Jauh di luar dugaan saya tentang sosok seorang habib dari Yaman ini, Maulana Habib Umar. Saya kira beliau hanya ahli di bidang sirah nabawiyah, tafsir, dan hadis. Rupanya beliau fasih dalam berbicara tema peradaban lintas agama. Tapi ya karena beliau ahli atau alim ilmu-ilmu yang saya sebut tadi.
Diawali dengan pemateri dari Katolik Romo Franz Magnis Suseno, dilanjutkan dari Protestan Pdt. Dr. Martin Lukito Sinaga dan dari Buddha Bikkhu Dammashubo Mahathera. Baru kemudian Habib Umar menyampaikan makna perdamaian dan kemanusiaan. Teramat banyak hadis-hadis Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang beliau sampaikan hingga saya tak mampu menulis, kecuali yang saya anggap penting.
Dalil Menjaga Damai Dengan non muslim:
Habib Umar menjadikan dalil ayat di bawah ini untuk tidak memulai merusak perdamaian:
فَإِنِ اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوكُمْ وَأَلْقَوْا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ فَمَا جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيلًا
“… Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu -untuk menawan dan membunuh- mereka.” (An-Nisa: 90)
Dalil Dialog Lintas Agama
Habib Umar membuka sejarah tentang hilful fudlul untuk dijadikan pedoman sebuah perjanjian damai dengan bentuk pertemuan lintas agama untuk menjaga perdamaian. Hilful fudlul (حلف الفضول) adalah perjanjian damai setelah perang Fijar pada 590 M antara kabilah Kinanah dan Qais Ailan.
ﻭﺭﻭﻳﻨﺎ، ﻋﻦ ﻃﻠﺤﺔ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻮﻑ، ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ «ﻟﻘﺪ ﺷﻬﺪﺕ ﻓﻲ ﺩاﺭ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺟﺪﻋﺎﻥ ﺣﻠﻔﺎ ﻣﺎ ﺃﺣﺐ ﺃﻥ ﻟﻲ ﺑﻪ ﺣﻤﺮ اﻟﻨﻌﻢ، ﻭﻟﻮ ﺃﺩﻋﻰ ﺑﻪ ﻓﻲ اﻹﺳﻼﻡ ﻷﺟﺒﺖ».
Kami meriwayatkan dari Thalhah bin Abdullah bin Sufyan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
“Sungguh aku menyaksikan di rumah Abdullah bin Jud’an sebuah perjanjian, yang tidak menjadikan saya lebih senang untuk diganti hewan ternak merah (harta berharga). Andai saja aku diundang untuk perjanjian dalam Islam, niscaya aku penuhi” (HR Al-Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Atsar).