Ulumul Hadits merupakan salah satu cabang keilmuan dalam Islam guna menyeleksi sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Dikarenakan Al-Hadits An Nabawi Asy Syarif merupakan sumber hukum kedua dalam Islam setelah Al – Qur’an, maka tak ayal jika ilmu ini banyak digeluti oleh para ulama’ yang hasilnya nanti dijadikan istinbath hukum para ulama’ guna diformulasikan kembali dalam bentuk ijtihad.
Pada awal pandemi 2019 lalu, KH. Afifudin Dimyathi atau biasa disapa Gus Awis berhasil menuntaskan dua buah karyanya yang berjudul Jadawilul Fushul fii Ilmi Ushul (Ushul Fiqih) dan Mukhtasar Latif fii Ulumil Hadits Asy-Syarif (Ulumul Hadits). Kedua kitab yang ditulis oleh Katib Syuriah PBNU tersebut turut mewarnai ragam turots Ulama’ yang ada di bumi Nusantara ini. Gus Awis yang merupakan santri dari KH. Mufid Mas’ud, Ponpes Sunan Pandanaran, Yogyakarta memiliki karya lain berkaitan tentang al-Qur’an diantaranya, Madkhal ilaa Ilm Al-Lughah Al-Ijtima’i, Mawaridul Bayan fii Ulumul Qur’an, Shafa’ Al-Lisan fii I’rab Al-Qur’an, Majma’ Bahrain fii Ahadits At-Tafsir min Ash-Shahihain, Ilmu Tafsir: Ushuluhu wa Manahijuhu, Irsyad Ad-Daarisin ilaa Ijma’ Al-Mufassirin, Asy-Syamil fii Balaghah Al-Qur’an, Jam’ul Abir fii Kutub At-Tafsir, dan Tafsir Hidayatul Qur’an yang baru saja dilaunching tahun 2024 ini.
Dalam muqoddimah kitab Mukhtasar Latif yang membahas seputar ilmu hadits ini, Gus Awis menuturkan bahwa kitab ini merupakan ringkasan dari beberapa karya ulama’ mutaqaddimin seperti, Muqaddimah Ibn Ash-Sholah fii Ulumil Hadits, Tadribu Ar-Rawi karya Imam Suyuthi, At-Taqrib wa At-Taysir karya Imam Nawawi, Dirasah fii Ulumil Hadits karya Syaikh Basyuni Musthafa Al-Kumi, dan Mabahits fii Ulumil Hadts karya Syaikh Manna’ul Qathan.
Uniknya, kitab ini juga dilengkapi tabel di setiap bab pembahasannya guna memudahkan para pelajar/santri di tahap pemula dalam mempelajari fan ulumul hadits. Pembahasan awal pada kitab ini dibuka dengan definisi dan pembagian ulumul hadits seperti, ilmu jahr wa ta’dil (ilmu yang mengulas diterima atau tidaknya suatu hadits dari perawi), ilmu ma’rifatu sahabat (ilmu yang mengulas nama, keutamaan, dan kedudukan para sahabat), ilmu rijalul hadits (ilmu yang mengulas kehidupan atau biografi perawi hadits), ilmu ma’rifatu asma’ wa kunyah,wa al – laqob, wa al – ansab (ilmu yang mengulas nama, julukan, nama panggilan, dan nasab para perawi hadits), ilmu mukhtalif al – hadits wa musykiluhu (ilmu yang mengulas metode penyelesaian perbedaan suatu hadits yang dianggap bertentangan), ilmu gharib al-hadits (ilmu yang mengungkap suatu lafadz dalam matan hadits yang sukar dipahami), dan ilmu ‘ilal al – hadits (ilmu yang mengulas sebab – sebab tersembunyinya shahih atau tidaknya suatu hadits).
Menginjak bab pertama yang dibahas dalam kitab ini adalah pembagian hadits berdasarkan ketersambungannya yang meliputi hadits mutawattir, hadits ahad, hadits masyhur, hadits aziz, dan hadits gharib. Mulai bab ini Gus Awis menampilkan bagan di setiap pembahasannya guna memudahkan para santri/pelajar dalam mendalami ilmu hadits. Kemudian di bab kedua membahas tentang pembagian hadits berdasarkan diterima atau tidaknya suatu hadits, yang pada bab ini pembahasannya meliputi hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dhaif.
Lalu pada bab ketiga, kitab ini membahas seputar pembagian hadits dhaif berdasarkan kecacatan suatu sanad, yang dibagi menjadi 6 yakni, hadits mu’allaq, hadits mursal, hadits mu’dhal, hadits munqathi’, hadits mudallas, dan hadits mursal khafi. Adapun pada bab keempat membahas tentang kedudukan hadits dhaif berdasarkan celaan sifat para perawi yang dibagi menjadi 14, yakni hadits maudhu’, hadits matruk, hadits majhul, hadits mubham, hadits bid’ah, hadits munkar, hadits syadz, hadits mukhtalith, hadits mu’allal, hadits mudraj, hadits maqlub, hadits mazid fii mutashil as-sanid (tambahan yang memiliki ketersambungan pada suatu sanad hadits), hadits mudtharib, dan hadits mushahhaf.
Kemudian di bagian bab kelima membahas tentang pembagian hadits berdasarkan ketersambungan sanad, yang meliputi hadits marfu’, hadits mauquf, dan hadits maqthu’. Menginjak bab keenam yang membahas tentang adab – adab para perawi hadits, lalu pada bab ketujuh membahas tentang metode transmisi atau penyampaian suatu hadits kepada para perawi. Adapun di bab kedelapan memuat tentang penulisan dan pengumpulan hadits, lalu di bab kesembilan membahas tentang tingkatan para perawi hadits dan di bab sepuluh atau bab terakhir Gus Awis menambahkan suatu pembahasan terkait urgensi sanad dan pembagiannya dalam proses penyampaian atau tranmisi sebuah hadits.
Waba’du, kiranya kitab sederhana yang ditulis oleh salah satu mufassir Nusantara ini bisa dikatakan dapat menjadi pegangan dasar para thalib / pencari ilmu baik itu santri dan mahasiswa yang sedang bergulat pada fan ilmu hadits. Dikarenakan latar belakang penulisan kitab ini menurut Gus Awis adalah sebagai bahan pengajaran santri beliau di Asrama XIV Ribath Hidayatul Qur’an Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang. Wallahu a’lam.