Sedang Membaca
Ajaran Tasawuf dalam Serat Sastra Gendhing Sultan Agung
M. Dani Habibi
Penulis Kolom

Lahir di Lampung, 1996. Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Isalam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan saat ini tinggal di PP Wahid Hasyim

Ajaran Tasawuf dalam Serat Sastra Gendhing Sultan Agung

Sultan Agung adalah Raja Mataram Islam yang paling dikenal masyarakat Nusantara. Ia juga mendapatkan gelar seperti Panembahan Hanyakrakusuma dan Susuhunan Agung Hanyakrakusuma. Sultan Agung dilahirkan pada 1593 dan duduk menjadi Raja kerjaan Mataram pada 1613-1646. Sultan Agung putra dari Panembahan Hanyokrowati atau anak kedua dari cucu Panembahan Senopati ( Pendiri Kerajaan Mataram dan sekaligus Raja pertama Mataram). Di bawah tangan kekuasaan Sultan Agung, Mataram Islam menjadi kerajaan yang besar di Jawa.

Mataram Islam yang menjadi pusat kerajaan Jawa pada abad ke-16 yang di dalamnya terdapat banyak tradisi Islam dan Jawa. Agama seringkali dipandang sebagai sumber nilai, karena berbicara baik dan buruk, benar dan salah. Demikian pula agama Islam memuat ajaran yang penuh dengan nilai-nilai yang berbicara tentang kebaikan. Jika dilihat dari asal datangnya nilai-nilai dalam perspektif Islam terdapat dua sumber nilai, yakni Tuhan dan Manusia.

Nilai yang datang dari Tuhan adalah ajaran-ajaran tentang kebaikan yang terdapat dalam kitab suci. Nilai yang merupakan firman Tuhan bersifat mutlak, tetapi di dalamnya terdapat bentuk ajaran perilaku yang merupakan penafsiran terhadap firman Allah SWT dan bersifat relatif. Sehingga butuh penafsiran kembali dalam setiap zaman. Demikian juga dengan nilai kemanusiaan. Nilai-nilia kemanusian yang seperti akhlak dan etika. Nilai kemanusiaan yang menjadi pijakan penting dalam membangun peradaban masyarakat yang harmonis dan sejahtera.

Baca juga:  Hamzah Fansuri dan Tradisi Sastra Esoterik di Nusantara

Pentingnya dalam membangun peradaban yang harmonis dan tidak meninggalkan ajaran-ajaran Islam. Sehingga Sultan Agung berinisiatif untuk membuat suatu serat yang bersifat religi dan mempunyai unsur-unsur lokal, seperti Serat Sastra Gendhing . Serat yang bersisi tentang nilai-nilai keislaman yang ditulis dalam bahasa Jawa. Meskipun serat tersebut mengandung nilai-nilai keislaman, namun Sultan Agung menulisannya dalam bentuk bahasa Jawa. Penulisan ini bertujuan untuk mempermudah masyarakat untuk dapat dibaca dan dipelajari.

Munculnya Sastra Gendhing sebagai respons dari polemik wacana sastra yang tidak berlandaskan pendidikan Islam. Muncul beberapa karya khasanah sastra dan berlandaskan religiusitas di antaranya Sastra Gendhing.

Sastra Gendhing diakui buah pikiran Sultan Agung berisi tentang berbagai ajaran yaitu ajaran moral, religius, seni, filsafat, dan mistik. Karya mistik Sastra Gendhing mengajarkan keselarasan lahir batin dan awal akhir.

Serat Sastra Gendhing ditulis oleh Sultan Agung bertujuan untuk mengingatkan manusia. Supaya Manusia selalu ingat bahwa hidup ada keterkaitanya antara manusia dan Tuhan. Hal demikian tercermin dalam diri Sultan Agung sebagai raja. Dalam konsep kekuasaan Jawa, kekuasaan raja yang besar tetap harus diimbangi dengan kewajiban, ber budi bawa leksana, ambeg adil para marta , yaitu meluap budi luhur mulia dan sifat adil terhadap semua. Cerminan diri sosok Sultan Agung lalu ditulis dalam bentuk teks Sastra Gendhing.

Nilai religi dengan corak lokalitas dalam Gendhing menjadikan sastra ini banyak disukai oleh masyarakat Jawa. Unsur religi dalam sastra Jawa ditempatkan jelas sekali di bagian awal atau akhir dalam naskah, dinyatakan dengan kalimat untuk mendapatkan penganyoman dari Tuhan semesta alam, seperti yang tercantum pada Serat Sastra Gendhing pupuh Sinom bait 10 baris 1-5.

Baca juga:  Ngaji Rumi: Beragama dengan Gembira

Kalengkanireng swarendah/ “Terangkai dalam keindahan suara”

Sarancak pinitheng esti/ “Tertata rapi dan berirama Irama”

Ngesihi tableh ing panunggal/“Irama yang memiliki tujuan”

Tuduh pamadyaning/“Memberi petunjuk kepada umat manusia”

dasih Mring Hyang kang maha sugih/“Mengenai Tuhan yang maha kaya”

Penggalan teks Sastra Gendhing di atas menunjukkan begitu besar nilai-nilai Islam dengan bahasa Jawa sebagai bukti kesuksesan dalam alkulturasi budaya dan agama di tanah Jawa.

Perpaduan antara unsur religi dan budaya menjadikan Sultan Agung sebagai guru dan pemimpin yang disegani oleh masyarakat. Kewibawaan dalam memimpin dan menjadi tokoh agama, membuat membuat masyarakat merasakan kenyamanan dan ketentraman. Banyak ajaran-ajaran yang Sultan Agung lakukan dalam membimbing masyarakat seperti budaya, agama, tradisi hingga pengenalan terhadap teks-teks Sastra Gendhing.

Sultan Agung tentu ketika mengarang teks Sastra Gendhing tersebut tidak terlepas dari Alquran, hadis serta ajaran Sunan Kalijaga.

Perpaduan anatara Alquran, hadis, dan ajaran Sunan Kalijaga menginisiatif Sultan Agung untuk membuat sebuah teks Sastra Gendhing yang di dalamnya terdapat nilai-nilai tasawuf yang sangat dalam. Nilai-nilai tasawuf tersebutlah yang Sultan Agung ajarkan kepada masyarakat yang bertujuan untuk menyalurkan ajaran Islam kedalam sendi-sendi lokalitas budaya masyarakat Jawa.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
0
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
5
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top