Sedang Membaca
Kisah Aisyah dan Hoax di Sekitar Kita
Najmi Fuady
Penulis Kolom

Jihadis akademik pada Program Studi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Ilmu Perpustakaan dan Informasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Meminati isu media sosial, masyarakat informasi, social culture cyber, literasi media digital dan terorisme - radikalisme.

Kisah Aisyah dan Hoax di Sekitar Kita

Era teknologi informasi masa kini memberikan manfaat yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan masyarakat. Satu manfaat yang kasat mata adalah melimpahnya informasi dan kemudahan akses 24 jam terhadapnya.

Namun, melimpahnya informasi yang semakin tidak terbendung di zaman ini memunculkan masalah baru yaitu sulitnya memilih  informasi yang benar dan tidak, yang beredar terutama di dunia maya. Tak jarang orang terjebak untuk mempercayai dan membagikan informasi bohong atau umum yang kita kenal sebagai hoax.

Salah satu hoax yang sukses menggaet korbannya ialah apa yang terjadi pada Nur. Pada 22 bulan silam Nur pernah meninggalkan Indonesia untuk hijrah ke Raqqa, daerah yang diklaim kelompok ISIS sebagai ibu kota negara Islam. Dia mengaku memutuskan untuk bergabung dalam naungan ISIS karena termakan hoax setelah melihat foto dan video yang mereka unggah ke internet.

Di dalam video terlihat bagaimana ISIS membangun sebuah peradaban yang mampu memberikan kesejahteraan dan kedamaian di bawah naungan negara khilafah. Namun setelah dua tahun di Raqqa, dia bersama keluarganya memutuskan untuk kembali lagi ke Indonesia karena informasi yang dibagikan ISIS tersebut hanyalah bualan semata. Alih-alih mendapat kesejahteraan, ayah dan saudara lelakinya dimasukkan ke penjara dan Nur diburu untuk dijadikan istri para jihadis tersesat itu. Miris.

Melihat begitu masifnya peredaran hoax ini menimbulkan pertanyaan, apakah hoax hanya muncul di zaman milenial seperti sekarang atau kah sudah ada dari zaman dahulu kala? Jawabanya, hoax sudah ada sejak dulu, saudara sekalian. Hoax bahkan sudah pernah menyerang Rasulullah SAW.

Baca juga:  Khutbah Idul Adha: Hari Raya Kurban di Tengah Pandemi Covid-19

Cerita Aisyah RA

Ceritanya termaktub dalam Surah An-Nur [24] : ayat 11-14. Dalam asbâbun nuzûl ayat tersebut (Direktorat Jenderal Bimas Islam Urusan Agama Islam dan Bimbingan Syariah (Urais), 2012) dijelaskan bahwa saat perang Muraisi’ Rasulullah SAW membawa serta Aisyah RA ke medan perang. Seusai perang, rombongan kembali ke Madinah, namun Aisyah RA tertinggal rombongan (karena suatu hal) dan hampir tidak ada yang menyadari hal itu.

Hanya seorang pemuda Islam bernama Shafwan bin Mu’atthal as-Sulami yang berada di rombongan terakhir melihat sesosok perempuan yang tergelatak dari kejauhan. Dia mendekat dan terkejut menyadari bahwa perempuan tersebut adalah Aisyah RA.

Aisyah RA pun bangun, Shafwan turun dan meminta Aisyah RA naik ke unta yang dibawa Shafwan untuk bersama-sama menyusul rombongan. Pada siang keesokan hari, barulah mereka bisa bergabung kembali masuk ke rombongan.

Sesampainya di Madinah, masalah lain muncul. Berkembang rumor yang bersumber dari Abdullah bin Ubay bin Salul (tokoh munafik di Madinah), lalu Hassan bin Sabit (keponakan Nabi sebelum masuk Islam), dan Mistah (keponakan Abu Bakar). Mereka mengembuskan kabar bahwa Aisyah RA berselingkuh dengan Shafwan bin Mu’atthal.

Mendengar hal itu Rasulullah sempat terpengaruh, namun beliau tidak menegur Aisyah RA dan hanya berdoa kepada Allah SWT untuk mendapat ampunan dari Allah SWT.

Dari cerita tersebut kita mendapatkan gambaran bahwa kabar bohong yang tersebar tanpa verifikasi sudah ada pada zaman Rasulullah. Bahkan beliau sendiri sasaran empuknya, melalui Aisyah. Di ayat 11-14 Surat An-Nur tersurat, bahwa tindakan orang-orang mukmin yang mempercayai fitnah itu, sangatlah disayangkan. Seharusnya mereka dengan spontan bisa menolak atau minimal mengklarifikasi atas kebenaran informasi tersebut.

Baca juga:  Amar Makruf Nahi Munkar, Dakwah dan Rambu-rambunya dalam Agama

Pelajaran yang bisa ditarik pada masa kini, hendaklah orang-orang yang gemar memproduksi dan membagikan hoax  sadar dan menghentikan tindakannya. Allah telah mengkategorikan orang–orang seperti ini di dalam firman-Nya dalam Surah Al-Baqarah ayat 8 – 10. Apa kata Allah?

“Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,’ pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”

Singkatnya, orang-orang yang gemar memproduksi dan membagikan hoax ini dikategorikan Allah sebagai orang yang tidak beriman dan memiliki penyakit hati, naudzubillah.

Tabayyun

Hoax sejak zaman Rasulullah terus berevolusi melalui isi dan perantara penyampaiannya. Kita menyepakati bahwa sampai kapan pun hoax seakan tidak akan pernah bisa kita hilangkan dari dunia ini karena hoax merupakan gejala sosial di masyarakat. Namun apakah kita tak punya solusi untuk menangkalnya atau minimal meredamnya?

Islam sebagai agama penyempurna dan petunjuk untuk umat manusia pastilah memiliki jawaban atas hal ini. Dalam QS. Al-Hujurat ayat 6 Allah memberikan jawaban :

Baca juga:  Dakwah Sebagai Media Transformasi Sosial (2): Menghidupkan Nilai-nilai Moral, Meningkatkan Kualitas Spiritual

“Wahai orang-orang yang beriman, jika ada seorang fasik datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayun lah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.”

Dalam ayat tersebut ada kata yang merupakan jawaban terhadap masalah ini, apa itu? Tabayyun, atau check & recheck secara mendalam sebelum kita mengambil tindakan atas informasi yang datang kepada kita. Cara check & recheck suatu informasi bisa kita lakukan dengan mencari tahu kepada ahlinya dan membandingkan dari sumber-sumber lain hingga kita yakin akan kebenaran informasi tersebut.

Kemudian yang tidak lebih penting lagi adalah kita harus bersikap bijak dalam menggunakan media sosial sebagai upaya pencegahan agar tidak terpedaya hoax yang beredar, diantaranya :

  1. Selalu mengedepankan akal dan hati dalam menggunakan media sosial.
  2. Tahan diri untuk tidak merespon berita – berita atau informasi yang mencurigakan.
  3. Jangan takut untuk tidak terlihat kudet (kurang update) dimata banyak orang. Karena hal itu tidak ada ruginya sama sekali, malah kita harusnya malu jikalau terjebak dalam berita atau informasi yang sifatnya hoax.

Semoga dengan cara ini kita bisa terhindar dari banjir hoax yang beredar di dunia maya dan menjadi golongan yang tidak disebutkan oleh Allah dalam surah An – Nur maupun Al – Baqarah seperti yang dijelaskan diatas. Aamin.

Waalahu a’lam bissawab

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top