Sedang Membaca
Agama, Tanah Suci, dan Brasil bagi Tsubasa
Supriansyah
Penulis Kolom

Penggiat isu-isu kedamaian dan sosial di Kindai Institute Banjarmasin

Agama, Tanah Suci, dan Brasil bagi Tsubasa

D Jizrcxkaeo3h0

Foto Ka’bah dan lapangan tawaf yang kosong mendadak viral di media sosial, menyusul Mekah sebagai tanah suci umat Islam ditutup sementara oleh otoritas pemerintah Arab Saudi. Virus Corona menjadi alasan mereka menutup sementara Masjid Haram sebagai langkah antisipasi penyebaran wabah tersebut di Arab Saudi.

Tidak sedikit kita mendapati di media sosial beberapa hasil reproduksi dari foto kosongnya Ka’bah dengan berbagai caption dan status yang mengiringinya, ada yang menyayangkan hingga beragam doa. Jauh sebelum kejadian ini foto Ka’bah seringkali kita temui di berbagai kesempatan dan tempat, tentu ini hanya salah satu bagian dari usaha masyarakat muslim membangun imajinasi berbalut kerinduan pada tempat suci.

Jika anda penggemar film kartun serial asal Jepang berjudul “Captain Tsubasa”, pasti mengetahui negara mana yang paling ingin didatangi oleh Tsubasa untuk mengasah kemampuan mengolah bola miliknya. Nama negara Brasil mungkin adalah pilihan paling logis sebagai negara yang paling diinginkan oleh Tsubasa, walau mungkin kita tidak mengetahui sebelumnya.

Anime Sepakbola paling tenar di dunia ini menggambarkan kehidupan anak kecil bernama Tsubasa Ozora, yang memiliki bakat besar pada olahraga tersebut. Brasil sudah tertanam lama bahkan sejak Tsubasa masih kecil, karena cerita dari orang yang mengenalkannya tentang bola tersebut berasal dari Rio De Janiero. Setelah itu, nama Brasil terus terngiang dalam kepala dan mimpi seorang anak asal sekolah bernama Nankatsu tersebut.

Impian Tsubasa memang akhirnya terwujud untuk datang ke Brasil dan belajar bermain bola profesional, dengan meninggalkan Jepang setelah menjuarai turnamen antar sekolah. Kebahagiaan Tsubasa terlihat jelas sekali, terpancar senyum dari mukanya yang selalu menjalani segala ujian masuk tim remaja dari klub terkenal di Brasil.

Baca juga:  Syekh Nawawi Banten Menulis Nuruz Zhalam Hanya 11 Hari

Imaji tentang Brasil memang indah dalam kepala Tsubasa, namun tidak sedikit ujian dan kesedihan yang juga harus dihadapinya. Tekad Tsubasa bulat untuk terus berkarir di sana sebagai pemain sepakbola. Utopia Brasil sebagai surga bagi pesepakbola sebagaimana diimpikan oleh Tsubasa adalah tidak benar seluruhnya. Lihat saja berapa banyak pemain asal negara penghasil kopi terbaik tersebut mulai mengejar mimpi sebagai pemain bola, malah dengan memilih meninggalkannya.

Tanah impian bagi masing-masing pemain bola memang tidak tunggal. Ada yang memilih berbagai negara di daratan Eropa, selain Amerika Latin yang dikenal kental dengan warna Sepakbolanya. Begitulah manusia melihat sebuah wilayah sebagai tanah impian dalam kehidupannya, termasuk sisi agama.

Umat beragama memiliki kompleksitas tersendiri terkait diksi tanah impian. Mayoritas agama, terutama agama Abrahmik, memiliki tanah atau tempat suci yang diimpikan untuk dikunjungi bagi pemeluknya. Meski begitu, tidak semua yang mampu berangkat ke sana. Bangunan narasi dan rasionalitas tentang tempat atau tanah suci dalam agama, jauh dari sekedar keinginan atau mimpi seseorang, seperti kisah Tsubasa.

Sejarah, wawasan dan pengalaman adalah bagian yang cukup penting dalam transmisi mimpi soal tempat atau tanah suci dalam agama. Dalam bangunan narasi dan rasionalitas tidak hanya dibangun dalam bentuk teks atau doktrin belaka. Di luar cuplikan ayat atau dalil lain yang sudah pasti menegaskan soal tempat suci, pengalaman dan transmisi pengetahuan tentang tempat suci tersebut memiliki dinamika sendiri di masyarakat.

Baca juga:  Filosofi Shalat

Channel televisi yang menayangkan langsung Masjidil Haram dan Madinah adalah saluran wajib yang dicari kebanyakan masyarakat Banjar, yang ingin memasang jaringan tv kabel di rumahnya. “Rasa kaganangan waktu di sana (terasa ingat masa di sana)” kata salah satu pelanggan yang pernah berhaji.

Mekah tidak lagi digambarkan dengan ayat atau doktrin agama belaka, tapi juga berkelindan dengan beraneka ragam tawaran hal yang juga turut mewarnai citra tentang tempat suci di sekitar Arab Saudi. Kaos putih bergambar Masjidil Haram atau Masjid Nabawi bertulis “Mecca” dan “Medina” dilengkapi dengan aksara Arab pernah menjadi kebanggaan saya dulu di masa kecil, mungkin satu dari sekian contoh bahwa tanah suci telah hadir jauh sebelum tayangan di televisi.

Sebagaimana Tsubasa yang mengebu-gebu ingin ke Brasil, masyarakat muslim juga memiliki atensi tinggi untuk mendatangi tanah suci yang telah lama hadir dalam kehidupan sehari-hari bahkan bisa dibilang akrab. Tentu hal ini bisa berkorelasi dengan fakta dari kemunculan atensi tinggi keberangkatan ke Mekah tidak hanya dibangun lewat doktrin, budaya pop turut berperan mengemplementasikan menjadi citra tentang tanah suci menjadi lebih hidup dan dekat dalam kehidupan.

Fakta di atas tentu boleh dibantah, tapi menutup mata terhadap peran budaya pop terhadap menggelorakan keinginan keberangkatan ke tanah suci. Budaya pop sering dekat dengan kelompok mayoritas, dengan ini tentu kita juga akan menemukan betapa glorifikasi keberangkatan ke tanah suci tidak jarang menabrak dinamika realitas kehidupan masyarakat Indonesia.

Baca juga:  Malam Takbiran: Gus Dur, Andre Moller...

Kala masyarakat muslim di Indonesia juga dijejali beragam hal tentang tanah suci lewat budaya pop, jelas hal tersebut menjadi menggelorakan keberangkatan ke tanah suci dalam kultur masyarakat Indonesia yang dikenal religius. Kondisi ini akhirnya menuntut kita untuk memeriksa dan melihat kembali glorifikasi budaya keberangkatan ke tanah tersebut yang banyak residu permasalahan.

Persoalan di atas jika ditelusuri dengan baik, mungkin saja bisa menjawab mengapa orang dengan mudah sekali terjebak pada persoalan keberangkatan ke tanah suci yang bodong, ketimbang hanya menyalahkan faktor “tergiur harga” belaka. Tentu hal ini sensitif dan bisa membongkar banyak persoalan dalam imaji tanah suci di masyarakat kita, tapi bisa menjadi obat yang baik bagi persoalan penipuan umrah dan haji.

Terakhir, saya kemarin membaca beberapa resensi dan cerita pengalaman menonton film karya Jiehan Angga. “Mekah I’m Coming” judul film yang disebutkan memperlihatkan banyak persoalan dalam keberangkatan ke tanah suci. Saya mengacungkan jempol usaha Jiehan Angga memotret persoalan umrah dalam bingkai budaya pop, dalam hal ini film. Semoga usaha tersebut mendapatkan perhatian sekaligus menjadi edukasi bagi masyarakat Indonesia tentang tanah suci.

Fatahallahu alaihi futuh al-arifin. (RM)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top