadi. Ia tak lebih hanya guru madrasah dan guru ngaji langgaran. Sehari-harinya berkeliling menjajakan kalender, parfum dan kebutuhan-kebutuhan kecil seputar peralatan ibadah di sekitar Kecamatan Giri, Kalipuro, Glagah dan Licin. Tentunya, hanya dengan berjalan kaki.
Kunjungan Gus Dur kepada Kiai Muhtadi itu, seolah membuka tabir, siapa sejatinya Kiai Muhtadi. Putra Kiai Thohir dari Kajen, Pati, Jawa Tengah itu, bukanlah hamba Allah pada umumnya. Ia merupakan sejumlah orang yang harus dikunjungi Gus Dur untuk sebagaimana yang diamanati oleh KH. Muslim Rifai Imampuro atau biasa dikenal dengan sebutan Mbah Lim.
Maklum, pada tahun-tahun itu, Gus Dur sedang menjadi target utama Orde Baru untuk dibungkam. Posisinya sebagai Ketua Umum PBNU sedang dirongrong. Rongrongan tersebut nantinya berpuncak pada Muktamar NU di Cipasung pada 1994. Di Muktamar itulah, penetrasi rezim begitu kuat. Namun, berkat doa para waliyullah, segala muslihat penguasa itu, tak berdaya (tentang ini, akan ditulis khusus).
Semenjak kedatangan Gus Dur ke Langring tersebut, banyak orang yang kemudian mengunjungi Kiai Muhtadi. Tak hanya orang umum, para kiai, pejabat dan tokoh juga turut bersilaturahim.
Sepanjang hayatnya, tak kurang dari tiga kali Gus Dur berkunjung ke Langring. Setelah kunjungan dadakan tersebut, beliau kembali hadir kala resepsi pernikahan putra sulung Kiai Muhtadi. Lalu, datang lagi pada saat haul Kiai Muhtadi sendiri.