Sedang Membaca
Kota Islam yang Terlupakan (9): Bukhara, Kota Perawi Hadis hingga Saintis
Avatar
Penulis Kolom

Jurnalis senior, desainer. Tinggal di Depok

Kota Islam yang Terlupakan (9): Bukhara, Kota Perawi Hadis hingga Saintis

Thumbn

Dalm kontek “kota yang terlupakan”, Bukhara tidaklah masuk yang dilupakan. Sebab, ia tetap menjadi kota dengan identitas Islam kuat, dari sejarah, tradisi, hingga bagaimana kota ini mengokohkan diri sebagai kota pendidikan hingga sekarang. Namun, pamornya tetap kalah dengan Kairo, Aleksandria, Qum, apalagi Mekkah dan Madinah. Mari, kita mulai.

Sungai Jihun mengalir di negeri-negeri Asia Tengah. Dan Bukhara adalah negeri yang terletak di muaranya. Umat Islam dan dunia mengenalnya sebagai pusat peradaban keilmuaan. Dari ranahnya lahir banyak cerdik cendikia yang masyhur. Bukhara tanah subur yang dilimpahi buah-buahan.

“Bukhara sumber pengetahuan, Ooo Bukhara pemilik pengetahuan,” begitu ucapan sufi masyhur Maulana Jalauddin Rumi dalam puisinya.

Senada dengan Rumi, sastrawan Iran Ali Akbar Dehkhoda juga mengagumi Bukhara sebagai pusat ilmu pengetahuan. Ia menyebutnya sebagai gudang ilmu. Puja puji dan sanjungan itu tidaklah salah. Bukhara memang pantas menyandang gelar itu.

Tak kalah menarik adalah kekayaan perdabannya. Keindahan asitekturnya bangunan bersejarah masih bisa dilihat sampai sekarang. Menara Kalon yang unik, Moseuleum peninggalan Dinasti Sasanid yang megah adalah bukti ketinggian seni dan kecanggihan ilmu pengetahuan.

Memang sebutan Bukhara tidak jauh dari khazanah ilmu. Dalam bahasa Mongol, Bukhara diartikan sebagai lautan ilmu. Di wilayah Asia Tengah Bukhara bersanding dengan Naisabur sebagai salah satu pusat peradaban kelimuan Islam pada masa abad pertengahan.

Baca juga:  Surat Cinta Muhammad untuk Umat Kristen

Saat ini negeri Bukhara masuk dalam wilayah Uzbekistan. Negeri ini dikenal sebagai negeri yang subur dan penghasil buah-buahan. Letaknya sangat strategis. Bahkan termasuk dalam Jalur sutra, yaitu jalur perdagangan yang ramai pada masa lampau.

Dalam sejarahnya kota Bukhara berdiri 500 SM. Pada zaman itu menjadi bagian dari kekuasaan Kaisar peria. Pernah juga wilayah ini menjadi bagian dari beberfapa kekaisaran seperti Alxsander Agung, Hellenistic Seleucid, Greco Bactaian dan kerajaan Kushan.

Pada zaman Islam, Bukhara mencapai masa keemasan. Dalam catatan sejarah, Islam masuk dibawa oleh Miqdam Rabi, bin Haris pada tahun 672. Setelah itu Khalifah Muawiyah dari dinasti Umayah mengutus Ubaidillah bin Ziyad menaklukan Bukhara. Lambat laun Islam berhasil menguasai Bukhara dan menegaskannya di bawah kepemimpinan Kutaiba bin Muslim pada tahun 710M.

Pada tahun 850 wilayah ini menjadi bagian dari dinasti Sasanid. Pada zaman itu Bukhara tidak hanya menjadi pusat pemerintahan tetapi juga perdagangan. Sebutan sebagai pasar induk yang menampung produk dari China dan Asia Barat. Sedangkan sebutan pusat ilmu pengetahuan terlontar ketika muncul ratusan madrasah. Di setiap perkampungan berdiri sekolah. Bahkan kelas menengah dan elit menyekolahkan putranya secara homeschooling.

Sistem pendidikannya pun berjalan rapi. Anak umur enam tahun mulai mendapatkan pendidikan dasar selama enam tahun. Setelah itu boleh melanjutkan ke jenjang berikutnya. Ada tiga tingkatan dalam pola pendidikan di Bukhara kala itu. Masing-masing ditempuh dalam waktu tujuh tahun. Jadi keseluruhan pendidikannya diperlukan waktu selama 21 tahun.

Baca juga:  Menyudahi Dendam Kesumat: Kisah Muawiyah dengan Az-Zurqa binti Uday

Banyak peninggalan yang Islam yang bisa dilihat dan masih berdiri kokoh. Beberapa objek wisata seperti madrasah Gausakhun, Menara Kalon dan makam Ismail Samanid adalah tempat yang selalu didatangi wisatawan.

Bukhara mengalami masa kemundurannya setelah Kubilai Khan menyerang tahun 1220. Kota ini luluh lantak seperti ketika pertempuran di Baghdad. Ibnu Asir menggambarkannya dengan kata-kata,” Seolah-olah tidak ada apa-apa sebelumnya.”

Pasukan Mongol membantai dan membakar madrasah serta bangunan ilmu pengetahuan lainnya.

Di antara Dua Nama Besar

Imam Bukhari seorang ilmuan yang namanya selalu dinisbatkan dengan Bukhara. Ulama besar bernama asli Abu Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardzibah al-Ju’fi al-Bukhari. Ia kesohor perawi hadis masyhur. Kitabnya Shahih Bukhari menempati urutan atas kesahihan sebuah hadis, menjadi rujukan baku lintas mazhab.

Imam Bukhari lahir di Bukhara pada 194 H atau 810 M. Ia dijuluki amirul mukminin fil hadits. Sejak kecil ia kehilangan penglihatannya. Bersama gurunya Syeikh Ishaq berhasil menghimpun satu juta hadis dan 80 ribu perawi yang disaring menjadi 7275 hadis. Prosesnya berlangsung selama 16 tahun.

Nama besar kedua adalah Ibnu Sina. Ia ahli kedokteran yang namanya masih harum hingga sekarang. Bapak kedokteran modern ini termasuk ulama yang profilik alias menelorkan banyak buku hasil buah pikirannya. Terhitung ada 450 buah buku. Sebagian besar mengupas filsafat dan kedokteran. Salah satu yang paling terkenal adalah Qonun fi at tibb.

Nama besar lain dalah khazanah intelektual Bukhara adalah Abu Hafsin Umar bin Mansyur al Bukhari atau lebih dikenal dengan al-Bazzar. Kemudian ada al-Hafiz Abu zakaria Abdul Rahim Ibnu Nasr al-Bukhario, Abu Abbas al-Maqdisi al-Hambali.

Baca juga:  Sejarah Kiai Ahmad Dahlan dalam dunia Jurnalistik

Tidak hanya di bidang keilmuan saja, Bukhara melahirkan nama-nama besar. Dalam seni budaya, terutama sastra, beberapa nama masyhur muncul seperti ar-Raudaky, Fadhil al-bukhari, alKhajandi, dan lain sebagainya.

Iklim intelektualitas juga masih dirasakan kini. Madrasah-madrasah di Bukhara masih menjadi tujuan bagi para pelajar Asia Tengah untuk menimba ilmu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top