Sedang Membaca
Ajip Rosidi, Rancage, dan Menghadiahi Buku
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Ajip Rosidi, Rancage, dan Menghadiahi Buku

Pemberian Anugerah Sastera Rancage 2018 Sumber Foto Sadea Siar

“Aku memilih nama ‘Rancage’ untuk hadiah tersebut,” pengakuan Ajip Rosidi dalam menghormati penerbitan buku-buku sastra berbahasa Sunda. Ia menerangkan: “Kata itu kupungut dari cerita pantun, artinya aktif-kreatif.” Buku-buku terbit pantas dimuliakan dengan penghargaan (hadiah), bermaksud memicu dampak-dampak.

Di buku berjudul Hidup Tanpa Ijazah (2008), Ajip Rosidi berpikiran jauh, ajuan pengharapan: “Aku tulis bahwa buku yang pernah meraih hadiah sastera biasanya dicari orang, sehingga walaupun besarnya hadiah tidak seberapa namun menjadi pendorong kelarisan buku itu…” Buku itu bermutu, penghargaan, dan laris. Sejak mula, pemberian Rancage itu simbolik.

Misi cukup besar tapi sulit mewujud. Hadiah diharapkan berdampak: “… akan membuat perkembangan industri perbukuan karena buku-buku yang memenangkan hadiah itu akan dibeli pemerintah untuk mengisi perpustakaan-perpustakaan dan oleh perorangan yang gemar membaca.” Kita dipahamkan masalah membeli sastra (berbahasa) daerah, bukan selalu sastra (berbahasa) Indonesia. Membeli itu perbuatan baik dalam memuliakan buku. Membeli berakibat penulis memiliki kehormatan dan rezeki.

Sejarah dengan beragam misi dimulai pada 1989. Tahun-tahun berlalu, hadiah terus diberikan: rutin. Buku berwarna hitam dengan judul 10 Tahun Hadiah Sastera “Rancage” (1998) mengungkap kesungguhan dan ketabahan. Buku (terlalu) penting, tak boleh diremehkan dalam lakon Indonesia mau maju. Di buku memuat sejarah Rancage, kita membaca: “Untuk melaksanakan pemberian hadiah secara kontinu saja diperlukan uluran tangan dari pihak yang merasa bahwa ia pun ikut bertanggung jawab atas kehidupan kebudayaan Indonesia yang bermacam ragam, sehingga dengan demikian tetap dapat terus menggunakan lambang negara Bhinneka Tunggal Ika.” Penjelasan megah agar buku mendapat tempat terhormat melalui pembelian, pemberian hadiah, dan penikmatan publik beragam bahasa daerah.

Baca juga:  Kita dan Tragedi 65 (8): Upaya Generasi Muda NU Menjadi Koncone Wong PKI

Sejarah perbukuan di Indonesia mencatat Rancage berpengaruh dan tak membiarkan buku-buku sastra (berbahasa) daerah sepi-sepi saja. Pemberian perhatian dan hadiah ingin memicu pihak-pihak lain turut dalam penghormatan buku. Penantian itu jarang terjawab lugas dan rutin. Rancage terus berjalan sambil mencipta pemaknaan mungkin mendapat sindiran saat menempuhi tahun-tahun mendamba digital. Sejak mula bergerak, Rancage untuk buku cetak. Pengandaian dalam industri buku pun cetak, belum dipikirkan serius atau sempat diramalkan berada dalam situasi gandrung digital.

Pada 31 Januari 2022, Yayasan Kebudayaan Rancage mengumumkan dan memberikan anugerah untuk buku-buku pemenang. Buku-buku berbahasa ibu diterbitkan selama 2021. Sekian buku mendapat kehormatan: Basa ka Olivia (Surachman RM), Mecaki Wektu (Sriyanti S Sastroprayitno), Puntan Kayu ane Masaput Poleng di Tegal Pekak Dompu (IGB Weda Sanjaya), Boru Sasada (Ranto Napitupulu), Naga Runting: Talu Buting (Jamal T Suryanata), dan Ngejung (Mat Toyu).

Buku-buku itu terbit. Kesusastraan di Indonesia berarti bukan cuma berbahasa Indonesia. Kita menduga penerbitan dan anugerah buku-buku sastra berbahasa ibu masih menantikan pembaca. Jumlah pembaca mungkin sedikit. Perbincangan atau ulasan pun sedikit. Menghadiahi buku terpikirkan oleh Ajip Rosidi dan teman-teman menjadi pembiasaan sampai 2022 membuktikan ada misi tak cuma kelarisan buku atau jumlah pembaca. Di situ, buku-buku mengabarkan gairah tak pernah padam dalam arus kesusastraan di Indonesia.

Baca juga:  Priayisasi Sejarah: Catatan atas Problematik Pelajaran Sejarah

Kita mulai tergoda dalam pengandaian ada institusi atau orang mau mengadakan pendokumentasian buku-buku sastra beragam bahasa ibu di Indonesia, dari masa ke masa. Pemberian hadiah atau anugerah sudah ditunaikan tapi menginginkan penggenapan dengan ruang dokumentasi. Di situ, usaha-usaha membaca dan mengulas menjadi lanjutan pemuliaan buku-buku sastra berbahasa ibu. Pembuatan album biografi atau direktori untuk pengarang-pengarang menekuni sastra berbahasa ibu menjadikan penghormatan sepanjang masa, terwariskan untuk anak-cucu. Begitu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top