Sedang Membaca
Tafsir dan Terjemah Al-Qur’an Sunda: Jejak Islam dalam Identitas Budaya
Sukmadi Al-Fariss
Penulis Kolom

Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, UIN Raden Mas Said Surakarta.

Tafsir dan Terjemah Al-Qur’an Sunda: Jejak Islam dalam Identitas Budaya

Qur’an Sunda Koleksi Pribadi

Memahami hubungan al-Qur’an dalam tatanan kehidupan manusia, adalah salah satu poin yang harus dipahami dalam wacana keislaman. Setidaknya, dalam perjalanan transmisi keislaman, adanya hubungan antara Islam dan budaya sudah menjadi hal yang sangat umum dijumpai di setiap wilayah. Perjumpaan Islam dengan budaya setempat menjadikan beragam perkembangan termasuk adanya penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa lokal (Sunda).

Penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Sunda juga menjadi representasi nilai kearifan yang lahir dari kebudayaan dan Islam. Selain itu, penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Sunda juga mencerminkan masyarakat Sunda menerima identitas keislaman dan kesundaan sebagai dua eksistensi yang saling mengisi dan beradaptasi. Islam yang semula berasal dari jazirah Arab sudah melebur dan merasuk (awor, nyosok jero) ke dalam identitas Sunda (Wahyu Wibisana dkk 1997).

Dalam wacana ini, menyundakan al-Qur’an merupakan jalan pencerahan spiritual yang membawa dampak baik dalam perkembangan dan kemajuan transmisi al-Qur’an di tatar Sunda. Sebagaimana yang terjadi dalam penerjemahan al-Qur’an kedalam bahasa lokal lainnya, penerjemahan al-Qur’an dalam bahasa Sunda tidak sama sekali menafikan tradisi pengkajian al-Qur’an di Nusnatara yang ditulis dengan bahasa Arab. Selain lokalitas bahasa, adanya lokalitas al-Qur’an juga melahirkan kreatifitas ragam aksara seperti aksara Jawi, (melayu-Jawi) yang merupakan bentuk tulisan Arab untuk bahasa melayu dan pegon untuk Jawa dan Sunda (Rohmana 2013 : 201).

Baca juga:  Menanam Kebijaksanaan dari Ayat-Ayat Pertanian dalam Al-Qur’an

Transmisi Qur’an Lokal Sundawi

Hadirnya terjemah al-Qur’an bahasa lokal menjadi salah satu alternatif, yang lahir dari adanya transmisi keislaman yang membentuk ruang- ruang kearifan dan spiritual. Eksistensi Qur’an lokal menjadi salah satu bukti bahwa hubungan antara Islam dengan tradisi dan budaya mempunyai keseimbangan yang hakiki.  Al-Qur’an maupun tafsir, keduanya dapat melengkapi wajah asli perkembangan dari perkembangan transmisi al-Qur’an dari masa ke masa. Meskipun demikian, para sarjana muslim bukan berarti mencampakkan eksistensi terhadap terjemah Qur’an lokal, tetapi beranggapan terjemah maupun tafsir lokal tidak jauh berbeda dengan tafsir Melayu-Indonesia (Ekadjati 2014).

Padahal, dalam beberapa kasus, adanya penerjemahan al-Qur’an bahasa lokal termasuk dalam bahasa Sunda menjadi daya tarik tersendiri terhadap masyarakat karena dapat selaras dengan gaya bahasa dan komunikasi mereka sehari-sehari. Upaya ini dilakukan, bukan sekadar alasan kultur budaya, tetapi juga memantik masyarakat untuk  dapat memahami makna Islam dan al-Qur’an sesuai degan bahasa mereka dan dalam pengertian ini, penerjemahan al-Qur’an dalam bahasa Sunda menjadi alat utama hadirnya ruang batin keislaman di tatar Sunda.

Hal ini dapat dibuktikan, dengan hadirnya beragam tafsir maupun al-Qur’an terjemah bahasa Sunda yang mewarnai khazanah Islam di tatar Sunda. Setidaknya, pada masa ini dapat ditemukan beberapa karya monumental yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan transmisi al-Qur’an di tatar Sunda seperti, Qur’anul Adhimi karangan H. Hasan Mustapa (1921), Al-Qur’an Sundawiyah karya Muhammad Anwar Sanusi (1927), Gajatoel Bajan ditulis oleh Moehammad A. Sanusi (1928) dan tokoh lainnya yang turut andil menghidupkan khazanah Qur’an lokal di tatar Sunda (Ilzam Hubby Dzikrillah Alfani and Putri Wanda Mawaddah 2023).

Baca juga:  Tafsir Surah Al-Humazah (Bagian 2)

Menurut Jajang A. Rohmana hadirnya tafsir maupun terjemah al-Qur’an Sunda merupakan sebuah khazanah budaya Islam yang berbentuk teks, memuat berbagai pemikiran dan pengetahuan penulisnya (mufassir) sebagai wujud dari interpretasi berdasar kecintaan terhadap Al-Qur’an dengan menggunakan bahasa Sunda. Hal ini menjadi sarana penghubung ajaran al-Qur’an dengan orang Sunda (Rohmana 2015).

Maka tak heran, bila dalam perjalanannya, penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Sunda menjadi kebutuhan yang kompleks terutama bagi kalangan masyarakat tradisional. Tetapi sayangnya, hari ini, keberadaan al-Qur’an terjemah bahasa lokal (Sunda) sangat terbatas keberadaannya bahkan sulit bagi saya hari ini untuk menemukan al-Qur’an bahasa terjemah bahasa Sunda hadir menghiasi khazanah kearifan dan keislaman di masyarakat.

Dengan demikian, hadirnya Qur’an lokal menjadi nilai resepsi masyarakat dalam memahami al-Qur’an dan laku keislaman yang berkembang di setiap wilayah. Bukan hanya Sunda, penerjemahan al-Qur’an bahasa lokal juga banyak dijumpai seperti, Jawa, Bugis, Madura, dan lainnya. Ini membuktikan, bahwa kehadiran Qur’an lokal menjadi salah satu jasa kreatifitas para ulama, dan pujangga di masa lalu dalam mentransmisikan al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran sentral agama Islam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top