Sedang Membaca
‘Arud: Ilmu Sya’ir Arab yang Bergengsi dan Kisah Inspiratif Penggagasnya
Avatar
Penulis Kolom

Santri Putri di PP TPI Al-Hidayah, Al-Ishlah, Al-Amanah Plumbon Limpung Batang.

‘Arud: Ilmu Sya’ir Arab yang Bergengsi dan Kisah Inspiratif Penggagasnya

‘Arud: Ilmu Sya’ir Arab yang Bergengsi dan Kisah Inspiratif Penggagasnya

Sebagaimana yang telah lazim diketahui, ilmu ‘arūḍ merupakan salah satu khazanah intelektual Islam yang berorientasi sebagai sebuah disiplin keilmuan di bidang sya’ir Arab. Di berbagai pesantren salaf di Indonesia, ilmu ini juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kurikulum pembelajaran pesantren. Keberadaannya di kurikulum pesantren, ia dapat dikatakan menjadi disiplin keilmuan lanjutan bagi para santri yang telah mempelajari ilmu gramatika Bahasa Arab (naḥw), morfologi kata (ṣarf), hingga stilistika bahasa (balāgah).

Hal ini tak lain karena memang komponen ilmu tersebut terkait erat dengan penguasaan linguistik Arab, bahkan bisa dikatakan, ilmu tersebut dapat dikuasai setelah seorang pelajar telah menguasai ilmu-ilmu dasar tentang linguistik Arab tadi. Di pesantren TPI Al-Hidayah Plumbon, Limpung, Batang, tempat penulis belajar, ilmu tersebut pun akan dipelajari di kelas tiga ‘Ulya sebagaimana mengacu pada kurikulum pembelajaran pesantren.

Perihal sya’ir Arab sendiri, setiap santri sudah barang tentu tidak asing lagi dengannya, mengingat hampir setiap hari di pesantren, secara kultural-formal, mereka diminta untuk secara bersamaan membiasakan melantunkan nazam-nazam dari kitab tertentu yang menjadi tingkatan muhafazah masing-masing. Kegiatan kultural ini kalau dalam istilah pesantren sendiri akrab disebut dengan “lalaran”. Setidaknya, hal ini dimaksudkan agar para santri dapat terbantu menjaga hafalan wajibnya di satu sisi, dan di sisi lain juga boleh jadi agar kognitif mereka terbiasa dengan pola-pola dari suatu nazam atau sya’ir yang berbahasa Arab tersebut.

Jika hendak menilik historisitas kemunculannya, keberadaan sya’ir sendiri sebenarnya memang telah berkembang secara luas di kalangan kaum Jahiliyyah. Yakni keberadaannya secara kultural bahkan memiliki daya magis tersendiri yang dapat meluluhkan dimensi emosional dan intelektual para pendengarnya. Hal ini mengingat bahwa asumsi yang mungkin telah merebah secara luas di kalangan Muslim ialah karena penyusunan suatu sya’ir bukanlah suatu hal yang mudah.

Baca juga:  As-Salsal: Kitab Sharaf Buah Pena Syaikh Abu Hamid Kendal (1884)

Seperti tadi yang telah disinggung juga, seseorang yang hendak mempelajari ilmu tentang sya’ir sudah semestinya dituntut untuk menguasai ilmu-ilmu dasar linguistik Arab. Kendati demikian, bahkan kehebatan para penyair di kalangan mereka menempati stratifikasi sosial yang cukup tinggi, dikarenakan kepiawaiannya yang dapat menggerakkan hati seseorang yang mendengarkannya. Kepiawaian seorang penyair seperti demikian, pada masa Jahiliyyah, lazim disebut dengan istilah “malakah”.

Hal tersebut bisa dicontohkan seperti halnya Imri’i al-Qais, salah seorang penyair di masa Jahiliyah yang konon mampu membuat seseorang berdecak kagum ketika mendengarkan suatu sya’ir yang diekspresikan olehnya. Bahkan, ia juga mampu merintis klasifikasi bab dan macam-macam sya’ir sebagai sebuah bahasan tersendiri. Demikian kira-kira seklumit uraian yang pernah disampaikan oleh Kiai M. Rozi sewaktu di kelas ilmu ‘arūḍ, yang kebetulan penulis mengikutinya.

Kisah Inspiratif Penggagas Ilmu ‘Arūḍ

Masih mengacu pada uraian Kiai Rozi, sebagaimana juga beliau mensarikan dari kitab pegangan yang menjadi bahan ajar di kelas, menurut pendapat yang masyhur, ilmu ‘arūḍ pertama kali digagas sebagai sebuah disiplin keilmuan oleh Imām Khalīl ibn Aḥmad ibn‘Amr ibn Tamām al-Farāgiḍī al-Azdī. Imām Khalīl al-Farāgiḍī lahir di Oman pada Tahun 100 H/718 M. Kehidupan beliau sebagai seorang fakir dihiasinya dengan sikap asketis (zāhid) dan penyabar. Beliau wafat di daerah yang sama pula dengan daerah di mana masa kecil beliau dihabiskan, yakni di Baṣrah (Irak), pada Bulan Jūmādī al-Ṣāniyah Tahun 174 H/789 M, atau ketika beliau berusia 74 tahun.

Lantas, dikatakan, bahwa Imām Khalīl al-Farāgiḍī adalah seorang hamba yang diberikan ilham oleh Allah swt. agar dapat menguasai sya’ir Arab sebagaimana telah dikonstruksikan sebelumnya di masa Jahiliyyah, hingga beliau dapat mencapai puncak karirnya sebagai penggagas kontruksi serupa sebagai sebuah disiplin keilmuan Islam yang baru, yang kini dikenal dengan ilmu ‘arūḍ.

Dalam kisahnya, kepengarangan Imām Khalīl al-Farāgiḍī terhadap ilmu ‘arūḍ bermula dari dialektika kehidupannya dengan salah satu muridnya, Sibawaih (Imām Sībawaih), yang bisa dikatakan bernuansa intelektual-emosional. Suatu ketika, setelah Sībawaih telah mencapai puncak karir intelektualnya, murid-murid yang dahulu setia sebagai pengikut Imām Khalīl al-Farāgiḍī, berpindah haluan kepadanya. Memang kecerdasan Sībawaih itu sendiri tidak bisa dipungkiri oleh jamak masyarakat pada masa itu, termasuk gurunya sendiri, Imām Khalīl al-Farāgiḍī. Bahkan, kemasyhuran intelektualnya pun belakangan telah melebihi kemasyhuran intelektual gurunya itu. Konon, sampai-sampai Imām Khalīl al-Farāgiḍī pun tak enggan untuk turut belajar kepada Sībawaih.

Baca juga:  Al-Maslakul Jali: Fatwa Ulama Madinah atas Polemik Siti Jenar di Nusantara (1674)

Kemudian, di suatu hari Imām Khalīl al-Farāgiḍī akhirnya pergi ke Makkah untuk bermeditasi, bertafakkur, hingga bermunajat kepada Allah swt. di depan Ka’bah untuk memanjatkan doa kepada-Nya ditambahkan sebuah ilmu yang bermanfaat baginya dan umat Muslim secara umum. Lantas, seusainya, beliau bergegas untuk kembali pulang ke kampung halamannya. Ketika di tengah perjalanannya yang melewati sebuah pasar tembaga, beliau didengarkan oleh suatu irama dari setiap pukulan palu para pekerja di dalam pasar tersebut.

Singkat cerita, di situlah Allah memberikannya ilham sebagai sebuah inspirasi untuk menggagas sebuah ilmu tentang sya’ir Arab melalui penyusunan kaidah-kaidah terkaitnya, hingga yang kini telah masyhur dikenal dan jamak dipelajari dengan istilah ilmu ‘arūḍ. Dalam gagasannya sebagai sebuah disiplun keilmuan itu, setidaknya mencakup rukun-rukun ilmu ‘arūḍ, pendalaman bayān, ziḥāf, ‘illat, bait, klasifikasi baḥr, hingga qāfiyah.

Masyhurnya gagasan Imām Khalīl al-Farāgiḍī kiranya juga bisa dilihat dari banyaknya para ulama yang mengarang kitab nazam, dan bahkan sempat mengutip nama beliau. Di kalangan pesantren sendiri, karya-karya tersebut seperti ‘Aqīdat al-‘Awwām (akidah/teologi), al-‘Imrīṭī (naḥw/gramatika Arab), Alfiyyah Ibn Mālik (naḥw/gramatika Arab), Jauhar al-Maknūn (balāgah/stilistika), dan yang lainnya.

Adapun baḥr yang lazim digunakan oleh mereka ialah baḥr rajāz, yang dibuang separuh baitnya (masytūr) dan muzdawij, yakni setiap dua bait sya’ir akan dibuat serasi dalam berdasarkan qāfiyah-nya, sehingga nazam terkesan lebih mudah didokumentasikan, sekaligus juga dapat menyentuh hati para pendengarnya. Hal ini misalnya dalam Alfiyyah Ibn Mālik karya Syaikh al-‘Allāmah Muḥammad Jamāl al-Dīn ibn ‘Abd Allāh al-Andalūsī. Yakni, dalam mukadimahnya beliau nampak menggunakan baḥr rajāz, seperti contoh lafaz سخطى dan مخطى sebagaimana terlihat menggunakan huruf dan bunyi akhir bait yang sama.

Baca juga:  Pesan-Pesan Politik Al-Ghazali

Kira-kira demikian seklumit uraian mengenai ilmu ‘arūḍ dan kisah inspiratif penggagasnya, yang bahkan kini gagasan tersebut bisa dikatakan cukup fenomenal dan signifikan bagi para penulis kitab. Hal ini mengingat juga di mana stratifikasinya dalam rumpun keilmuan linguistik yang menempati posisi yang tinggi, serta begitu bergengsi bagi seseorang yang dapat menguasainya.

Pada faktanya, kemunculan gagasan ‘arūḍ tersebut bukan saja menunjukkan relevansi dan signifikansinya, namun juga kisah inspiratif penggagasnya di balik kemunculan gagasan tersebut. Nampaknya, dari fenomena yang telah sedikit dipaparkan tadi, dapat diambil hikmah bahwasannya suatu kontestasi dalam bingkai intelektualisme bukan saja dapat memberikan konstruksi dan orientasi kelanjutan dari sebuah studi terkait, melainkan juga sepatutnya senantiasa dilestarikan eksistensi serta kekhasannya di bawah payung besar epistemologi Islam.

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Scroll To Top