Sedang Membaca
Sabar Menghadapi Pertanyaan: Kapan Menikah
Untung Wahyudi
Penulis Kolom

Pendidik dan Pengurus Rumah Baca “Untung Pustaka”, Sumenep.

Sabar Menghadapi Pertanyaan: Kapan Menikah

Sebagaimana maut, jodoh adalah rahasia Tuhan yang tak seorang pun bisa mengetahui keberadaannya. Tak sedikit orang menjalin hubungan cinta dengan begitu alot dengan segala rintangan yang mengadang, namun akhirnya kandas di tengah jalan sebelum melenggang ke pelaminan. Ada yang baru beberapa waktu melalui taaruf, tapi sudah memantapkan diri untuk menggenapkan separuh agamanya bersama orang yang baru dikenal.

Begitulah jodoh. Sekuat apa pun manusia berusaha, tetaplah Tuhan yang menentukannya. Namun, manusia senantiasa dituntut untuk berusaha hingga akhirnya mereka bertemu dengan orang yang menurutnya pantas untuk menjalani kehidupan rumah tangga.

Memasuki musim nikah—biasanya bulan Dzulhijah atau Bulan Haji—lazim para bujang yang belum menikah mendapatkan pertanyaan “keramat” yang kadang bernada gurauan. Berbagai reaksi pun muncul dari orang yang mendapatkan pertanyaan “kapan menikah” tersebut. Ada yang menyambut pertanyaan itu dengan tersenyum simpul, tetapi banyak juga yang meresponsnya dengan emosi yang tak tertahankan.

Sekilas, pertanyaan “kapan menikah” memang mengandung unsur motivasi atau dorongan agar seseorang bisa segera menikah dalam waktu dekat—setelah melalui proses yang memang dianjurkan oleh agama. Bukan melalui cara-cara yang tidak dibenarkan, baik oleh agama maupun norma sosial yang ada. Namun, terkadang, pertanyaan tersebut berbau bullying yang sengaja dilancarkan pada seseorang yang sudah seharusnya menikah—karena usianya sudah matang. Hal inilah yang menyebabkan seseorang bisa tersinggung oleh pertanyaan yang nampak sepele, tetapi sebenarnya sangat menyakitkan hati.

Baca juga:  Alquran, Mistisisme Angka, dan Otak-Atik Gatuk Sugi Nur

Menikah memang perkara sunah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw., sebagaimana hadis yang berbunyi, “Al-nikaahu sunnati, fa man raghiba ‘an sunnati fa laisa minni… / Menikah adalah sunahku dan barang siapa yang tidak menyukai sunahku, maka dia bukan bagian dari golonganku”.

Hadis tentang pernikahan di atas begitu melekat dalam benak karena kerap kali diungkapkan oleh para Ustaz atau Kiai dalam khutbah-khutbah pernikahan. Hadis ini berupa anjuran agar setiap manusia bisa melangsungkan pernikahan—jika mampu—karena menikah adalah bagian dari ibadah yang sangat dianjurkan oleh Nabi. Pernikahan juga dapat melindungi harga diri, menjaga pandangan, dan melindungi orang-orang dari perbuatan maksiat yang sangat dilarang oleh agama seperti free sex. Karena, dalam Islam telah diatur bagaimana berhubungan dengan lain jenis. Hubungan yang tak merugikan pihak mana pun seperti berhubungan seksual sebelum pernikahan.

Setiap orang biasanya punya target sendiri di usia berapa akan menikah. Ada yang mantap menikah di usia muda, yakni di bawah usia dua puluh lima tahun, tetapi tak sedikit yang sudah menginjak kepala tiga, namun belum juga siap membina rumah tangga. Ada banyak alasan kenapa seseorng tak kunjung menikah di usianya yang sudah matang.

Hal ini dialami oleh Gol A Gong, pengarang novel Balada Si Roy yang fenomenal tersebut. Pengarang yang juga pendiri Rumah Dunia itu baru memantapkan hatinya untuk menikah saat usia 33 tahun. Usia yang cukup “lewat masa tenggang”, mengingat adik-adiknya menikah saat usianya masih muda.

Baca juga:  New Normal: Seperti Apa Konsep Dirimu?

Banyak pertanyaan diajukan, termasuk oleh Ibunya sendiri. Gong tak pernah menyerah dengan usahanya, sehingga akhirnya ia berani menyunting gadis Solo bernama Tyas Tatanka, yang sekarang juga menjadi partner menulis dan berkaryanya di Rumah Dunia.

Berbicara tentang kesiapan diri, sebenarnya setiap orang punya kriteria khusus. Ada yang mau menikah ketika semuanya sudah siap, tak hanya mental tetapi juga finansial. Namun, ada yang secara finansial sudah siap, tetapi mentalnya belum matang untuk menjalani kehidupan rumah tangga yang memang penuh dengan tantangan.

Karena itu, menikah memang butuh persiapan secara mental dan finansial. Kedua bekal ini memang harus sama-sama dipersiapkan. Hal ini juga disampaikan Yoli Hemdi dalam buku motivasi pernikahan berjudul Alhamdulillah On The Way Nikah. Buku ini berisi hal-hal yang berkaitan dengan semua pernik-pernik pernikahan. Dari masalah persiapan teknis, hingga hal-hal praktis yang hendak dilalui oleh calon suami-istri yang hendak menjalani kehidupan rumah tangga.

Persiapan rohaniah adalah hal utama yang perlu disiapkan. Seseorang harus yakin bahwa menikah adalah dalam rangka ibadah dan menggenapkan separuh agama. Seseorang yang mengisi batinnya dengan motivasi-motivasi menyentuh rohani, biasanya akan lebih matang menuju mahligai perkawinan. Kematangan rohani akan membuat seseorang tangguh menghadapi hal apa pun ketika kelak sah menikah.

Baca juga:  Musyawarah Sufi di Meja Makan

Persiapan jasmaniah juga hal yang perlu diperhatikan. Fisik memang harus prima sebelum menikah. Persiapan fisik juga bisa dilengkapi dengan memeriksakan kesehatan ke dokter. Mungkin ada beberapa penyakit yang harus diobati, terlebih penyakit yang berkaitan dengan organ reproduksi. Makanya, sekarang sebelum mendaftarkan diri ke Kantor Urusan Agama (KUA) biasanya calon pengantin disarankan untuk check up pranikah. (RM)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top