Sesampainya di Cirebon, Syekh Syarif Hidayatullah giat melakukan dakwah Islam bersama dengan Syekh Nurjati dan tentunya dengan pamannya yaitu Pangeran Cakrabuana.
Ketika itu kerajaan Pakungwati yang dipimpin oleh Pangeran Cakrabuana adalah sebuah kerajaan dibawah kerajaan Galuh yang rajanya adalah Prabu Jaya Dewata yang merupakan ayah dari Parbu Cakrabuana dan kakek dari Syekh Syarif Hidayatullah. Oleh karena hal tersebut Prabu Jaya Dewata tidak merasa khawatir atas perkembangan Islam didaerahnya, dan hal ini pula menunjukan sikap toleransi dan kebijaksanaan Prabu Jaya Dewata terhadap agama Islam.
Syekh Syarif Hidayatullah bahkan diangkat sebagai guru agama Islam di Cirebon dan tidak lama kemudia ia diangkat sebagai kepala di Cirebon. Syekh Syarif Hidayatullah gencar menyebarkan Islam ke bagian selatan tatar Sunda yaitu ke daerah dayeuh (puser kota) Galuh.
Dari sinilah Prabu Jaya Dewata mulai gelisah yang kemudian ia memindahkan pusat kota dan pemerintahannya ke Pakuan Padjadjaran yang terletak diwilayah kerajaan Sunda dengan rajanya Prabu Susuktunggal yang masih merupakan paman dari Prabu Jaya Dewata.
Tetapi karena Prabu Jaya Dewata menikah dengan Mayang Sunda puteri Susuktunggal, maka perpindahan bobot kerajaan dari Galuh (Kawali Ciamis) ke Pakuan Padjadjaran (Bogor) bahkan mempersatuan kebambali Galuh-Sunda yang pecah pada masa tahta Prabu Dewa Niskala, ayah Prabu Jaya Dewata. Maka ketika sudah di Padjadjaran Prabu Jaya Dewata merubah namanya menjadi Sri Baduga Maharaja. (Didi Suryadi, Babad Limbangan, 1977: 46).
Strategi Dakwah Islam
Sejak tahun 1479 Pangeran Cakrabuana mengundurkan diri dari tahta sebagai raja Pakungwati, sebagai pengganti maka ditasbihkanlah Syekh Syarif Hidayatullah sebagai sultan Cirebon yang baru atau sebagai raja kerajaan Pakungwati.
Di bawah kepemimpinan Syekh Syarif Hidayatullah kerajaan Pakungwati mengalami kemajuan yang pesat, sehingga atas dukungan dari rakyat Cirebon sendiri ditambah dari para Wali Songo tanah Jawa dan kerajaan Demak akhirnya Kerajaan Pakungwati melepaskan diri dari kerajaan Padjadjaran, itu artinya bahwa kerajaan Pakungwati yang dipimpin oleh Syekh Syarif Hidayatullah adalah kerajaan yang merdeka tidak dibawah kerajaan Padjadjaran lagi.
Namun hal ini mengundang kemarahan raja Padjadjaran yaitu Prabu Jaya Dewata dan ingin mengambil alih lagi daerah Cirebon tersebut, sehingga Prabu Jaya Dewata melakukan penyerangan terhadap kerajaan Pakungwati, namun penyerangan tersebut tidak berlangsung lama.
Hal ini karena Prabu Jaya Dewata mendapatkan sebuah nasihat dari para Purohita (pemimpin agama Hyang) yang menyatakan bahwa tidak pantas terjadi pertumpahan darah antara kakek dan cucunya, ditambah dengan bahwa berdirinya kerajaan Pakungwati di Cirebon atas jering payah sang darah biru Padjadjaran yaitu Prabu Cakrabuana. (Asep Achamd Hidauat, 2013: 74).
Dengan naiknya Syekh Syarif Hidayatullah sebagai sultan atau raja kerajaan Pakungwati Cirebon, maka Syekh Syarif Hidayatullah diberi gelar Susuhunan Gunung Djati atau Sunan Gunung Djati, lalu dengan intensif menyebarkan Islam ke penjuru tanah sunda. Sebagai seorang raja, tentu rakyatnya akan mudah masuk pada agama Islam, walaupun tentu tidak ada paksaan sedikitpun untuk menjadi muslim dalam strategi dakwahnya.