(L. 1918 – W. 1986)
KH. Muhammad Tsani lahir pada tahun 1918 di Alabio Hulu Sungai Utara, ketika itu ayah beliau bernama H. Zuhri, sedang merantau ke Perak, Malaysia. Kebiasaan merantau kelak dikemudian hari diwarisi oleh KH. Muhammad Tsani. Terbukti beliau cukup dikenal di Jawa, dan Malaysia. Beliau merantau dengan tujuan menuntut ilmu dan mencari pengalaman sekaligus berdakwah.
KH. Muhammad Tsani memiliki dua orang istri, yang pertama bernama Hj. Siti Aisyah. Dari Hj. Siti Aisyah ini lahir Hj. Lamsiah. Istri kedua bernama Hj. Kartasiah binti Baseri yang bermukim di Malaysia. Hj. Kartasiah meninggal pada tanggal 26 September 2002/19 Rajab 1423 H. Salah satu cucu beliau berhasil menyandang gelar Profesor yaitu Prof. Dr. H.M. Gazali, M.Ag, yang bertugas sebagai dosen di Fakultas Dakwah di IAIN Antasari Banjarmasin.
Muallim Tsani belajar dengan mengaji duduk kepada ulama-ulama di Alabio alumnus Mekkah dan Mesir. Selain itu, beliau juga belajar kepada guru Ahmad Negara, Hulu Sungai Selatan. Ketika itu Negara merupakan pusat pengetahuan agama Islam di Kalimantan Selatan. Kegiatan beliau yang tidak asing lagi adalah sebagai muballigh dan menjadi pembimbing haji. Karena itu hampir tiap tahun beliau menunaikan rukun Islam kelima ini. Selama hidupnya KH. Muhammad Tsani telah melaksanakan ibadah haji sebanyak 22 kali.
Sekitar tahun 1975-an, Muallim Tsani ke Banjarmasin, pada era inilah kiprah beliau mulai kelihatan dalam sumbangsih untuk perkembangan Islam di Kalimantan Selatan. Bagi Muallim Tsani, hidup itu hanya berarti dengan ilmu dan amal. Hal ini dapat dilacak dari ungkapan beliau: “ aku ini kada pang alim, tapi aku maamalakan apa nang kutahui” ( Saya ini tidaklah pula orang alim, namun ilmu saya ketahui, saya amalkan). Muallim Tsani mengaku bukanlah seorang yang alim, tetapi dia mempunyai prinsip mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya. Dalam konteks Pendiri Pondok Pesantren Al-Falah, ilmu dan amal itu didukung oleh keberanian dan keteguhan hati dan sikap.
Pandangan ini boleh dikatakan sebagai reaksi atas gelombang perubahan di masyarakat Banjar ataupun di Kalimantan Selatan. Perubahan itu sendiri tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui negoisasi dan dialektika rasio kebudayaan yang alot. Sikap yang diperlukan adalah bagaimana menyikapi hal itu secara arif, tidak berlebihan dan mampu menyelesaikan secara tepat. Saringan yang paling ampuh adalah agama dan media yang paling tepat adalah pesantren.
Kiprah aktif dan sekaligus menjadi karya monumental KH. Muhammad Tsani adalah mendirikan Pondok Pesantren Al-Falah di Landasan Ulin, Banjarbaru. Pondok Pesantren tersebut didirikan pada tanggal 19 Rabiul Awal 1394 Hijriyah/09 Juni 1974 Miladiyah. Dari Pondok Pesantren ini banyak lahir ulama dan cendekiawan muslim yang eksis di masyarakat. Hingga sekarang, lembaga pendidikan Islam yang beliau bangun ini, masih menjadi Pondok Pesantren favorit di Kalimantan Selatan.
KH. Muhammad Tsani seorang ulama tawadhu, zuhud, ikhlas, qanaah, pandai bersyukur. Beliau dikenal ulet, dan tidak kenal menyerah; namun tidak lupa bertawakkal kepada Allah. Itu sebabnya masyarakat menghormati dan memuliakan beliau sebagaimana layaknya seorang ulama.
Akhirnya pada tanggal 11 Muharram 1479 H atau 14 September 1986 beliau wafat dan jenazahnya dimakamkan di komplek Pondok Pesantren Al-Falah, Landasan Ulin Banjarbaru.Keulamaan beliau tidak diragukan lagi oleh masyarakat. Sebagai pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren, beliau sangat gigih berjuang untuk memajukannya.
Kepeloporan KH. Muhammad Tsani yang menonjol adalah di bidang dakwah dan pendidikan. Meski termasuk ulama yang tampil bersahaja, namun beliau juga dikenal sebagai sosok yang memiliki etos kerja tinggi serta integritas kepribadian yang memancarkan akhlak mulia. Oleh karena itu baik di kalangan santri, maupun para ustadz-ustadzah dan masyarakat, selalu dikenang dan diteladani.
Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.