Sedang Membaca
Eksistensi Tradisi Slametan di Tengah Arus Budaya Popular
Muhammad Alwi Hasan
Penulis Kolom

Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Ampel Surabaya.

Eksistensi Tradisi Slametan di Tengah Arus Budaya Popular

Foto Slametan Tedi Kholiluddin

Masyarakat Jawa memiliki berbagai tradisi yang masih dilakukan secara turun temurun di dalam kehidupannya. Tradisi sangat kental bagi masyarakat Jawa karena sudah terbentuk berdasarkan kepercayaan leluhur dan di hormati, salah satunya yaitu tradisi slametan. Menurut Greetz Slametan adalah versi Jawa dari apa yang barangkali merupakan upacara keagamaan paling umum di dunia, pesta komunal. (Greetz, 2013, p. 3).

Dalam tradisi Slametan sendiri masyarakat Jawa biasa melakukan nya guna merespons hampir nyaris semua kejadian yang ingin diperingati, ditebus atau dikondusifkan. Kelahiran, perkawinan, sihir, pindah rumah, mimpi buruk, panen, membuka pabrik, ganti nama, sakit, memohon kepada arwah penjaga desa, khitanan dan permulaan suatu rapat politik, semuanya bisa menyebabkan adanya slametan.

Slametan termasuk kegiatan batiniah yang bertujuan untuk mendapatkan ridha dari Tuhan. Mengenai tujuan slametan Mudler (2011:11), adalah untuk mencapai keadaan slamet, sebagaimana yang dideskripsikan Koentjaraningrat sebagai sebuah keadaan di mana peristiwa-peristiwa mengikuti alur yang telah ditetapkan dengan mulus dan tak satu pun kemalangan yang menimpa siapa saja. (Nur Awalin, 2018, p. 6).

Tradisi ini juga syarat akan simbolisasi, masyarakat Jawa menamakan simbol dari tradisi ini sebagai sesaji/sesajen. Menjelaskan simbol atau lambang merupakan ekspresi untuk menuangkan pengalaman religius. Maka dari itu, dapat dimaknai bahwa simbolisasi dalam slametan yang kemudian diekspresikan ke dalam bentuk sesaji merupakan sarana atau aktualisasi dari doa agar terkabulkan. (Nur Awalin, 2018, p. 6). Jadi dapat disimpulkan bahwa sesaji dalam slametan adalah doa yang diwujudkan.

Baca juga:  Maulid Al-Diba’i dan Polemik Persoalan Habaib

Menurut penulis tradisi ini penting bagi masyarakat Islam Jawa, karena di dalamnya terdapat makna-makna dari ukhuwah Islamiyah. Sehingga kerukunan antar orang Islam tetap terjaga meski ada perbedan dari segi ekonomi dan status sosial. Maka perlu untuk merawat tradisi slametan agar tidak tergerus dari gempuran Tradisi atau bahkan budaya yang memang jauh dari corak tradisi dan budaya Jawa.

Tantangan Tradisi Slametan di Tengah Arus Deras Budaya Populer

Perkembangan pesat Ilmu pengetahuan dan teknologi di masa modern ini memberikan dampak yang signifikan dari segi kebudayaan seluruh bangsa di dunia. Tak terkecuali di Nusantara khususnya di Jawa. Sebagaimana yang dialami sekarang, yaitu pengalaman yang lahir dari budaya konsumsi dan didukung oleh teknologi informasi, atau yang di sebut dewasa ini dengan Budaya Populer. (Srinati, 2010, p. 13).

Budaya populer juga dapat diartikan sebagai bentuk budaya yang lebih mengedepankan sisi popularitas dan kedangkalan makna atau nilai-nilai. Budaya populer tidak ada begitu saja, budaya populer ada karena suatu hal yang awalnya biasa saja menjadi fenomena populer, dan media turut andil dalam fenomena tersebut. Itulah kenapa hegemoni media massa sangat berpengaruh bagi terbentuknya budaya populer

Budaya populer juga meninggalkan artefak-artefak budaya yang tanpa kita sadari menjamur di kalangan luas. Ini karena masifnya teknologi dalam menyebar luaskan budaya populer dan juga perilaku konsumtif masyarakat yang berlebihan, sehingga masyarakat terpengaruh dan cenderung berpikir instan.

Baca juga:  Gerakan Islam di Tanah Banjar: Dari “Kaum Tua-Kaum Muda” hingga Otoritas Lain di Tanah Banjar

Srinati (2007:45) menjelaskan fenomena tersebut sesuai dengan pernyataannya bahwa “media massa menyatukan manusia kemudian menyatukan manusia kemudian membiarkannya meledak ke dalam; batas- batas tradisi, geografi, bangsa, Ideologi dan kelas cair begitu saja.” Itulah mengapa budaya popular dapat menghancurkan nilai budaya tradisional.

Jika di kaitkan dengan tradisi slametan, maka tentunya budaya populer menjadi ancaman bagi pelestarian tradisi slametan. Ini karena kebanyakan terpapar budaya populer adalah dari kaum generasi milenial, yang juga di tuntut untuk merawat tradisi slametan agar tetap eksis.

Generasi melenial adalah generasi yang tidak bisa dipisahkan dengan peralatan teknologi. Sehingga esensi dari slametan bisa memudar dan bahkan slametan bisa ditinggalkan. Lihat saja setiap slametan selalu membawa gadget, meraka asyik dengan HP nya ketimbang dengan kanan kirinya. Dan ini sebagai tanda memudarnya esensi slametan itu sendiri.

Penulis berpendapat bahwa dari pengaruh budaya popular ini, telah menjadikan pergeseran makna Slametan, yang jika dilihat sekarang banyak sekali varian. Slematan sekarang ini lebih banyak di sebut sebagai syukuran atau tasyakuran. Sehingga menyebabkan perbedaan sesajinya yang berkembang ke hal-hal yang lebih simpel dan praktis.

Referensi

Awalin, F. R. N. (2018). Slametan: Perkembangannya dalam Masyarakat Islam-Jawa di Era Mileneal. Jurnal IKADBUDI, 7.

Geertz, C. (2013). Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa. (Aswab Mahasin & Bur Rasuanto, Terjemahan). Jakarta: Komunitas Bambu.

Baca juga:  Wajah Islam Indonesia dalam Tradisi Megengan di Desa Geneng Ngawi

Strinati, D. (2010). Popular Culture: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. (Abdul Muchid, Terjemahan). Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Umarella, F. H. (2022, January 17). Media dan Budaya Populer. Mercubuana.ac.id. Diakses dari http://digilib.mercubuana.ac.id.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top