Setiap kali berada di kota Madinah al-Munawaroh, penulis sering menyempatkan diri berkunjung ke tempat yang bersejarah ini, letaknya dekat dengan pintu 15 Masjid Nabawi. Sayangnya, ketika berkunjung kembali, papan nama yang menjelaskan bahwa tempat tersebut adalah Saqifah Bani Sa’idah sudah terhapus.
Saqifah Bani Sa’idah adalah nama yang sering kali disebut dalam buku-buku sejarah Islam, terutama ketika menceritakan peristiwa pemilihan pemimpin pasca wafatnya Rasulullah SAW. Kaum Anshor yang saat itu sudah siap untuk membai’at kandidat yang mereka usung, yaitu Sa’ad bin ‘Ubadah, harus rela menyerahkan posisi khalifah kepada Sayyidana Abu Bakar as-Shiddiq atas usulan Sayyidina Umar.
Sempat terjadi perdebatan saat itu, bahkan kelompok Anshor sempat berujar minna amîrun wa minkum amîrun (kita memilih pemimpin masing-masing), tapi kemudian Sayyidana Umar menjawab: minna amîrun wa minkum wuzarâ (pemimpin dari kami sedangkan kalian adalah para menteri), Sayyidana Umar berhasil meyakinkan kaum Anshor sehingga akhirnya mereka membai’at Sayyidina Abu Bakar.
Sebetulnya sahabat Abu Bakar cenderung memilih satu diantara dua orang, yaitu Abu ‘Ubaidillah bin al Jarrah dan Umar bin Khattab untuk menjadi kholifah, akan tetapi Sayyidana Umar menolak dan berujar, “bagaimana mungkin aku menjadi pemimpin umat yang didalamnya terdapat Abu bakar” dan beliaupun mengulurkan tangannya membai’at sahabat Abu Bakar, begitu juga dengan sahabat yang lainnya.
Poin penting dari peristiwa ini adalah: Pertama, para sahabat menyadari betul bahwa adanya seorang pemimpin sangat penting di tengah-tengah umat oleh karena itu, ketika Rasulullah SAW wafat, para sahabat segera berkumpul untuk memilih sosok yang menggantikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin ummat.
Kedua, perbedaan pandangan dalam memilih pemimpin adalah hal yang lumrah, dan ini terjadi antara sahabat dari kalangan Anshor dan Muhajirin bahkan kalangan Bani Hasyim memiliki pandangan lain yang karena beberapa alasan cenderung memilih sahabat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, akan tetapi ketika sudah diputuskan maka semua pihak harus sama-sama mendukung demi kesejahteraan umat.
Ketiga, hendaknya setiap orang menyadari dan mengukur diri akan kemampuannya, dalam hal ini sikap Sayyidina Umar patut dijadikan contoh, ketika Sayyidina Abu Bakar memintanya untuk menjadi kholifah, dengan rendah hati beliau berkata, “bagaimana mungkin aku menjadi pemimpin umat yang di dalamnya terdapat Abu bakar”. Umar merasa bahwa sosok Abu Bakar saat itu lebih layak menjadi kholifah dari dirinya. Semoga peristiwa Saqifah Bani Sa’idah bisa menjadi renungan bagi calon-calon pemimpin kita yang sebentar lagi akan kita pilih di 2024.