Muhammad Hilal bin Abdullah meriwayatkan dari Ahmad bin Sayyar bahwa ia mendengar kisah seorang pengemis dari salah satu saudagar dari Oman.
Suatu waktu saya berada di kota Ubullah, sebuah kota di Irak yang posisinya berjarak sekitar empat farsakh dari kota Bashrah. Aku berniat untuk bergegas ke bandar pelabuhan.
Di tengah perjalanan aku melihat seorang pengemis di pintu sebuah masjid jamik. Nada suara meminta-mintanya terdengar fasih dan manis. Aku merasa iba terhadapnya. Aku berikan ia beberapa dirham.
Di kota Oman kesibukanku sangat banyak. Aku berkejaran dengan waktu. Aku tinggal selama sebulan di kota ini. Kemudian aku memiliki salah satu urusan di negeri China yang tidak bisa ditinggalkan.
Singkat cerita, aku sampai di negeri Tirai Bambu itu dengan selamat. Pada suatu hari saya berkeliling kota ini, tiba-tiba saya dikagetkan dengan seorang laki-laki yang sedang meminta-minta di sebuah pasar. Aku merasa mengenal wajah lelaki tersebut.
Sambil mengingat-ingat, akhirnya aku yakin bahwa aku pernah berjumpa dengannya. Ya, dia adalah pengemis di Ubullah yang aku berikan beberapa dirham. Tak berpikir lama aku dekati dia dan aku katakan kepadanya:
“Sungguh celaka kau. Di Ubullah kau meminta-minta, di sini (China) kau juga melakukannya lagi!”
Lalu sang peminta-minta ini pun menjawab, “Maafkan hamba tuan. Hamba sudah tiga kali melakukan perjalanan ke negeri ini, dan ini yang keempat kalinya. Tujuan hamba ke sini tiada lain untuk mencari pekerjaan, namun hamba tidak mendapatkan pekerjaan kecuali menjadi pengemis (shahaza). Aku pun bolak-balik ke Ubullah dan China untuk mencari pekerjaan.”
Saudagar dari Oman berkata, “Mendengar penuturannya, aku pun terkagum-kagum atas perjuangannya yang berat ini”.